ZARAH

23 4 0
                                    

3 Dzulhijah. Hari itu, banyak anak yang sudah pulang ke rumah kesayangan guna melepas rasa rindu yang telah lama mereka tahan sembari berada di asrama nan jauh dari rumah. Terasa sunyi, hanya tinggal diriku seorang. Tiket keberangkatanku kusimpan baik - baik dalam lemariku. Sayangnya, aku harus menunggu sampai keesokan hari, sampai keberangkatan keretaku kembali ke kota Bogor-ku tercinta. Mak-lah yang memesannya. Katanya harga tiket kereta dari Yogya ke Bogor untuk besok lebih murah.

Aku tak benar - benar sendiri, Ustadzah Intan masih bertugas menemaniku sebagai seorang Wali di asrama. Ustadzah Intan mungkin sedang sibuk di ruang musyrifah sekarang. Entah melakukan apa.

Diam - diam aku mengeluarkan handphone-ku, yang harusnya tak boleh kubawa. Aku menyalakannya, lantas membuka media sosial paling tenar dan digunakkan saat ini, Instagram. Kebanyakan dari teman - teman ku yang rumah nya dekat, mem-post kegiatan mereka bersama keluarga atau teman. Jalan - jalan, makan - makan, menonton film terbaru di bioskop, dan sebagainya. Beberapa dari mereka masih dalam perjalanan. Antara di kereta, bis, mobil, atau masih di bandara. Perasaan iri muncul, tapi apa boleh buat. Toh, aku hanya perlu bersabar selama kurang lebih 10 jam lagi.

Aku mendengar suara orang berjalan dari luar kamar asrama. Refleks, aku menyembunyikan handphone-ku dibawah bantal, lantas pura - pura membaca novel. Pasti Ustadzah.

"Kanaya?" panggil Ustadzah Intan. Berjalan masuk dari pintu.

"Iya, Ustadzah?"

"Kamu sudah sholat?"

"Sudah Us,"

"Oh, baguslah. Jadi, saya ada panggilan ke madrasah dulu. Kamu di tinggal sendirian gak papa? Ustadzah mau pulang malem soalnya. Atau malah besok pagi - pagi banget. Apa mau pindah asrama dulu saja?" seru Ustadzah. Ada perasaan senang karena sendiri. Ya, aku bisa dengan bebas bermain dengan handphone-ku. Tapi, ada pula perasaan takut karena harus sendiri di asrama yang cukup besar ini. Sejenak aku berpikir.

"Gak papa, Us. Saya disini aja," akhirnya aku menjawab. Ustadzah Intan mengangguk.

"Ya udah. Jangan telat sholat shubuh ya, kalo Ustadzah telat balik,"

"Siap, Us!" sebutku sambil hormat bercanda ke arah Ustadzah. Ustadzah Intan memberikan senyuman simpul, lantas berjalan keluar kamar. Setelah mendengar langkah kaki yang lama - kelamaan menjauh, aku kembali mengeluarkan handphone-ku lagi.

Tak sampai 6 detik, sahabatku Lulu menelponku. Aku langsung mengangkatnya.

"Uy! Kanaya Aprillany Anindyaswari! Lagi apa kau?" langsung memanggilku sembrono.

"Astaghfirullahaladzim, Lulu Putri! Kalau mau ngomong sama orang itu pake salam! Uy-ay-uy segala," balasku.

"Hehehehe," terkekeh. "Ya udah, ASSALAMU'ALAIKUM!" teriak Lulu di telpon yang langsung membuat kupingku terasa pengang.

"YA GAK TERIAK JUGA!" balasku berteriak.

"Iye-iye! Sans, mbak!"

"Udah nyampe kau, beb?" tanyaku.

"Belum. Ini masih di bis,"

"Aku lagi sendiri. Ustadzah lagi pergi ke madrasah. Katanya ada urusan,"

"Ih! Serius? Kamu gak papa sendiri?" ujar Lulu resah. "nanti kalau kamu kenapa - kenapa gimana, beb?" Lulu panik dan khawatir, dia bicara cepat karenanya.

"Santai, beb. Aku kan anak jagoan!" sombongku.

"Ih! Kamu harusnya maklumin kalo sahabat mu khawatir..." tiba - tiba, suara Lulu dari ujung telepon terputus.

ZARAH [OneShot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang