DUA PULUH SEMBILAN

426 59 22
                                    

"Jessica!"

Kevin sekonyong-konyong datang dan langsung berteriak memanggil Jessica. Jessica yang merasa kesal karena kedatangan Kevin mengganggu kenyamanan pelanggannya langsung saja menghampiri Kevin.

"Kevin, jangan teriak-teriak!"

"Mana anakku? Aku mau bertemu dengan Lacey sekarang!"

"Tidak ada! Lacey tidak ada di sini dan Lacey bukan anakmu, Kevin!"

"Bunda ...."

Kehadiran Lacey membuat Jessica kacau. Tadi dia sudah berpesan pada Lacey untuk jangan keluar dan menghampiri dirinya. Tapi Lacey ternyata tidak mengindahkan perkataannya.

Kevin dengan keadaan setengah mabuknya berjalan menghampiri Lacey, tapi Jessica buru-buru menghadang Kevin. Menyembunyikan Lacey di belakang tubuhnya. "Jangan dekati anakku, Kevin!"

"Minggir, Jessica! Jangan halangi aku!"

Lacey yang kian semakin takut, lantas berjalan mundur, menjauh dari tubuh ibunya dan bersembunyi di belakang meja dan kursi pelanggan.

"Kevin, pergi! Kau mengganggu kenyamanan para pelangganku!"

"Tidak sebelum aku mendapatkan Lacey!"

"Aku bilang pergi, Kevin! Pergi!"

Brusshh

Darah memancar begitu saja saat Kevin berhasil menusuk dada kiri Jessica dengan pisau lipat. Ini benar-benar dalam, Jessica langsung jatuh saat pisau itu berhasil menancap sempurna di dadanya.

Sementara Kevin si pembunuh diam membatu, Lacey justru berteriak histeris. "Bunda!"

Tangisan Lacey kian semakin pecah, para pegawai ramai mengerubungi tubuh Jessica. "Cepat hubungi ambulance!"

Satu pegawai menghubungi ambulance, sementara satu pegawai yang lainnya berusaha menghubungi Sojung walau kenyataannya sampai saat ini, nomor Sojung tidak pernah bisa dihubungi.

๑🔹๑

Sojung berjalan keluar kampus menuju halte bus. Terakhir dia berkirim pesan dengan Jessica, Jessica bilang bahwa dia ada di cafe dan Jessica juga menyuruh Sojung untuk menyusulnya.

Tapi belum juga sampai di halte bus, dirinya harus bertemu lagi dengan Seokjin untuk kedua kalinya hari ini.

"Mau kuantar?" tanya Seokjin sembari membuka kaca penutup helm full facenya.

"Tidak usah, halte bus sudah dekat dari sini."

"Tadi aku lihat di belakang ada Seungwoo, dan kau sendirian. Apa kau tidak takut kalau kau akan―"

"Kak Seokjin, jangan bercanda!"

"Aku serius, Sojung!"

"Kalau begitu aku ikut!"

"Keputusan yang tepat!" Seokjin lagi-lagi tersenyum penuh kemenangan. Sojung memang tidak pernah berubah, dari dulu dia selalu saja mudah tertipu oleh kejahilan Seokjin.

Jadi sebenarnya tadi dia hanya mengada-ada. Itu dia lakukan juga karena tak lain dan tak bukan adalah untuk salah satu usahanya dalam melakukan pendekatan ulang dengan Sojung.

Begitu Sojung sudah naik di motornya, Seokjin menutup kaca helmnya lagi dan melajukan motornya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Lagi-lagi itu dia lakukan supaya Sojung mau melingkarkan tangannya di pinggang Seokjin, bukan hanya berpegangan pada baju yang Seokjin kenakan.

Rindu; SowjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang