"Mark ini udah selesai, tinggal tanda tangan doang."
Yeri kemudian membalikkan Laptop menunjukkan kepada Mark. Lelaki yang sedang sibuk berkutat dengan ponselnya itu segera mengalihkan perhatian dan memeriksa kembali.
"Yer, yang ini belum di bold, terus ini juga belum di ratain." Tunjuk Mark pada salah satu paragraf.
Yeri menatap sesaat menelaah letak kesalahannya, setelah menyadari hal tersebut ia dengan sigap segera mengedit bagian yang ditunjukkan oleh Mark.
Setelah meng-editnya Yeri kembali menunjukkan pada Mark. Meminta persetujuan lelaki itu, Mark menatap Yeri dan layar laptop bergantian lalu tersenyum bangga. "Cie bisa nih, kalau udah kuliah nanti jadi sekretaris BEM."
"Apaan dih begini doang banyak yang bisa kali," kilah Yeri berusaha menahan senyum muncul di wajahnya.
Yeri mungkin bisa membohongi semua orang, tapi tidak dengan perasaannya yang menghangat ketika diberi pujian sederhana oleh Mark.
Sambil menyendok suapan kue ke mulutnya Mark berkata, "Berarti kita selesai dong? Yaudah lanjut kerjain resensi buku aja, mumpung masih ada waktu sebelum sore banget."
Yeri menelan ludah gugup, gadis itu mendorong masuk buku tersebut sedikit lebih dalam masuk ke tasnya dan mulai berpura-pura tidak melihat buku bahan resensi mereka yang ada didalam sana.
"Gue gabawa bukunya Mark, kapan-kapan aja kita ketemuan lagi?"
Mark tanpa berpikir sesaat, "Yaudah, mau langsung pulang?" Tanya Mark.
Jarum pendek menunjukkan nyaris angka 4, masih banyak waktu untuk Yeri sebelum harus pulang kerumah. "Pergi ke tempat lain yuk? Kemana kek? Tapi gue ke kamar mandi dulu."
Mark hanya mengangguk, ia mengusulkan mereka untuk berkeliling kota sore hari sebelum akhirnya mengantar Yeri pulang nanti, yang tentunya disetujui secara cuma-cuma dengan gadis itu.
Setelah Yeri beranjak ke kamar mandi, Mark berpindah posisi untuk mengambil alih Laptop dan memasukkannya ke dalam tas. Lelaki itu tanpa sengaja melihat kedalam isi tas Yeri dan mendapati buku yang mereka beli kemarin.
Dari sampul birunya Mark langsung tahu bahwa itu adalah buku bahan resensi, tapi bukankah tadi Yeri mengatakan bahwa ia tidak membawanya? Apakah Yeri tidak teliti mengecek?
Mark mengendikkan bahunya tidak begitu menghiraukan, lagipula ide berkeliling kota di sore hari bersama Yeri tidak buruk menurutnya.
Yeri kembali dari kamar mandi, mengambil barangnya dan menuju kasir untuk membayar.
Mark bangun sambil menggigit gelas kopinya lalu memakaikan dirinya jaket. "Udah gue bayarin tadi, yuk langsung aja ke motor."
Yeri melebur, kalau bukan lagi ditempat umum seperti kafe mungkin dia sudah merayap di lantai, salting.
Ia berusaha tenang dan berdeham pelan. "Lain kali gue yang bayar pokoknya, gamau tau." Yang hanya ditanggapi acuh tak acuh oleh Mark.
Kalau sudah begini hati Yeri susah, dari tadi Mark tidak henti-hentinya bersikap manis. Mulai dari memperlambat langkah demi berjalan berdampingan dengan gadis itu, memakaikan helm dan sebagainya.
Yang harus dilakukan Yeri saat ini cuma satu, membiarkan jantungnya istirahat dari degupan berlebihan. Semuanya karena Mark.
"Yer pegangan ya, di pundak gue aja kalau gamau peluk. Takutnya lo nyungsep kalau gue nge rem atau nge gas."
Tuhkan. Belum apa-apa Yeri udah diberi tantangan baru untuk bersikap biasa saja, permepuan manapun juga akan salah tingkah diperlakukan begini, terlebih lagi oleh seorang Mark Lee.
Meski opsi memeluk Mark terdengar menarik, tentu saja Yeri memilih opsi berpegangan pada pundak Mark agar tidak bertubrukan.
Baru beberapa detik Mark melajukan kendaraannya Yeri udah gregetan ingin mengajak lelaki itu mengobrol banyak hal, diam dalam waktu lama adalah hal yang ping tidak dapat ditahannya.
"Mark tau gak kenapa lampu lalu lintas dibikin tinggi?" Celetuk Yeri tiba-tiba.
Ia sendiri kebingungan kenapa menanyakan pertanyaan se-random itu, skenario terburuknya adalah Mark merasa terganggu lalu menurunkannya di tengah jalan persis gelandangan.
"Ya kalau pendek bukan lampu lalu lintas, tapi Kim Yerim."
Lupakan perasaan tidak enak tadi, saat ini Yeri ingin menendang Mark dan membajak motor lelaki itu rasanya. Biarlah ia disangka begal, ini menyangkut tinggishaming Yeri tidak akan diam.
"Nyebelin ya lo kulit udang," ujar Yeri pada akhirnya sambil memukul Mark, tidak terima dikatai pendek.
Mark tertawa, melirik Yeri dari spion motor. "Ya gapapa Yer, tinggi imut. Kalau kita jadian nanti, gampang gue cium dahinya."
Enaknya Yeri lompat aja atau gimana?
"Ciumnya pake ujung trotoar tapi, gapapa ya?"
Motor tersebut nyaris oleng akibat Mark yang dipukuli kepalanya oleh Yeri, aneh-aneh sih.
****
Yerimiese update story on instagram.****
a/n: kalian dulu bikin tugas proposal gini berkelompok, individu atau berdua-duaan kaya Markri 😝
Btw gaes maaf ya commentnya ga aku bales semua soalnya aku bingung terus aku takut nyangpa juga hikd 🥺
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjelang sore. mark x yeri
FanfictionKalau bukan karena tugas bodoh itu, Yeri tidak akan terjebak dalam pesona Mark begitupun sebaliknya. Sudah selesai, silahkan dibaca 💜 Cover by @vintachetearz <3