Bodoh

129 15 12
                                    

     Malam pun tiba, angin kencang dan dinginnya udara malam hari terus menerpa nerpa wajahku yang aku sembulkan di jendela kamarku. Tidak ada yang terjadi, aku baik baik saja. Hanya saja aku ingin seperti ini. Mengingat ingat kejadian tadi siang yang sangat bahagia untuk diriku. Setelah lama akhirnya aku bisa bercanda kembali dengan ketiga orang yang kusayang.

Eh tapi ngomong ngomong kemana nyonya bermarga jang itu? Aku tidak melihatnya sejak tadi. Aku menyingkap selimut yang membalut tubuhku, beranjak dari ranjang besarku dan mulai menuruni anak tangga. Aku lihat keseliling sudah sangat sepi, lalu aku melangkahkan kaki ke kamar wonyoung. Mengetuknya tiga kali sebelum pintu itu terbuka lebar.

"Kamu belum tidur?" Tanyaku begitu aku masuk kedalam kamar wonyoung berdominasi warna pink itu.

Dia menggeleng lalu terduduk lemas di pinggir ranjangnya. Aku mendektinya memastikan dirinya tidak apa apa.

"Hei, kamu tidak apa apakan?" Tanyaku dan lagi dia menjawab hanya dengan menggelengkan kepalanya.

"Yena, maafkan dengan sikapku tadi ya. Aku tadi terbawa emosi karena aku tidak mau di jodohkan" ucapnya sambil menatapku dalam.

Aku tahu wonyoung bukan anak yang jahat seperti ibunya, dia berkata seperti tadi siang karena dia tidak mau di jodohkan. Wonyoung adalah gadis kecil yang sedang masuk masa puberitas, dirinya masih labil dan masih mudah untuk terkena hasutan buruk ibunya itu.

Walaupun tubuhnya besar malah lebih tinggi di bandingkan diriku dia tetap gadis kecil. Gadis kecil yang diperilakukan seperti boneka oleh ibunya. Dan sekarang dia di paksa harus menikah dengan usianya yang baru 15tahun, dengan laki laki yang jauh lebih dewasa dibandingkan dirinya. Aku sedikit miris dengan anak itu, ternyata masih ada yang tersiksa dibandingkan diriku.

"Aku sudah memaafkanmu wonyoung, aku juga minta maaf. Aku kira kamu hanya bercanda" ucapku sambil memeluk erat tubuh wonyoung yang ada di hadapanku.

"Yena, kamu maukan membantuku" ucap wonyoung penuh permohona dimatanya.

Perasaanku tiba tiba tidak enak, aku menelan salivaku. "Jangan berbuat yang kekanak kanakan wonyoung!"

"Tolong bantu aku yena, aku masih mau sekolah. Kamu tidak kasian melihatku sebagai boneka hidup ibuku? Aku tidak mau terus terusan dijadikan tawanannya untuk memperoleh kekayaan!" Ucap wonyoung sambil menitikkan air matanya.

Gadis di hadapanku benar benar hancur. Aku menundukkan kepalaku, berpikir keras apakah aku harus membantu wonyoung atau tidak. Aku ingin membantunya untuk menyelamatkan masa depannya, tapi aku ragu. Aku takut itu malah berimbas buruk kepadaku.

"Aku harus bantu apa?" Tanyaku pelan.

***

"Waaaah ibu masak apa ini?" Tanyaku begitu aku menginjakkan kakiku di lantai dapur dekat meja makan.

"Mau tau banget atau mau tau ajah?" Ucap ibuku meledek.

"Ah ibu~" ucapku manja sambil memeluk ibuku dari belakang.

"Ibu membuat kimbap, jjajangmyeon, Saengsong gui, dan japchae. Semuanya kesukaanmu dan wonyoungkan" ucap ibuku membuatku mengangguk dalam senyuman lebar.

"Raein, tolong ambilkan aku mangkuk besar ya!" Ucap ibuku meminta tolong kepada tanteku.

"Iya kaka" ucap tanteku menunda kegiatan mencuci piringnya.

"Halo paman, bibi!" Ucap wonyoung begitu sampai dianatara kami.

"Halo wonyoung" ucap ayahku yang sedang membaca koran pagi ini.

"Waaah banyak sekali makanan, sebelumnya ibu tidak pernah memasak sebanyak ini" ucap wonyoung kagum saat dirinya melihat kemeja makan, matanya berbinar senang.

You in my mind [Jaebum X Yena]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang