Part #1 Lebaran Bersama "Teman Lama"

3 1 0
                                    

Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar,

Laa illaa haillallahuwaallaahuakbar,

Allaahu akbar walillaahil hamd..

Takbir malam ini berkumandang menyelimuti seantero pertiwi. Lantunannya yang indah membuat hati kusyuk menyambut hari kemenangan, seperti air yang mengalir tenang ke hilir. Yah! Besok merupakan hari lebaran umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama sebulan. Tidak terasa, baru sebulan silam aku melaksanakan rukun islam yang ke-3 itu, dan kini hari kemenangan sudah menunggu di ambang pintu. Rasanya seperti baru kemarin aku dituntut untuk menahan dahaga dan beraneka ragam kuliner yang lewat di beranda facebook-ku, dan lebaran, seperti aku akan melakukan buka puasa bersama dengan keluarga besar. Feel very quickly passed.

Kuintip jalan yang sudah ramai orang berlalu lalang. Ada yang mulutnya tergambar sedang berkomat kamit, entah apa yang sedang mereka rapatkan? Ada yang sedang berkerjar-kejaran sambil menggemakan tawa, terlihat ibu-ibu dan para tetangga tenggelam dalam senda gurau, sepertinya mereka lupa kalau sedang merebus ketupat untuk esok. Idul Fitri benar-benar agenda tahunan yang paling ditunggu-tunggu kehadirannya. Menjadi titik penyambung silaturahmi yang hendak terputus. Kemudian malamku kuakhiri dengan senandung lagu dari gawaiku. Very calm.

"Seruni, sajadahnya awas ketinggalan." Suara yang seringkali kudengar itu menegurku halus. Ibu.

"Iya bu, gak kok. Ini sudah dimasukkan ke tas." Jawabku sambil menenteng tas berwarna coklat susu di tanganku.

Aku dan keluarga kembali ke rumah. Menjadi tradisi, kami bermaaf-maafan, berpelukan seraya mengingat kesalahan-kesalahan yang mungkin pernah terpaku di hati. Ketika sedang bersimpuh di depan kedua orang tua, tepatnya di hadapan ibu, belum tanganku mengundang tangannya untuk kujabat dan kucium, air mataku meluncur begitu saja dengan derasnya tanpa memberikan aba-aba. Kudaratkan wajahku di atas tangan ibu, kuciumi berkali-kali tatkala mengingat dosa yang mungkin tercipta dari kata-kata sembilu. Belum air mataku menjeda derasnya, kualihkan kedua tanganku menggapai punggungnya, kupeluk erat, sudah seperti lem dan perangko. Air mataku tak dapat kutolak lagi amukannya, dengan jahatnya membasahi gamis ibuku berlokasi di pundak. Begitu pun kulakukan kepada bapak yang sedari tadi memperhatikanku .

Dari tadi keluar masuk rumah keluarga, kerabat sampai ke tetangga-tetangga dengan menjelajahi hidangan yang rupanya baik-baik saja walau semalam ditinggal bersenda gurau oleh tuannya. Mencicipi beraneka rasa makanan khas lebaran dari beraneka rumah membuat lambungku memohon untuk menjedanya. Sesak.

"Siapa yang mau?" Seruan terdengar dari ujung ruang keluarga. Sebatang tubuh berdiri di sana dengan fat body-nya. Kak Hena.

Kakak, adik, dan beberapa kemanakanku membalas berseru dengan pengakuan telunjuk diacungkan.

"Dari kemanakan yang paling kecil dulu yah." Katanya sambil membagikan selebaran rupiah di tangannya.

Mataku hanya menyorot satu mata uang yang warnanya paling membara, berukuran 151 x 65 mm dengan nominal Rp. 100.000,00. Setelah semuanya menggenggam tunjangan hari raya masing-masing dengan membangga-banggakan nominalnya, langkah kecil kak Hena mengarah kepadaku. Sudah kupastikan uang kertas merah itu akan jatuh tepat di genggamanku. Kakinya terhenti di depanku, dia pun menunduk dan menyerahkan satu lembar rupiah, namun warnanya bukan merah yang kuharapkan itu. Kini harapanku dipatahkan oleh selebaran rupiah berwarna biru bergambar wajah Ir. H. Djuanda Kartawidjaja dan dibaliknya bergambar Taman Nasional Komodo, dipadukan dengan seorang wanita yang memperagakan tari Legong dari daerah Bali, dan bertanda air I Gusti Ngurah Rai.

"Yah kok cuma segini kak? Yang lain dapatnya 100 ribu." Protesku kepadanya.

" Kamu tidak ingat dengan baju 5 hari yang lalu kakak belikan?" Alisnya mengernyit.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 26, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sesingkat SenjaWhere stories live. Discover now