Malam ini sungguh sangat melelahkan, aku melepaskan semua make up yang ada di wajahku sambil duduk di hadapan sebuah cermin besar. Aku masih tidak percaya bahwa kini sudah menjadi Nyonya Arka Ardiyansah Rachmadi rasanya semua ini seperti mimpi.
Arka datang menghampiriku dan memelukku dari belakang, "ada yang ingin aku berikan kepadamu," bisiknya sambil memberikan sebuah diary book binder kulit berwarna coklat yang sudah usam.
"Apa ini Arka?" tanyaku heran saat Arka memberikan buku itu, aku menatap wajahnya namun, Arka hanya tersenyum.
Arka berjalan dan duduk di tepi ranjang. Aku menghampirinya dan duduk disampingnya.
"Ini milikmu?" Aku memegang tangan Arka.
"Bukan, itu milik Sigit, kau akan menemukan jawaban atas semua pertaanyaanmu selama ini," ucapnya sambil tersenyum dan membelai halus rambutku, "aku tahu betapa banyak hal yang ingin kau tanyakan kepada Sigit, dan betapa banyak hal yang belum Sigit sampaikan kepadamu. Kadang aku merasa sebagai penghalang kalian saat ini. Jika kau ingin membacanya bacalah buku ini dia titipkan sebelum kalian pergi ke mendaki saat itu."
Seketika airmataku mengalir membasahi pipiku.
"Besok saja aku membacanya, dengar Arka kau bukan penghalang, biarlah semua ini hanya menjadi kenangan di hatiku jangan pernah berpikir tentang hal itu." Aku memeluk Arka dan bersandar di bahunya.
Ingin aku membaca buku itu saat ini, namu itu bukan waktu yang tepat, malam ini aku sudah menjadi pendamping hidup Arka jadi harus membahagiakannya.
****
Setelah aku melakukan kewajibanku sebagai seorang istri dan kini Arka tertidur pulas di dalam pelukanku. Perlahan aku selimuti tubuhnya agar dia tidak merasa dingin, aku lepaskan tubuhku darinya secara perlahan. Aku segera membersihkan tubuhku dan kembali kekamar untuk berganti pakaian mengenakan baju tidur pemberian Arka.
Aku kembali duduk di kursi kerjaku sambil memegang buku diary yang Arka berikan tadi. Aku urai tali yang mengikat buku itu secara perlahan, aroma buku yang khas menguar dari setiap lembaran yang aku buka seperti menandakan bahwa buku ini sudah lama tidak tersentuh, aku buka lembar pertama bertuliskan nama SIGIT. Setiap melihat tulisan ini aku teringat kembali kejadian hari itu saat Sigit tidur di pangkuanku untuk yang terakhirkalinya. Rasanya sakit sekali hatiku mengingat kejadian itu, aku tidak menyangka bahwa Sigit akan tidur selamanya di pangkuanku.
Aku buka lagi lembaran berikutnya masih terlihat tulisan Sigit, airmataku selalu saja mengalir di pipiku. Aku tidak bisa menahannya saat membaca isi dari tulisannya. Dia menuliskan tentang kisah hidupnya dan aku. Tentang semua yang kita alami saat masa putih abu-abu, semua yang kita alami saat pertmuan kita pertama kali, Sigit menceritakan semuanya dengan jelas tertuang di buku itu.
Jakarta, 23 Juli 2005.
Gadis itu bernama Risya, gadis yang aku temui saat pertama kali menginjakkan kaki di gedung sekolah baru, kini celana biruku akan berganti menjadi abu dan logo OSIS akan berganti menjadi coklat. Hari ini aku menuju gerbang remajaku dimana kata orang kita akan menemukan hati kita di masa ini.
Benar baru saja aku berlari masuk ke gerbang itu karena terlambat, aku menabrak seorang bidadari dengan mata yang indah bagai bola pimpong, aku tidak sengaja menabraknya hingga dia terjatuh, suaranya terdengar sangat merdu saat dia merintih kesakitan. Jantungku mengapa berdebar sangat cepat sekali sampai tubuhku kaku dan tidak bisa menghampirinya.
Ya Tuhan ada apa dengan tubuhku ini, apa mungkin aku terkena syndrom jatuh cinta apa yang orang lain sering sebut. Akh aku bodoh saat itu malah berlari meninggalkannya, lelaki macam apa aku ini. Aku berjanji akan mengganti kebodohanku ini selamanya selama dia ada di dekatku.
Hari itu aku ingin tahu siapa namanya, tetapi hanya melihat tulisan KOALA terpasang di dadanya. Sampai pada akhirnya aku mendengar seseorang yang mengenalnya menyebut namanya. RISYA nama yang indah untuk wanita seindah dia.
"Woy bro jangan melamun," ucap seorang anggota OSIS bertuliskan nama Bima di name tag-nya. Ucapan Bima menyadarkanku dari pandanganku terhadap Risya, Risya saat itu di bawa oleh Bayu sang ketua OSIS ke UKS untuk mendapat perawatan.
Kaki Risya terkilir karena kecerobohanku, aku sangat merasa bersalah sekali saat itu. Saat jam istirahat diam-diam aku mengintipnya di UKS, dia sedang tertidur pulas, matanya tertutup membuat ketenangan saat melihat wajahnya. Andai saja bisa membelai wajahnya saat itu, aku hanya bisa menyentuh kaca yang menghalangi pandangan kami.
"Kamu sedang apa?" tanya seorang wanita berhijab putih memegang bahuku.
"Tidak Kak, hanya lagi bercermin saja," jawabku mencari alasan agar dia tidak curiga.
Aku segera berlari dan meninggalkan UKS, akh bodoh mengapa aku tidak berterus terang saja bahwa ingin menjenguk Risya karena telah membuat kakinya terkilir dan akan meminta maaf. Sungguh aku pria yang sangat bodoh.
Kegiatan Masa Orientasi Peserta Didik hari pertama sudah selesai, sekolah sudah di bubarkan. Aku melihat Risya pulang di bonceng oleh Bayu dengan motornya. Sedikitpun Risya tidak menoleh kearahku.
"Kanapa Git?" Bang Widi menepuk bahuku, hari pertama ini aku tidak di perbolehkan membawa sepeda motor dan Akhirnya Bang Widi kakakku mengantar dan menjemputku.
"Tidak Bang." Aku segera mengalihkan pandanganku dan menggaruk kepala walau tidak merasa gatal.
"Aku tahu, kamu memperhatikan wanita yang tadi lewatkan," ledek Bang Widi sambil menyenggol tubuhku dan menggodaku.
"Siapa, wanita mana? Apalah wanita tidak ada dalam pikiranku saat ini." Aku langsung menyalakan motor dan melajukannya menuju rumah.
Hari kedua masa MOPD namun tidak nampak Risya datang kesekolah, mungkinkah dia sakit karena ulahku kemarin. Rasanya ingin sekali aku menemuinya dan meminta maaf tetapi aku tidak tahu dimana rumahnya.
Hingga pada akhirnya takdir memihakku di saat hari terakhir MOPD. Sore ini kami berkumpul di lapangan sekolah untuk mengadakan acara penutupan pelantikan dan besok kami akan resmi menjadi Siswa dan Siswi SMU PERTIWI.
"OK semuanya saya akan membagi kalian menjadi beberapa kelompok, dan masing – masing kelompok terdiri dari lima (5) orang," ucap Bayu sambil melihat catatan yang sudah dipegangnya.
"Jadi setiap kelompok akan di pimpin oleh satu anggota OSIS," ucap Arka sambil berjalan memutari kami perlahan.
"Apa kalian paham!" Teriak Arka kembali
" Paham Kak!" ujar Kami semua
"OK untuk kelompok kami yang akan membaginya, disini sudah ada nama anggota OSIS jadi kalian akan mengambilnya secara acak. Dan yang kalian ambil itu adalah pemimpin kelompok kalian." Melda dengan tegas memberikan arahan kepada kami.
Kak Putri memberikan potongan kertas yang sudah dilipat agar kami mengambilnya satu persatu, itu adalah kertas yang bertuliskan nama anggota OSIS. Masing–masing nama di buat lima sesuai jumlah orang perkelompok.
"Semua sudah memegang kertasnya?" ujar Bayu dengan mengunakan pengeras suara.
"Sudah Kak," jawab kami bersama.
"Silahkan kalian buka, dalam hitungan lima kalian harus berdiri di belakang nama yang tertera." Kemudian Bayu memberikan arahan.
Dalam hati aku sangat berharap bisa satu kelompok bersamanya, jika memang Tuhan akan menjodohkanku dengannya maka hari ini aku akan satu kelompok bersamanya itu doaku dalam hati. Ternyata Tuhan benar-benar mendengar doaku, aku dan Risya satu kelompok namun, ada hal yang tidak aku suka karena kelompok kami di pimpin oleh Arka yang tidak lain adalah wakil ketua OSIS. Aku sempat mendengar kabar burung bahwa Risya memiliki hati kepadanya. Ya sudahlah Arka memang sangat tampan bukan hanya Risya saja yang menyukainya selagi tidak ada status dalam hubungan mereka itu tidak masalah.
YOU ARE READING
Saat Cinta Tak Harus Memiliki ( Sigit Diary's)
RomanceApa Kamu percaya dengan Cinta sejati yang akan menemukan jalannya sendiri? Apa Kamu percaya dengan Cinta pertama yang tidak akan pernah dimiliki? Risya percaya akan dua hal itu, mencintai seseorang dan menyimpannya diam-diam hingga bertahun-tahun la...