"Ci lo yakin mau ngelakuin ini?" tanya Nethin.
"Gue yakin seyakin-yakinnya," jawab Cici.
Cici memimpin didepan. Berjalan dengan terburu-buru. Ia tidak peduli dengan orang sekitar yang menatapnya. Emosinya tidak akan pernah ia tahan lagi. Dibelakangnya, teman-temannya berusaha mengejar.
"Bener inikan kelasnya?" tanya Cici.
"Ma-mana gue tau," jawab Mella.
"Gue yakin bener ini," kata Cici.
Didepan kelas terdapat beberapa anak yang sedang mengobrol.
"Mana Dita?" teriak Cici.
"Hah?" mereka memandang Cici dengan cengoh.
Tanpa ba-bi-bu, Cici langsung masuk ke kelas itu.
"Mana Dita?" teriak Cici.
Seisi kelas langsung hening. Memandang Cici dengan bloon. Tentu saja mereka bereaksi seperti itu. Tidak salam tidak apa, tiba-tiba langsung berteriak mencari nama 'Dita'. Sejujurnya teman-teman di belakangnyapun merasa sedikit malu.
"Gue nyari pelakor di kelas ini!" teriak Cici.
Kelas menjadi ramai lagi. Mereka saling berbisik-bisik.
"Lo semua budek ya? Gue bilang mana Dita!" teriak Cici lagi.
"Bet lo warna kuning. Lo adek kelas?" tanya seorang gadis.
"Wah gila. Berani-beraninya adek kelas teriak-teriak dikelas orang. Di kelas kakak kelas lagi."
"Gak ada sopan santunnya sama sekali."
"Gue disini gak ada urusan sama kalian! Gue nyari Dita. Mana yang namanya Dita?" tanya Cici.
Beberapa diantara mereka geram dengan kelakuan Cici. Mereka berjalan kearah Cici. Siap untuk menerkam. Tetapi dihalangi oleh seorang cowok.
"Biar gue aja," katanya.
Anak itu menghampiri Cici. Sementara Cici melotot kepadanya.
"Gak takut matanya copot dek? Hampir keluar tuh," kata Dava.
"Gak, gak takut gue. Mana Dita?"
Cici masih memandang galak ke Dava."Lo udah dikasih tau loh sama temen-temen gue tadi. Masih aja gak ada sopan santunnya. Berani banget ya," ucap Dava.
"Lo semua manusia. Sama-sama makan nasi. Ngapain harus takut?" tanya Cici.
"Seenggaknya lo harus ngerti sopan santun dong? Gak pernah diajarin sama orang tua lo?" tanya Dava.
Cici terlonjak. Dia menarik napas berat.
"Gue nyari Dita," kata Cici penuh penekanan.
"Ada urusan apa lo sama sahabat gue?" tanya Dava.
"Apa? Sahabat lo?" Cici tertawa mengejek. "Sahabatan kok sama pelakor. Miris amat om."
"Heh jaga ucapan lo! Temen gue bukan pelakor!" jawab Dava.
Cici tertawa terbahak bahak. "Lihat deh! Dia gak mau ngaku kalau temannya pelakor. Wah jangan-jangan ada cinta bertepuk sebelah tangan nih."
"Jaga ucapan lo!" bentak Dava.
Membuat seisi sekelas menegang. Kecuali Cici sendiri."Apa lo? Ngajak gelud? Ayo gelud! Gak ada takut-takutnya gue sama lo. Mentang mentang lo cowok, lo pikir gue takut gitu? Gak akan!" tantang Cici.
Kedua tangan Dava mengepal keras. Napasnya tidak teratur. Seisi kelas mulai khawatir. Dava tidak pernah main-main. Pasti dia akan meladeni tantangan Cici. Tidak peduli kalau Cici itu perempuan.
"Ci mending kita balik ke kelas," ucap Melly dari ujung bibirnya. Tangannya meraih tangan Cici.
"Gak! Gak akan! Sebelum gue bertemu yang namanya Dita. Gue akan pergi dari kelas ini," jawab Cici kepada Melly cukup keras. "Ayo! Katanya mau gelud! Pukul gue kalau lo punya nyali. Pengecut!"
Dava sudah mulai melayangkan hantamannya. Tetapi kalah cepat dengan teman-teman lelakinya yang mampu mencegahnya. Sementara anak-anak perempuan memekik ngeri.
