Petal 1

27 2 0
                                    

Harus kuakui, dunia berjalan seperti biasanya bagiku. Ya, mungkin beberapa kejadian membuatku tersadar dunia tak selalu sama, tetapi setidaknya, aku menemukan rasa nyaman di setiap kesamaan itu. Jauh di lubuk hati, aku menginginkan kebebasan, tetapi apa daya, aku hanya bunga di halaman belakang.

-

"Jangan berbohong padaku, Tuan! Sesungguhnya aku tak mudah dibohongi."

Seorang gadis muda berambut coklat meneriaki pemuda yang berdiri sejajar di depannya itu. Pemuda itu berpostur lebih tinggi, membuat gadis itu terlihat bagai anak kecil. Gadis itu menanamkan tatapan tajam sambil mendongak ke arah wajah pemuda itu. Si pemuda hanya dapat terdiam melihatnya, wajahnya mulai kalut tak terima.

"Kau tau apa tentang diriku, Nona? Sesungguhnya aku lebih jujur darimu, Nyonya pendusta."

Sang pemuda terusik. Ia membalikkan badan, menyilangkan tangannya di depan dada berlapis jubah putih keemasannya itu. Sang gadis hanya mampu terdiam, menutup mulutnya rapat-rapat. Tatapan sinisnya mulai melunak mendengar teriakan balik dari pemuda di depannya itu.

"Kau tak layak berada di sini lagi, Nona Muda. Sekarang, pergilah!"

Pemuda itu berbalik dan menatap sang gadis, mengisyaratkan dirinya untuk segera pergi dari hadapannya. Suara pemuda itu menggema di seluruh ruangan. Sang gadis masih membeku, tersihir oleh tatapan tajam dari si pemuda.

"Ta-tapi, Tuan.."

Gadis itu tergagap, tercekat, kata-kata tak mampu keluar lagi dari mulutnya. Ia hanya bisa terpaku di atas lantai kayu. Wajahnya memelas, mengharapkan belas kasihan dari tuannya itu.

"Aku tak mau tahu, pergi dari sini, sekarang juga!"

Pemuda itu kembali berbalik badan, melangkah meninggalkan sang Nona. Si gadis terjatuh pada kedua lututnya, ia hanya bisa menyesali perbuatannya. Setelah sekian lama ia menanam kedustaan, rencananya yang sudah ia pikirkan matang-matang, akhirnya perbuatannya itu tercium dan terkuak oleh tuannya itu. Kini ia menangis, menyesali semua yang sudah terlambat dan tak bisa terulang kembali. Lututnya jatuh di atas lantai kayu coklat yang berdecit pelan.

"Daaan, cut!" ucap seorang wanita berkerudung biru gelap berusia 20-an, diikuti suara *klik* kecil dari arahnya.

"Yeay, selamat untuk kita! Woohoo!" Wanita itu bertepuk tangan dengan sangat gembira, seakan-akan memenangkan grand prize mobil mewah dari undian lotre.

Wanita itu mengambil mikrofon dan berteriak ke arah panggung besar yang sudah tertutup dengan tirai merah raksasa.

"Kerja bagus, Rin, Raihan. Jangan lupa nanti sore ke kantor saya ya," tutur wanita itu masih dengan antusiasmenya yang seakan tidak pernah luntur.

(Di balik layar)

Dua orang siswa SMA kelas dua belas sedang berjalan menuruni tangga panggung menuju ke tempat rias. Terpampang jelas wajah puas dan lega mereka, dengan senyuman yang terus mengembang.

"Duh, kelar juga, capek banget si ya," tutur Raihan dengan tangan di kedua saku celananya, melirik ke arah Rin yang ada di sampingnya itu.

"Huh, iya capek, pengen rebahan aja jadinya," ucap Rin terkikik.

Raihan berceloteh kecil diikuti tawa khasnya itu, "Rebahan mulu lo mah, ga kaya temen lu yang satu lagi tuh."

Backyard Flowers (Edisi Revisi + New Chap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang