"Kim Ar-lian?"
Tanya wanita paruh baya itu memastikan.
Ditelitinya sekali lagi berkas dokumen yang berada dalam genggaman, mata wanita paruh baya itu membaca jajaran tulisan yang tertera diatasnya dengan cermat.
Setelahnya, wanita itu mengangguk paham.
Gadis berkulit putih susu yang duduk tepat dihadapannya masih menunduk.Arlian—biasa gadis itu dipanggil—menegakkan posisi duduknya, tersenyum canggung ke arah wanita paruh baya itu.
Tentu bukan pertama kalinya Arlian merasa saat orang-orang di lingkungan ini tidak terbiasa dengan namanya.
Bukan-
Bukan tidak terbiasa. Hanya saja—yah—namanya mungkin terdengar sedikit berbeda dan tidak umum di Korea Selatan. Negara tempat tinggalnya sekarang sejak delapan tahun yang lalu. Negara yang jauh, sangat jauh dari negara asalnya.
Dulu, saat Arlian masih kanak-kanak dia pernah ditawari orang tua angkatnya untuk mengganti nama lahirnya menjadi nama Korea, namun mereka juga tidak memaksa.
Dan pada akhirnya, Arlian memilih hanya mengganti nama keluarga tanpa menghilangkan nama lahirnya untuk menghargai jasa Tuan dan Nyonya Kim yang sudah berbaik hati mengadopsi dirinya sebagai anak angkat.
“Oh iya, nama saya Nam Eun Hye. Panggil saja bu Nam. Saya mengajar seni omong-omong,” ucap bu Eun Hye membuat kepala Arlian mendongak.
“Aah, benarkah? Sepertinnya itu akan menjadi pelajaran kesukaan saya.” Arlian tersenyum canggung mencairkan suasana.
“Tentu saja, memang harusnya seperti itu.” bu Nam ikut tersenyum, memandang Arlian sekilas sebelum kembali mengamati dokumen yang sedari tadi masih digenggamnya.
“Sepertinya kamu tipikal yang mudah beradaptasi di lingkungan baru ya?” sebuah pertanyaan yang diucapkan lebih seperti pernyataan.
“Aah, tidak juga. Itu tergantung dengan lingkungannya saja saya kira. Maaf tetapi, bukankah semua informasi sudah ada dan jelas bu? Apakah ada masalah terkait kepindahan saya?
--Atau, mungkin ada dokumen dan persyaratan yang belum dilengkapi?” ucap Arlian sesopan mungkin, merasa tidak ada hal yang salah terkait kepindahan sekolahnya.
Bu Nam tersenyum melembutkan ekspresi.
“Kamu tenang saja. Saya hanya sebatas ingin mengetahui latar belakang kamu sebagai murid baru, berhubung saya adalah wali kelas di kelas yang akan kamu tempati.”
“Begini,” ekspresi bu Nam mendadak berubah serius.
“Saya tahu masalah kamu. Orang tuamu berpesan banyak padaku. Terhitung sejak kelas sepuluh hingga sekarang, setidaknya kamu sudah pindah hampir tujuh kali. Dengan alasan dan kasus yang sama,” bu Nam menatap Arlian prihatin.
“—yang kamu alami memang sudah sering terjadi, namun ini bukanlah masalah sepele. Apalagi jika mengingat statusmu sebagai pelajar yang menghabiskan sebagian besar waktu berada di lingkungan sekolah. Sudah banyak korban, kamu tahu kan?
--Aku tahu, berat bagi remaja seusiamu memendam perasaan gejolak frustasi dari hal-hal semacam itu sendirian dalam kurun waktu yang lama. Belum lagi ditambah tekanan dari berbagai faktor lain. Hingga pada akhirnya, jika mereka berpikir tak ada jalan lain dan sudah merasa benar-benar putus asa, mereka memilih mengakhiri hidup mereka yang berharga.” Masih menatap Arlian, bu Nam menghela nafas perlahan.
Arlian bergeming, tidak tahu harus bereaksi apa. Mencerna perkataan bu Nam yang memang benar adanya.
“Melihat kondisimu yang sekarang, saya sedikit lega. Minimal, kamu sudah terlihat lebih baik. Saya harap kamu bisa belajar dengan tenang disini sampai lulus nanti. Jika ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, jangan sungkan untuk bercerita padaku atau guru bimbingan konseling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maze of You | Hwang Hyunjin
FanfictionAda apa dengan masa lalunya? ft. Hwang Hyunjin