Chapter 1

4 0 0
                                    

Di kala senin sore itu, seorang pemuda berkuda besi hitam berhenti di depan sebuah supermarket untuk membeli sesuatu.
Pemuda dengan segala ketampanannya, dengan segala kesederhanaannya, pemuda dengan segala kemurahan hatinya, pemuda dengan segala keramannya. Mampu untuk membuat seluruh pengunjung didalam supermarket tersebut menjadikannya pusat perhatian.
"Eh, Ji. Jadi pusat lagi nih elo, sering-sering kesini biar para pelanggan jadi nambah"
Ucap salah satu karyawan yang mengenal pemuda tersebut.
"Kalo perlu tinggal disini aja, biar para pelanggan begitu tiba langsung disuguhi sama wajah sama senyum-mu yang kaya gula jawa kualitas super gitu, ji" timpal karyawan wanita yang berada di sebelahnya.
Seulas senyum ramah yang diberi pemuda itu untuk menanggapi pujian dari para karyawan yang sudah mengenalnya.
"Aji-Aji. Jangan senyum-senyum aja!!! Nanti bibirmu digigit semut loh" Ucap karyawan wanita itu lagi.
Ya... Nama pemuda tanpan tersebut adalah 'Rangga Aji Pamungkas' seorang pemuda tampan dengan kekayaannya tetapi menutupinya dengan segala kesederhanaan yang dimiliki olehnya.
"Lhah. Mbak Irene ada-ada aja. Nanti kalau saya nggak senyum dibilangnya sombong, sok keren. Kalau senyum dibilangnya jangan sering-sering senyum. Jadi serba salah saya mbak". Ucap Aji yang disambut tawa oleh Irene dan Agus.
"Hahaha. Saya kalo lihat kamu bawaan-nya pengen bungkus buat oleh-oleh ibu saya kalo pulang. Biar jadi adik saya. Nanti, kalau jadi adik saya, kamu saya masker biar orang-orang pada gak lihat kamu senyum" ucap Irene dengan tawanya.
"Wahhhh. Pelit itu mbak nama-nya. Kalo tiba-tiba wajah saya jadi kaku buat senyum kayak wajahnya bang Wawan waktu marah gimana dong mbak?"
"Udah-udah untung orangnya gak ada shift malam inj, coba kalo ada. Dapat hadiah nobel kamu ji" timpal Agus yang semakin menambah gelak tawa.
"Eh iya, mbak-mu mana ji?! Tumben nggak ikut biasanya kesini bareng sama kamu" ucap Irene menyadari 'Anggi' kakak Aji yang tak ikut.
"Jangan-jangan mbak-mu itu lagi patah hati, Ji" timpal Agus jenaka
"Hahaha... Enggak lah bang, kalo patah hati saya kesini bolak-balik belik tisu aja, gara-gara mbak nangis gak berenti-berenti" jawab Aji.
"Terus kenapa?" tanya Irene penasaran
"Mbak Anggi, lagi buat skripsi mbak" jawab Aji
"Ohhhh... Kapan sidangnya?"
"Waktu itu mbak Anggi bilangnya 2 minggu lagi waktu mama tanya"
"Wihhhh... Salam ya buat mama-mu sama mbak Anggi" ucap Agus.
"Pasti bang, pulang ya mbak -bang" "Iye... Ati-ati dijalan kecanthol cewek nanti gak ada yang nolongin" Timpal Irene yang disambut tawa oleh Agus dan Aji.

Sekian dulu ya...
Ini karya pertama author jadi ya mohonn maaf kalo masih amatir.

Salam sejahtera bagi kita semua.😊😊😊

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang