Kereta Mataram

26 1 0
                                    

  "ding dung ding ding ding ... "

"Kereta mataram dengan tujuan akhir Stasiun Balapan Solo telah tersedia pada jalur satu, bagi penumpang kereta mataram untuk mempersiapkan diri"

Berdiri pria muda dengan setelan rapi memakai sepatu mengkilat warna hitam, terlihat kaku saat dia menyapa kepada orang-orang yang datang menghampirinya.. "Selamat datang, bisa di bantu dengan tiket kereta apinya buk ?" pria dengan setelan rapi dan rambut belah ke kanan itu menawarkan setiap bantuan pada orang yang terlihat kebingunan.

"Kereta bisnis 1 dimana ya ?" tanya salah satu penumpang yang tampak kebingunan itu.

"Paling depan ibuk, ibuk lurus saja ke arah kiri."

"Terimakasih mas"

Menatap lambat-lambat jam gantung yang tepat berada di sisi atas aku duduk di ruang tunggu penumpang bagian dalam menunjukkan jam 9 kurang 10 menit. Sesekali memerhatikan laki-kali yang terus-menerus mengucapkan selamat datang pada setiap penumpang itu. Sesekali lelaki itu memelintirkan mata kakinya yang kaku akibat berdiri terus menerus.

"Penumpang kereta mataram dengan tujuan akhir Stasiun Balapan Solo diharapkan untuk bersiap, karena kereta akan berangkat pada pukul 9 lebih 5 menit". Pengumuman tersebut membuatku beranjak pada bangku tersebut. Kusiapkan tiket untuk melihat dimana aku duduk, 14B pada gerbong bisnis 3, kiri dan kanan aku lirik mencarinya, sedikit khawatir karena nomor kursiku adalah 14 karena biasanya antara angka 14 sampai 16 selalu berhadapan. Ternyata sudah ada yang lebih dulu menunggu di samping kursi tempat aku akan menghabiskan 9 jam perjalanan ini.

"Permisi mas" ucapku saat menaikkan ransel ke tempat penyimpanan. Pria yang sedang duduk dan melihat youtube itu menganggukkan kepalanya dan menyapa balik. Dari pintu belakang terdengar suara anak kecil sekitar berumur 3 sampai 4 tahun, menunggu orang tuanya menaruh barang-barang pada kursi dan tempat penyimpanan anak kecil yang tadinya di gendong oleh ayahnya berlarian ke depan dan ke belakang tanpa tahu dia bisa saja terluka, yang benar saja tidak menunggu lama dia sepertinya akan menemukan teman untuk bermain kejar-kejaran setelah ada anak laki-laki lain yang sebaya baru datang. Tanpa peluit panjang di bunyikan merekan berlarian hingga bertabrakan, tak heran masing-masing orang tua mereka mencoba menghentikannya agar tidak ada yang terluka tapi bagiku yang melihatnya hanya sebagai hiburan melihat anak kecil yang tertawa.

"disini ndok ?", bapak – bapak paruh baya yang bekerja sebagai porter di stasiun terlihat sedang mengangkan koper dan membawa satu ransel di tangannya di temani wanita yang sepertinya menyewa porter tersebut.

"iya, terimakasih pak" sahut wanita itu.

"ini pak" sambil menyodorkan uang untuk bapak tersebut, tanpa menghitung bapak itu pergi melewati pintu belakang tanpa mengecek apakah uang yang di terimanya pas atau kurang.

"kurang 10 ribu ndok" bapak itu kembali saat tahu ternyata uang yang di terima kurang. Wanita itu mencari uang 10 ribu kembali di dalam dompetnya, karena tidak ada uang pecahan kecil temannya pun ikut mencari pundi-pundi recehnya yang mungkin ada pecahan 10 ribu.

Perjalanan yang memakan waktu berjam-jam akan memiliki pengalaman berbeda jika kita berkendara menggunakan kendaraan umum, apalagi kereta api selalu saja ada yang akan kita ceritakan ketika sesampainya di stasiun tujuan. Memiliki teman sebangku yang sering mengajak berbicara adalah yang paling menarik, berbagi cerita dan mungkin pengalaman, tapi tak kalah menarik jika kita mau sedikit berjalan-jalan ke dapur keteta yang biasanya terletak pada gerbang tengah kereta. Lelah dan semangatnya para pramugara dan pramugari akan kita dapatkan disana yang bahkan pada tengah malam mungkin begitulah mereka melepas lelahnya.

Terdengar suara pramugari yang menawarkan makanan ringan dan pramugara yang mendorong kereta kecil kusebutnya. Membawa kenyang ketika cacing pada berteriak meminta makan tengah malam dan akhirnya ku sambut untuk membeli satu botol air meneral untuk menemani roti yang aku beli tepat sebelum naik kereta. Penumpang semakin terlelap mengikuti malam yang kian habis, badan yang sakit karena dipakai tidur sambil duduk tegap membuat tulang rusuk berdecit sekali-kali. Tak heran wanita muda yang duduk di sebelahku terbangun dan sesekali membenarkan posisi badannya agar tidak terjatuh. Tersenyum tipis aku di buat tingkahnya yang sesekali melihat badannya merosot dan seperti kucing kecil terjebak dalam kardus saat bermain. Aku palingkan cepat-cepat wajahku saat dia tahu aku tertawa melihatnya.

Kereta berhenti sejenak di stasiun besar purwokerto, udara dingin kian terasa saat gunung selamat menyambut di kota ini, gunung tertinggi di Provinsi Jawa Tengah yang belum sempat aku jajaki di masa kuliahku, sungguh perasaan yang kurang puas jika belum pernah kesana. Konon gunung tersebut adalah pusat jawa yang mana jika gunung yang masih aktif itu meletus akan membelah jawa menjadi dua bagian.

Kucuri sedikit-sedikit pandangan wanita muda itu, tapi tak berani ku ajak untuk berkenalan karena bingung mengawalinya bagaimana, apakah ku tanya, "punggungmu apa tidak sakit, tidurmu seperti itu?" entahlah memikirkan itu membuatku canggung sendiri di buat oleh khayalanku itu. Sesekali wanita itu tertawa dengan temannya, entah gara-gara aku ketahuan sering melihatnya atau hal lain, aku tidak mendengar dengan baik karena memakai headset di kepalaku bersama lirik-lirik iksan skuter yang bercerita soal bapak.

Fajar datang dari arah jogja membawa hangatnya istimewa kotanya, keramaian jalanan terlihat di palang saat kendaraan berjejeran menunggu kereta lewat. Perjalanan menyisakan 1 jam untuk ku pakai memandang wanita di sebelahku tanpa berucap.  

Kereta MataramWhere stories live. Discover now