1.

22 0 0
                                    

1.

Namaku Widya. Widya Agengsari. Aku lahir di Solo tanggal 12 Maret 2001. Sempat tinggal di Solo tapi ketika usia ku genap setahun aku pindah ke Bekasi karena Ayahku harus bekerja di Jakarta. Bekasi tidak jauh kok dari kawasan Jakarta. Tapi kalau kata anak jaman sekarang Bekasi itu planet karena jalanannya seperti planet selain bumi. Berlubang dan rusak.

Makanan kesukaanku adalah makanan yang berbau keju, masakan rumahan, dan masakan khas Jawa. Siapa tau kalian yang baca mau belikan aku makanan, sudah ku sebutkan ya diatas aku suka makan apa.

Hari ini aku mau menulis kisahku tentang laki-laki yang selalu membuatku bahagia dengan caranya sendiri. Dia yang selalu ada, selalu sabar dalam menghadapiku, selalu bisa diandalkan dalam hal apapun. Kalau membahas dia memang tidak pernah ada habisnya. Kehadirannya di hidupku memang terlalu penting dan berkesan.

Namanya Saun. Untuk kalian yang sudah membaca cerita temanku si Reina tentang pacarnya si Rama mungkin namaku dan Saun sudah tak asing lagi. Kali ini aku akan menulis ceritaku sendiri yang sempat di ceritakan sedikit oleh Reina di ceritanya dengan Rama.

Awal aku bertemu dengan Saun bisa dibilang klise seperti cerita-cerita pada umumnya. Tapi bayangkan jika tidak ada pertemuan antara aku dengan Saun, mungkin aku tidak pernah bisa mengenalnya sedekat ini.

Saat itu aku sedang bersekolah SMP di Al-Fajar. Kelas 2 SMP. Masih piyik, masih kecil. Saat itu aku sedang berjalan berdua bersama temanku si Fani. Aku baru pulang dari Masjid sekolah bareng si Fani abis shalat zuhur. Untuk kalian anak-anak Al-Fajar pasti tau kan letak Masjid itu dimana. Baik akan aku jelaskan lagi disini. Kalau dari Masjid mau ke gedung SMP itu harus melewati daerah SD yang dekat dengan kantin SD.

Saat sedang melewati kantin SD, aku melihat ada laki-laki di deket kios yang jualan milo, susu milo. Dia pakai kacamata dengan baju putih. Aku lupa saat itu dia pakai kaos putih atau jaket putih. Tadinya aku pikir dia tukang milo karena wajahnya sering ku lihat di kios tukang milo. Aku langsung tanya aja ke si Fani, siapa tau dia kenal:

"Fan, itu siapa?," kataku ke si Fani.

"Yang mana?," dia nanya lagi.

"Itu," kataku , menunjuk dia yang sedang berada di kios milo.

"Oh, itu alumni SD Al-Fajar, kamu mah gak kenal Widya," jawab Fani.

Aku menganggukan kepala. "Oh."

"Emangnya kenapa nanya?," tanya si Fani lagi ke aku.

"Gapapa. Lumayan," jawabku sambil senyum tipis.

Fani menatapku sebentar sambil senyum-senyum.

"Kenapa?," ku tanya dia dengan mukaku yang galak.

Terus gak lama Fani teriak.

"Apa? Lumayan? Lumayan yang mana Widya?," kata si Fani teriak.

"Heh?!," seruku, menyenggol lengan Fani nyuruh dia diam.

Tapi si Fani tetap gak mau diam. Malah makin kencang teriaknya.

"Yang mana Widya?, yang dikantin yah?," katanya lagi.

"Fan, ih malu," kataku, berusaha membekap mulutnya, tapi gagal.

"Oh yang pakai baju putih!," kata si Fani lagi.

Aku hanya bisa menutup wajahku dengan mukena. Malu benar aku saat itu.

"Yang pakai baju putih, Widya suka katanya!," kata si Fani lagi.

Aku terbelalak kaget mendengarnya.

"Heh?!," seruku ke si Fani.

Aku melihat ke arah kantin SD tempat dia berdiri dengan tatapan malu sekaligus bingung.

"Eh itu bohong, fitnah, gak bener," kataku sambil lari ninggalin si Fani.

Terus si Fani ikut lari sambil ketawa-tawa.

"Malu-maluin tau, Fan!," seruku, menyenggol lengan Fani.

"Hahaha." Si Fani ketawa.

Habis itu kita langsung ke kelas karena mau lanjut belajar. Di jalan si Fani gak berhenti ketawa karena perbuatannya yang buat aku kesal sekaligus malu setengah mati tadi. Siapa dia aku tidak kenal masa udah langsung bilang suka. Gak abis pikir aku emang sama si Fani.

"Tadi tuh namanya Saun, Wid," kata Fani tiba-tiba.

Aku hanya diam karena masih kesal.

"Yailah gitu aja kesal," kata si Fani lagi, menyenggol lenganku sambil ketawa pelan.

"Mau tau gak nama panjangnya siapa?," tanya Fani.

"Sauuuuuunnnnn," ku jawab sambil setengah berteriak dan ketawa.

"Yeh, dia malah bercanda. Aku serius ini mau ngasih tau." Kesal si Fani.

"Iya, Iya, apa Fani. Siapa namanya?," kataku dengan ada sisa ketawa.

"Cie kepo mau tau. Hahaha," katanya ketawa.

"Ah gak jelas!," seruku kesal.

"Hahaha. Dia marah," kata si Fani.

Aku diam merengut.

"Namanya Shawn Rafis," katanya.

"Hahahaha." Aku ketawa.

"Lah kenapa ketawa?,"

"Dikira Shawn Mendes kali. Hahaha." Aku masih ketawa.

"Heh?! Aku serius ini," seru si Fani kesal.

"Iya iya aku percaya," kataku dengan ada sisa ketawa.

Lalu selanjutnya kami berjalan menuju kelas ingin menceritakan ke teman-temanku yang lain di kelas.

Sesampainya di kelas benar saja si Fani langsung bercerita tentang kejadian tadi ke beberapa teman dekatku di kelas.

"Eh masa si Widya genit tadi. Hahaha," kata si Fani.

"Heh?!," seruku.

"Beneran Widya?," tanya Susi penasaran.

"Enggak. Bohong itu si Fani," jawabku dengan nada kesal.

"Orang kamu tadi bilang dia lumayan kok," jawab si Fani.

"Kan cuman bilang lumayan," jawabku.

"Terus kenapa kalian?." Susi nanya lagi.

"Itu abis aku bilang gitu, si Fani teriak. Kayaknya sih dia dengar deh, orang keceng," jawabku.

"Hahaha." Ketawa lagi si Fani.

Aku senggol lengannya, berhenti ketawa dia.

"Siapa sih orangnya? Cowok?," tanya Susi.

Fani mengangguk. "Itu si Shawn Rafis. Alumni SD sini."

"Ah gak tau aku," kata Susi.

Hari itu aku tau namanya dari si Fani. Sekaligus menjadi kejadian yang cukup memalukan dalam bagian hidupku bersamanya. Kalau aku ceritakan bagian ini nostalgia rasanya aku. Bisa senyum-senyum sendiri gak jelas. Kelihatan banget kan yah anak piyiknya, masih SMP aja udah suka-sukaan, udah lirik-lirikan. Dasar aku. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ShawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang