QUERENCIA - 2 : Stasiun

9 2 0
                                    

Sejak Rachel mengatakan bahwa ia belum pernah menikah, pemuda yang mengaku  suaminya itu terus meyakinkan bahwa Rachel adalah istrinya.

Padahal pemuda itu sama sekali bukan kriteria Rachel. Mana mau Rachel menikahi pemuda bentuk begini.

"Lihat deh di paspor, nama kamu udah pakai marga Lee."

Rachel mendengus, "Ya soalnya kakak gue namanya Mark Lee. Kalau Mark Kim, nama gue bakalan Rachel Kim."

Jawaban Rachel membuat pemuda di sampingnya menghela napas berat. "Chel, masa kamu lupa aku?"

"Lo siapa emang? Kayaknya belum pernah ketemu orang dengan wajah dan pola tidak tau malu seperti lo."

"Heh, sopan sama yang lebih tua." Pemuda itu justru mendorong kening Rachel dengan telunjuknya.

"Umur berapa sih lo?" tanya Rachel dengan nada sinis. "Nama lo aja gue gak tau."

"Lee Hangyul, 3 tahun lebih tua dari kamu, jadi suaminya Lee Rachel sejak sekitar 4 bulan yang lalu."

"Dih kok Anda tau nama saya─ oh iya, kan Anda lihat paspor saya tadi."

"Kamu kenapa ngomongnya jadi kayak sama dosen gitu?" tanya pemuda itu.

"Agar tidak dibilang akhlak-less lagi."

Hangyul mendesis, lalu mencubit pipi Rachel. Yang dicubit pipinya, melotot dan menatap Hangyul kesal. "Gak muhrim!"

"Ini suami kamu, Chel. OmG." Hangyul menepuk pundak Rachel dan menatap Rachel dengan wajah sedihnya.

"Siapa sih mak lo? Alay banget."

"Sopan sama suami," tegur Hangyul.

"Iya tuan Hangyul atau siapalah itu," sahut Rachel lebih lembut. "Tapi gue belum punya suami, masih muda woi???"

Tangan Rachel kemudian ditarik keluar dari stasiun. Hangyul menarik Rachel menuju deretan mobil dan berhenti di belakang salah satu mobil dengan cat perak mengkilap.

Bagasi mobil itu mulai dibuka dengan kunci manual oleh Hangyul, mungkin ini mobilnya. "Sini." Hangyul mengambil alih koper Rachel, lalu meletakkannya di bagasi mobil.

"Dah." Hangyul menutup bagasi, lalu menarik Rachel agar masuk ke mobil.

"Ih gue di belakang aja kalau lo mau nyupirin gue," ucap Rachel. "Gamau sebelahan sama lo."

"Ya Allah sakit," sahut Hangyul sambil mengelus dadanya. Namun tetap saja, Hangyul mendorong Rachel agar masuk ke jok penumpang bagian depan.

Setelah itu, barulah ia ikut masuk ke mobil, dan menggunakan sabuk pengaman. Gadis yang duduk di sebelahnya, sibuk mengamati isi mobil.

"Lo stalker ya?" tuduh Rachel ketika maniknya menemukan fotonya yang diletakkan di sebelah setir mobil.

"Heh ngawur. Ini yang motoin aku, waktu jaman pacaran," Hangyul berbicara seperti itu sambil tersenyum salah tingkah.

Rachel menyipitkan matanya. "Gue pernah pacaran sama lo? Perasaan cowo gue cuma satu."

"Aku cowo kamu," sahut Hangyul dengan tangan mulai mengemudikan mobilnya.

"Bukan. Charlie Puth."

"Kamu selama di Singapura kena virus apa?"

"Conoha."

Mendengar jawaban asal Rachel, Hangyul berusaha menahan tawa. Berusaha semaksimal mungkin agar terlihat kalem. Ia berdeham, "Bukan conora?"

"Gatau, gue kenalnya corona."

Hangyul menoleh singkat, meskipun tangannya masih mengatur arah mobilnya melaju. "Kamu kenalan sama corona?"

"Iya, dia ganteng banget," ucap Rachel datar. Matanya fokus pada ponsel yang baru ia beli kemarin lusa.

"Ganteng mana sama aku?"

"Corona."

"..."

"Kamu udah makan?" tanya Hangyul.

"Udah, tadi di lounge bandara."

"Udah minum?"

"Berisik banget sih lo? Cacing gue hampir kepotong nih!" sahut Rachel kesal.

Setelah Rachel berbicara seperti itu, Hangyul diam. Membiarkan ruang mobil hening, hanya ada suara dari permainan cacing yang sedang Rachel mainkan.

"Eh gue turun di hotel xxx ya," ucap Rachel setelah permainan selesai.

"Heh kau kira saya supir?"

"Iya."

"Aku cipok kayaknya kamu bakal berhenti bikin kesel."

Rachel mendelik, lalu menggeser badannya sedikit lebih jauh dari Hangyul. Sedikit, jok mobil tidak seluas itu. "Gak boleh cipok cipok!"

"Halal."

Ketika berada di lampu merah, Hangyul mendekatkan wajahnya pada Rachel. Ekspresi Rachel sudah takut, dia kira tadi hanya bercanda.

Cekrek

"Woi!"

Hangyul tertawa puas sambil memandangi hasil potretannya. Wajah Rachel yang takut. "HANGYUL LO TUH YA, AKHLAK-LESS."

Setelahnya, Rachel tidak menyahut apapun yang Hangyul tanyakan dan ucapkan. Serasa di mobil hanya ada Hangyul yang sedang berbicara sendiri.

"Chel, mau makan dulu nggak?"

"Chel, kamu mau nginep di hotel dulu?"

"Nanti nginepnya bareng aku, ya?"

"Chel, gamau boba?"

"Chel, kemarin ada cabang boba kesukaan kamu, baru dibuka di deket sini."

"Chel sumpah bobanya enak, aku abis coba kemarin."

"Maunya aku tawarin kamu sih, Chel."

"Chel, yakin gamau boba?"

Karena Rachel terusik dengan bahasan boba, Rachel menyahut, "Kayak ada yang ngomong."

Yang ada, Hangyul justru mencubit pipi Rachel, pipi kesukaannya yang dulu selalu ia sentuh-sentuh. Salah Rachel, pipinya tumpah-tumpah.

Eh, kan gak boleh nyalahin fisik.

Tidak hanya dicubit, namun dimainkan. Sampai si pemilik pipi merasa risih. "Lo saking gak punya pipi, sampe mainin pipi orang?"

"Napasih gue punya istri jahat," gumam Hangyul.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang