[15] Menunggu dan menanti

69 13 4
                                    

Nyatanya menanti dan menunggu itu beda

🌺🌺🌺

Kini dua orang gadis tengah bertatap muka tepat di belakang gudang sekolah. Keduanya masing-masing mengepalkan tangan. Entah apa yang terjadi di sana. Tapi, seperti ada kalimat-kalimat yang akan mereka rencanakan. Dan sekarang mereka malah bercekcok merebutkan siapa yang menyakiti duluan.

"Kan uda gue bilang, deketin si jalang itu dulu. Bodoh banget sih!" hardik gadis berambut sebahu.

"Jangan goblok! Gue deketin dia biar apa? Ketauan? Jangan pe'a deh!" balas gadis berambut currly tak mau kalah.

Sedangkan gadis berambut sebahu berdecak malas dan mulai memikirkan cara yang bakal bisa terjadi. Satu senyum terbit di bibirnya. "Gue tau!"

"Apa?"

"Sini!" gadis berambut sebahu mulai membisikan sesuatu di telinga berambut currly. Keduanya tersenyum puas setelah itu.

🌺🌺🌺

Setelah diantar Risu pulang, Gia langsung masuk ke dalam kamarnya dengan menghiraukan teriakan Riana yang menyuruhnya makan. Ia rebahkan tubuhnya di atas kasur tanpa melepas sepatunya. Entah mengapa ia merasa hari ini sungguh melelahkan. Ditatap langit-langit kamarnya dengan tangan sebagai penyanggah kepala. Dan mengapa sekarang ia malah menjadi kepikiran kata-kata temannya tentang hubungan dengan Risu. Sebenernya, Gia sudah meletak hati kepada Risu, tapi entah mengapa juga ia belum yakin dengan rasanya sendiri.

Tuk!

Gia tersentak. Kaca jendelanya berbunyi. Seperti ada yang mengetuk. Cepat-cepat ia bangkit. Matanya membulat sempurna ketika menemukan Risu yang sudah berdiri di depan jendela kamarnya seraya memegang dua plastik berisi makanan.

Gia membuka jendela kamarnya. Dan beruntungnya jendelanya tak ditralis jadi siapa pun bisa keluar masuk dari jendela terutama dirinya.

"Lu ngapain ke sini? Gue juga punya pintu di depan," tanya Gia. Risu hanya terkekeh. Tanpa se-izin Gia, Risu malah masuk ke dalam kamar gadis itu. Gia membelalak.

"Siapa yang ngizini, Ucup!" teriak Gia. Tanpa ia sadari pintu kamarnya sudah terbuka menampilkan Riana yang membulatkan matanya.

"YaAllah," kata Riana.

Risu kaget bukan main. Tanpa berdosa, ia hanya menyengir dan berucap, "Eh Tante. Maaf, Tan. Masuknya lewat jendela. Tadi saya mau ngasi makan nih anak kucing. Saya tadi dengar Tante teriak-teriak nyuruh Gia makan, eh Gia malah nyelonong masuk," jelas Risu. Bukannya marah, Riana malah tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Gia yang melihat Mamahnya seperti itu pun kaget. Tak biasanya Mamahnya selega ini ketika ada yang masuk sembarangan ke kamarnya lewat jendela pula. Dulu pernah, kamar Gia dimasukin teman cowoknya hanya untuk memberi sate. Karena ketahuan Riana, Riana malah marah kepada anak cowok itu dan juga Gia. Tapi sekarang lihatlah. Mamahnya tersenyum.

"Gapapa. Mau pake piring nggak? Biar Tante ambilin," ucap Riana menawarkan.

"Nggak usah, Tan. Gini aja." Riana mengangguk.

"Mamah nggak marah?" tanya Gia heran. Riana hanya menggeleng dan meninggalkan mereka berdua.

"Aneh," gumam Gia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What if We are [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang