bangunan sekolah tua itu menjadi saksi bisu kesibukan mereka semua. Sman 19 Bandung. Ya Bandung kota yang terkenal begitu sejuk, namun kini Bandung bukan lagi kota sejuk terkadang hawa nya tetap sama dengan kota petinggi lain, seperti kota semarang, jakarta dan kota panas lainnya. Itu sudah tidak aneh mengingat berubah nya atmosfir di dunia ini, membuat kota yang sejuk sekalipun menjadi gersang dan panas. Sudah jadi rahasia umum bagi penduduknya.
Bel pulang telah berdenting 3 detik yang lalu, semua orang berhamburan keluar untuk pulang. Walau masih banyak siswa yang memilih untuk sekedar bercanda tawa dengan sang kekasih nya yang berbeda kelas, melepas rindu walau hanya beberapa jam tidak bertemu, ada yang tetap di sini untuk mengikuti ekstrakurikuler. Ada yang bermain putsal, basket dan masih banyak lagi. Ada juga yang terjerat di kelas karena tugas kelompok yang enggan usai.
Tidak dengan Hanna, yang dipikirannya kini hanyalah pulang, pulang dan pulang. Seolah ia baru keluar dari neraka. Ia begitu senang ketika bel itu berbunyi. Rasanya seperti terlepas dari belenggu yang mengekangnya. Ini yang di tunggu nya sangat di tunggunya selama sekolah di setiap harinya. Ia begitu tidak menyukai bangunan ini. Kata orang SMA adalah masa terindah, masa dimana kenangan mulai di ukir, namun tidak dengan nya. Baginya sendiri dan sepi adalah waktu terbaiknya.
Tak mudah untuk nya, tak ada siapapun yang ia miliki. Kedua orang tuanya entah dimana. Ia terlahir di panti asuhan. Sejak dulu ia begitu penyenderi, kelewat introvert. Sangat sulit baginya untuk bergaul dengan orang orang.
Tidak itu bukan bawaan sifatnya dari lahir, hanya saja ada luka yang membuat nya seperti ini. Luka nya masih sama, masih sama sama sakit. Dibalik yang semua orang lihat, yakinlah pasti ada alasan kuat di baliknya.
Ia dengan buru burunya pulang, melewati kerumunan panjang teman temannya. Bahunya tak henti menabrak orang orang. Tak ada kata maaf di mulutnya. Dia itu Introvert. S A N G A T.
Ia begitu takut berbicara. Ia takut. Sangat."Ish. Dia lagi. Setiap hari begitu. Seperti kerasukan genderuwo saja"ucap salah satu orang yang tertabrak.
Orang orang sudah biasa dengan tingkahnya setiap pulang sekolah. Berjalan dengan cepat dan kepalanya menunduk.
Ia selalu menjadi alasan semua orang geram ketika pulang sekolah, orang orang pasti marah, ada juga yang memakinya. Namun ia tidak peduli, ia terus berjalan. Hingga ia tiba di gerbang. Menunggu angkutan umum lewat di depan sekolahnya.
Angkot berwarna hijau tiba, dengan plang buah batu tertera di bagian depan mobilnya. Ia pun masuk. Dan berhenti di salah satu gang asih. Hanna pun bergegas masuk kedalam panti asuhannya. Tempat di mana ia hidup sejak kecil.
"Assalamualaikum" tuturnya saat masuk kedalam bangunan itu.
"Walaikumsallam" balas anak anak yang masih kecil rata rata umurnya masih 7 tahun. Karena kebanyakan orang seusianya memilih untuk bersekolah sepertinya dan tentu semua kebutuhannya di biayai oleh lembaga pendidikan sosial anak Indonesia.
Karena akses masuk nya langsung berhadapan ruangan berkumpul. Mau tak mau ia harus melewatinya setiap hari saat pulang sekolah. Ada yang sedang kejar kejaran, ada pula yang sedang belajar membaca buku dongeng, ada juga yang sedang bermain mainan. Tempat ini selalu ramai. Namun ada satu orang yang seusia dengannya di sana sedang tersenyum dan menghampirinya.
"Hannaaaa" ia memelukku.
Dia Fatin. Teman dekat Hanna. Walau ia seorang introvert akut namun ia masih tetap menjalin hubungan baik dengan beberapa orang di panti. BEBERAPA.
"Kamu sudah pulang? Mana cibay titipan ku?"
Deg, ia lupa. Bagaimana ia bisa kelupaan, kata orang orang ingatannya lah yang paling kuat. Tapi kenapa ia bisa kelupaan seperti ini. Ia merutuki kepikunannya yang mendadak ini.
"Astaga, Fatin maaf ya. Aku lupa" ucapnya dengan wajah yang memelas.
Fatin tersenyum, "oh ayolah, wajah mu itu. Haahahahahaaha"
Hanna hanya mengkerutkan keningnya. Apa ada yang salah dengan dirinya?
"Wajah mu, aku baru pertama kali melihat kau memelas, hahaha. Tidak apa apa Han aku tidak marah kok hahaaha"
Aneh. Tidak ada yang lucu tapi Fatin tertawa. Fatin memang aneh. Ia masuk dan mengabaikan Fatin. Oh ya..
Dia tidak melanjutkan sekolahnya sejak SMP. Karena orang tuanya tidak sanggup. Ada ayah nya yang masih hidup. Walau biayanya ditanggung oleh lembaga, namun masih ada kebutuhan mendasar lainnya yang harus orang tuanya keluarkan. Dan ayahnya memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah Fatin. Sayang sekali padahal Fatin itu pintar dan pandai sekali bersosialisasi. Ia bahkan bisa menaklukan beku nya Hanna tidak semua orang bisa, camkan itu!.~~~~~~
Ia mengunci pintu kamarnya. Dan mulai mengeluarkan buku sekolahnya. Ia sadar akan takdirnya. Bermalas malas adalah hal yang sangat di bencinya. Bagaimana bisa bermalas malas, ia tidak mau lebih menyedihkan. Cukup orang lain memandang rendah kehidupannya. Tapi tidak dengan prestasinya. Hanya itu yang bisa membuatnya tumbuh. Tumbuh dari kesengsaraanya.
Kini ia kelas 12, masa dimana sebentar lagi gelar SMA nya akan usai. Tapi tak hanya sampai situ. Akan ada ujian yang membuatnya bergelut dari sore hingga tengah malam. PERGURUAN TINGGI.
Percaya atau tidak. Hanna selalu meraih peringkat 1 dari ia TK. Sebenarnya dia anak yang tergolong sangat ambisius. Jika tertarik sesuatu ia akan melakukan yang terbaik agar mimpinya tergapai. Hasil ketekunannya dalam belajar. Ia sampai di berikan sebuah handphone oleh kepala sekolah nya dulu waktu kelas 10. Karena saat awal tahun SMA
Ia sudah di saran kan oleh gurunya berbagai olimpiade, alhasil Hanna memenang kan semua olimpiade nya.Sayangnya ia tak ambisius untuk bisa bersosialisasi dengan orang, semenjak luka itu.
Ia hanya ingin mengubah nasibnya itu saja. Pikirnya.
Tok tok tok
"Iya"saut Hanna
Dibukanya pintu kamarnya. Ibu Wati. Pembina pantinya.
"Han ada paket untuk mu" ucap ibu Wati, sembari menyodorkan sebuah paket dengan balutan plastik hitam itu pada Hanna.
Ia merasa tak membeli apapun, dan paket itu?
"Aku tidak beli apa apa bu"ucap Hanna membantah.
"Tapi ini tertulis namamu Han" jelas bu Wati.
Hanna tersenyum, pada wanita tua di hadapannya. Lalu mengambil paket nya.
"Buka saja, siapa tau ada sesuatu"lalu ia pergi.
Hanna menutup pintu. Tanpa basa basi ia membukanya. Dan, Astaga..
KAMU SEDANG MEMBACA
Until I Met You
Teen FictionSampai aku bertemu dengan kamu, Petang begitu indah, fajar begitu damai. Tidak seperti hari hari sebelumnya, begitu rumit dan kelam. Aku percaya kamu adalah titik yang mengawali semua garis panjang ku. Namun kamu datang dan pergi di saat kita tak i...