"Dav, sadar Dav. Dia cewek Dav," kata salah satu anak yang memegangi Dava.
"Gue gak peduli! Dia yang nantangin gue. Lepasin gue! Biar gue hajar dia sampek bonyok," teriak Dava.
"Halah lo itu emang pengecut. Beraninya sama cewek. Dasar banci!" ejek Cici.
Dava semakin memberontak. Sampai semua teman cowoknya membantu memegangi Dava.
Ia mengumpat kata-kata kasar."Mau lo apa? Lo yang minta dihajar, saat gue mau hajar lo bilang gue pengecut? Beraninya sama cewek doang?" teriak Dava.
"Karena cewek emang selalu bener," kata salah satu teman cowoknya.
"Ci mending kita pergi dari sini Ci," ajak Melly.
"Iya Ci, ayo!" Mella dan Nethin ikut menarik tangan Cici. Cici menghempaskan tangan mereka.
"Gue udah bilang gue gak mau pergi sebelum ketemu pelakor itu!" ucap Cici. Ia menatap acara ricuh didepannya. "Lihat deh! Pemandangan yang lucu ini. Dia kayak orang kesurupan tau."
Cici merasa apa yang didepannya lucu. Melihat Dava yang sedang memberontak supaya bisa meninjunya. Otot-ototnya keluar. Jakunnya bergerak naik turun. Berteriak-teriak. Sedangkan teman-temannya memegangi ia dengan erat. Juga berteriak agar Dava sadar. Benar-benar mirip menenangkan orang kesurupan. Cici menahan untuk tidak tertawa.
"Ada apa ini?" tanya seorang gadis yang baru saja masuk ke kelas.
Suasana menjadi hening. Dava dan teman-temannya berhenti berteriak.
"Ini yang namanya Dita kan?" tunjuk Cici. "Iya bener, ini cewek yang ada di foto itu."
"Lo siapa?" tanya Dita.
"Gak perlu tau gue siapa. Gue mau lo jauhin Rossy!" ucap Cici.
"Hah apa? Jauhin Rossy? Emang lo siapa ngatur-ngatur hubungan asmara gue?" tanya Dita.
"Hubungan asmara mata lo!" Cici mengumpat jadi-jadian. "Gue pacarnya Rossy!"
"Apa pacar? Pacar yang mana? Gue pacarnya Rossy," ucap Dita.
"Lo itu cuma pelakor! Dasar cewek murahan!"
"Heh jaga ucapan lo ya. Lo Cici kan? Mantannya Rossy? Rossy sendiri yang bilang sama gue kalau kalian udah putus. Jadi mana mungkin gue itu pelakor kalau lo udah putus sama dia?" cerocos Dita.
"Gue putus sama dia dua hari yang lalu. Dan lo jadian sama dia seminggu yang lalu. Itu bukti kalau lo pelakor!" sarkas Cici.
"Bagus dong. Artinya Rossy lebih milih gue. Guekan lebih cantik dan sexi daripada lo. Wajarlah kalau Rossy milih gue ketimbang lo dekil kurus kering lagi," ejek Dita
"Halah lo tuh montok karena efek gak perawan!" semua anak melebarkan mulutnya. Membentuk huruf O. "Gue tau kali mana yang perawan dan mana yang enggak. Udah pelakor masih ngaku sok suci lagi."
"Mulut lo lemes ya,"
Tak perlu lama-lama lagi. Dita menjambak rambut Cici. Cici pun melakukan hal yang sama. Mereka saling jambak menjambak. Pukul memukul. Cakar mencakar. Teman-teman Dita dan Cici berusaha memisahkan. Tetapi tak berhasil juga. Hingga seorang guru datang dan memisahkan mereka.
"Heh heh heh, ada apa ini? Kalian berdua ikut saya ke BK!"
Seandainya kejadian hari itu tak pernah terjadi. Seandainya Cici tak pernah melakukannya. Seandainya Cici tidak pernah bertemu dengannya. Semua takdir selanjutnya tak akan pernah ada. Semua ini memang salah Cici seorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBATAS GARIS MERAH
Teen FictionJika benang merah tidak lagi berfungsi mentakdirkan cinta. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi setelahnya. Benang itu terputus, atau akan menjadi garis lurus. Berbeda namun memiliki arti sama. Tidak dapat bersatu. ...