Tiga

8 1 0
                                    

Zikran tak berhenti tersenyum sejak semalam setelah pertemuannya dengan Ayu. Seperti saat ini ketika di kantor, ia bahkan menyapa para staff-nya saat tiba di kantor, semuanya menatapnya heran dan adapun yang senang karena mereka tahu Zikran adalah sosok yang pendiam, bahkan ketika disapa oleh orang orang kantor ia hanya membalas dengan senyuman tanpa sepatah kata. Bukankah itu menabjukan bagi seorang Zikran?

Seperti biasa, Zikran berada di ruangannya tengah bergulat dengan pekerjaannya. Sepertinya pekerjaannya hari ini banyak karena ia menerima beberapa email yang harus ia selesaikan hari ini.

"Pak, hari ini kita ada meeting di luar kantor dengan Pak Andriawan," kata Arumi yang kini berada di ruangan Zikran.

"Baiklah, jam empat kan? di @cafe? tanya Zikran memastikan sambil fokus dengan layar laptopnya.

"Iya, Pak." Arumi mengangguk pasti. Adrian yang mendengarkan pun mengangguk kecil dan Arumi pun pamit keluar balik ke ruangannya.

Sementara di posisi lain, Ayu dan Ibunya tengah memasak di dapur, Ayu memotong sayur kangkung sedangkan Ibunya mengiris cabai, bawang merah dan putih.

"Nduk, gimana semalam?" tanya Ibunya yang hampir selesai mengiris bahan.

"Apanya gimana, Bu?" Ayu berbalik bertanya, pura-pura tidak paham dengan pertanyaan ibunya. Padahal ia tengah menyembunyikan rona merah di pipinya.

"Kamu sama Zikran, lancar-lancar aja kan? Semalam ibu tidak sempat bertanya sama kamu, soalnya kamu sudah tidur."

"I-iya, Bu."

"Iya apa, nduk?"

"Ya ... lancar, b-bu."

"Kamu kenapa jadi terbata-bata gitu jawabnya?"

Deg.

Ayu terdiam sambil menahan rasa gugupnya, andai saja ibunya tahu jika jantungnya saat ini seperti mau meledak karena pertanyaan ibunya.

"Ayu ...," panggil sang ibu menepuk bahu Ayu perlahan merasa tidak dierespon.

"Ah, iya, Bu." Ayu terbelalak sambil memegang dadanya karena terkejut oleh ibunya.

"Kamu kenapa, nduk?" tanya ibunya merasa cemas.

"Tidak apa-apa kok, Bu. Aku baik-baik saja."

"Yasudah, lanjut gih motong sayurnya. Ibu mau goreng ikan dulu."

"Iya, Bu."

Ayu bernapas lega karena ibunya tidak melanjutkan pertanyaannya padanya, Ayu pun menggeleng pelan dan kembali melanjutkan aktivitasnya.

Sore pun telah tiba, Ayu kini berjalan menuju kafe setelah dari membeli beberap novel di toko buku. Ia suka membaca novel dikala waktu senggang.

"Mau pesan apa, Mba?" tanya pelayan kafe tersebut sambil membawa notebook kecil di tangannya.

"Cofee late saja, Mba." Ayu bersahut sambil tersenyum lembut. Pelayan pun mencatatnya dan berlalu pergi untuk membuatkan pesanannya.

"Haus banget ...." Ayu bergumam sambil memainkan ponselnya.

Selang berapa menit pun pesanan Ayu pun tiba, ia langsung meminumnya, tetapi tak lupa ia mengucapkan bismillah dahulu sebelum meneguknya.

"Alhamdulillah, lega ...." Ayu bergumam karena rasa hausnya pun hilang. Ia pun mengambil satu novel yang tadi ia beli kemudian membukanya lalu membacanya.

"Ayu ...?" Sosok pria tinggi datang menghampiri Ayu di tempat duduknya.

"Kamu ...." Ayu tersenyum dan menyimpan novelnya di atas meja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta yang LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang