Part 9

413 35 5
                                    

Kedua orang itu masih bertahan di posisi masing-masing. Berdiri diam dan saling menatap. Tetapi hal yang ada dalam pikiran mereka tidak sama. Mungkin benar bila keduanya sedang diliputi ketidakkaruan hati dan pikiran, namun mata dan telinga mereka tidak buta dan tuli. Otak mereka juga masih bisa berpikir dengan baik.

“Kau bilang apa tadi?” Pertanyaan Miyeon membuat Dokyeom tercekat. Dokyeom menyadari bahwa dirinya sudah membuat satu kebodohan yang akan membuatnya dalam keadaan genting.

Sesungguhnya Dokyeom sangat ingin mengatakan semua kebenarannya pada Miyeon karena dirinya sendiri sudah mulai kehilangan pertahanan dirinya untuk terus bersembunyi dibalik penyamarannya. Dokyeom sudah mulai tak sanggup menghadapi tekanan yang muncul karena situasi pelik ini. Tetapi saat ini bukan waktu yang tepat untuk membongkar semuanya. Miyeon dan bahkan dirinya sendiri sedang kalut. Mereka sedang berada di depan pintu gerbang keputusan yang akan mereka jalani sebagai konsekuensi hubungan mereka yang kompleks.

Miyeon berbalik, berjalan cepat mendekati Dokyeom yang kini tertunduk dan masih betah dengan kebungkamannya. Miyeon berdiri tegak di depan Dokyeom, memaksa diri untuk mencari jawaban dari wajah pria itu yang tertunduk lesu. Miyeon berusaha mencari tatapan mata Dokyeom, tetapi sulit di dapat karena pria itu hanya menatap kosong ke tanah.

Miyeon mengguncang lengan Dokyeom agar pria itu tak lagi membeku. “Bisa kau katakan lagi kalimatmu yang kau teriakkan tadi padaku?” Dokyeom mendongak, sudah cukup baginya mengabaikan Miyeon dengan terus menunduk. Tetapi Dokyeom hanya memandang dalam mata Miyeon, sorot matanya seolah berkata bila ia ingin mengungkapkan kejujuran. Hanya saja ia terlalu takut jika keadaannya tidak sesuai harapannya. Ia paham bila kondisi Miyeon dan dirinya sedang dalam tahap yang tidak tenang.

“Kenapa Oppa diam saja? Aku dengar kau menyebut soal suami. Kau adalah suamiku? Apa maksudnya, apakah keputusanmu sudah membuatmu jadi gila, eoh?”

Dokyeom menghela napas, “Miyeon-ah, maafkan aku soal kata-kata tadi. Aku hanya tidak ingin kehilanganmu. Aku mohon kau jangan mengabaikanku.”

“Lantas kau seenaknya mengaku sebagai suamiku? Omong kosong apa lagi?!” Miyeon meremas rambutnya pelan, ia merasakan frustasi sedikit demi sedikit mulai menyudutkannya. Napasnya terasa sedikit berat, dadanya sesak dan kepalanya kembali pusing. Miyeon terlalu marah dan kecewa menghadapi sikap berlebihan yang ditunjukkan Dokyeom setelah Miyeon memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.

“Sudah aku katakan. Aku tak bisa lagi menjalani ini semua. Kau dan aku sudah melakukan kesalahan dan kita pulalah yang merasakan kesakitan itu. Kau kembalilah pada kehidupanmu yang dulu, sebelum kau menyadari perasaanmu padaku. Anggap saja kita tidak pernah bersama ataupun saling mengenal.” Air mata Miyeon menetes, menutup kalimatnya dengan penuh kepedihan.

Dokyeom menggeleng cepat, merasa semua ini tidak benar. Dokyeom sesungguhnya memang tidak harus meninggalkan atau melupakan Miyeon. Justru yang harus dilakukannya adalah membuka jati dirinya. Dokyeom memeluk Miyeon dengan sigap, pelukannya erat seolah ia tidak ingin melepaskan sebuah benda rapuh dengan lengannya. “Tidak. Aku tidak akan melakukannya. Semua ini hanya kebohongan. Kau harus tahu kenyataannya, Sayang!”

Miyeon memberontak dengan memukul-mukul punggung Dokyeom dengan satu tangannya. Tenaganya begitu lemah hingga Dokyeom tak merasakan sakit atau apapun di punggungnya. “Kenyataannya adalah kau dan aku harus berakhir. Sekarang lepaskan aku, Oppa!”

“Aku tidak mau! Aku tidak akan melepasmu!”

Miyeon mulai menangis keras, masih berusaha melepaskan diri dari pelukan Dokyeom. Napas Miyeon tercekat dengan tangisannya, bahkan tenaganya habis hanya untuk melakukan pekerjaan yang sia-sia. Dokyeom sama sekali tak bergeming, pria itu masih saja mempertahankan egonya dan kekerasan hatinya. Tangisan Miyeon seolah tak ada karena jelas ia berusaha mengabaikannya. Tetapi Dokyeom berubah memucat ketika ia tak lagi mendengar tangisan Miyeon. Tubuh kekasihnya itu sudah lunglai dalam pelukannya.

Cinderella After Midnight [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang