Part 1

68 3 5
                                    





Aku Risya Anindya Putri tidak ada hal yang istimewa dariku namun semua menjadi berbeda saat aku mengukir kisah cintaku, kisah cinta yang tidak pernah ada jawabnya, kisah dimana takdir tidak memihak kepada Kami dan hanya sebuah kenangan dan ceritalah yang menjadi saksi.

"Risya," ucap Arka sambil memegang bahuku.

Aku yang sedang berlutut di makam Sigit sambil memegang batu nisannya,  airmataku mengalir membasahi pipi.

"Mari kita pulang!" lanjut Arka sambil berlutut disampingku.

Sebulan sudah Sigit pergi meninggalkan kami semua, kini Sigit sudah tenang dialam sana.

Masih teringat jelas bagaimana Sigit pergi meninggalkanku. Aku tidak menyangka bahwa hari itu akan menjadi hari terakhir untuk aku bersamanya. Mungkin Gunung itu akan menjadi kenangan indah untukku.

Tepat hari ini aku dan Arka akan melangsungkan pernikahan. Sebelum akad nikah dimulai aku meminta Arka untuk mengantarku berziarah kemakam Sigit. Aku ingin bercerita kepadanya bahwa hari ini aku akan menjadi seorang istri, akan ada pria yang harus aku rawat, akan ada pria yang akan melindungiku. Tetapi Sigit kau harus ingat satu hal tidak akan ada pria yang bisa menggantikanmu di hatiku. Karena separuh hatiku hanya untukmu dan milikmu. Aku bisa mencintai Arka namun tak sebesar cintaku padamu. Aku bisa menyayangi Arka namun tidak sebesar cintaku padamu.

"Iya Arka. " Aku menoleh kearah Arka, Arka langsung menghapus airmataku.

"Sigit, do'akan kami agar menjadi keluarga yang Sakinah Mawadah warahmah, aku tidak akan pernah lupa untuk mengunjungimu, mungkin esok aku akan kembali lagi kesini untuk membawakanmu setangkai bunga lily kesukaanmu," ucapku sambil mencium batu nisan Sigit.

Akhirnya kami kembali kepanti. Aku akan melangsungkan pernikahan di panti secara sederhana.

Sudah terlihat anak – anak panti yang cantik dan tampan menyambutku, terlihat juga Orang Tuaku, Orang Tua Arka, Orang Tua Sigit, Pak Agung, Bu Risma, serta teman – temanku yang sudah hadir serta beberapa warga desa yang menjadi tamu undangan.

"Risya cantik sekali Kamu," ucap Via yang menghampiriku turun dari mobil.

Dengan kebaya putih yang aku kenakan dihiasi make up flawlash serta sanggul yang menempel dirambutku aku terlihat bagai putri dari kraton Sunda. Semua orang menatap wajahku dengan penuh bahagia.

Aku tidak yakin bahwa hari ini aku akan melepas lajangku. Terlebih Arka memberitahuku bahwa semua ini telah direncanakan oleh Sigit.

Arka menceritakan semuanya kepadaku bahwa Sigit lah yang meminta Arka untuk menikahiku segera

Flashback

Malam itu Sigit menelepon Arka.

"Hallo... ada apa,  Git?" ucap Arka di telepon saat Sigit menghubunginya.

"Arka, aku ingin meminta tolong kepada mu," ucap Sigit dengan suara putus asa. Dari suaranya terlihat Sigit sangat sedih sekali.

"Ada apa? Apa Kau baik – baik saja?" ucap Arka penuh khawatir.

"Aku baik– baik saja Arka, aku hanya ingin memintamu untuk segera menikahi Risya," ucap Sigit tersedu – sedu.

"Hah menikahi Risya? Tidak Sigit, aku tidak bisa menikahinya secepat itu," ucap Arka dengan sangat terkejut. Didalam benak Arka masih penuh tanya, mengapa Sigit memintanya segera menikahi Risya. Ada apa?

"Kau akan menikahinya atau aku yang akan menikahinya," ucap Sigit dengan nada tinggi seperti mengancam.

"Jika kalian saling mencintai aku rela, asal Risya bisa kau bahagiakan," ucap Arka tak terasa airmatanya pun mengalir dipipinya.

"Kau bodoh Arka, kau sangat bodoh bagaimana bisa merelakan orang yang kau cintai," ucap Sigit dengan penuh emosi.

"Lantas aku harus memaksanya menikah denganku sedangkan dia sangat mencintaimu. Apa kau tega melihatnya tidak bahagia," Arka mengepalkan kedua tangannya sebenarnya sungguh sakit dia harus mengatakan kata – kata itu lagi pula siapa yang sepenuhnya rela jika orang yang dicintai harus bersama orang lain.

"Aku yakin dia akan bahagia bersama kamu , Arka aku titip Risya kepadamu, kau tahu umurku sudah tidak akan lama lagi. Penyakit ini terlalu cepat menggerogoti tubuhku, jadi aku mohon untuk kali ini saja namun, jangan beritahu Risya tentang masalah ini sampai tiba waktu yang tepat. Berjanjilah padaku Arka." Sigit langung menutup teleponnya sebelum Arka berbicara lagi dan Akhirnya Arka menyetujui keinginan Sigit demi janjinya sebagai seorang pria.

Malam itu sebelum Arka bercerita tentang semuanya, aku menolak untuk menikah karena aku pikir itu bukan waktu yang tepat, kita semua masih berkabung bagaimana bisa Arka akan mengadakan pesta. Tetapi setelah Arka menceritakan semuanya aku menyetujuinya.

"Saya terima nikahnya Risya Anindya Putri binti Bapak Agung Riyanto dengan mas kawin lima puluh gram emas dan seperangkat alat sholat di bayar tunai," ucap Arka dengan lantang dan tidak ada kesalahan sedikitpun.

"SAH.. SAH.. SAH... amin ya rabalalamin." Setelah ijab Kabul itu kami berdoa bersama, semoga ini keputusan terbaik untuk kita.

Tidak ada pesta besar yang akan kami buat hanya sebuah syukuran kecil untuk para tamu undangan.

Semua terlihat bahagia, semoga saja kau ikut bahagia juga di alam sana Sigit. Meski aku telah menjadi istri dari orang lain tetapi ingatlah separuh hatiku masih milikmu, aku akan terus selalu mengirim doa untukmu dan doa kan kami disini.

Saat Cinta Tak Harus Memiliki ( Sigit Diary's)Where stories live. Discover now