Bel tanda akhir pelajaran berbunyi dengan nyaringnya. Tampak puluhan siswa berjalan keluar dari kelas mereka masing – masing. Para siswa dan siswi SMA Cahaya beranjak pulang karena telah menyelesaikan kewajiban mereka menuntut ilmu di sekolah. Beberapa ada yang tinggal sejenak melengkapi catatan mereka. Ada pula yang sudah mengganti seragam mereka dengan baju yang biasa mereka kenakan ketika mengikuti ekskul. Di sela hiruk pikuk itu, aku masih berada di dalam kelasku. Hari ini adalah hari rabu yang merupakan jadwal piketku untuk membersihkan kelas. Memang sewajarnya piket dilakukan oleh sekelompok orang yang mendapatkan jatah untuk membersihkan kelas namun nyatanya hanya ada aku dan Adi disini. Entah dimana temanku yang lain menghilang kabur dari kewajibannya. Hanya ada kami berdua membersihkan kelas bersama. Aku selalu menaruh rasa kagum yang tinggi kepada Adi. Hari ini bukanlah jadwal piketnya namun ia mau membantuku membersihkan kelas. Selain baik, wajahnya yang tampan tidak pernah gagal memukau orang – orang yang ia temui. Karismanya sangat terlihat saat ia bermain basket. Tidak jarang banyak siswi yang bersorak – sorak melihatnya mendribel dan melempar bola basket. Tak hanya itu, kursi tiga besar peringkat pararel selalu menjadi tempat langganannya. Kurang apa coba? Baik, tampan, pintar, dan gagah. Wanita mana yang tidak terpukau bertemu dengan orang semacam Adi. Aku pun termasuk dalam wanita yang terpukau itu. Berulang kali ia membantuku menjalankan tugas piket. Dan berulang kali pula rasa kagum ini berubah menjadi perasaan lain. Aku menyukainya.
Di depan cermin kamarku, kusisir rambut hitamku yang lurus dan panjang. Kupandangi pantulan wajahku di depan kaca. Wajahku memang tidak terlalu cantik karena banyak bekas jerawat tersebar di wajahku. Tapi tidak juga jelek.
"Tapi mana mungkin Adi tertarik denganku", gumanku
Tubuhku juga tidak terlalu gemuk dan tidak pula kurus. Hanya saja tubuhku ini pendek. Kalau aku dan Adi berjalan bersama sepertinya tidak cocok. Aku terus bergumam di depan cermin mengomentari diriku sendiri. Lalu dalam gumamku aku teringat bahwa esok adalah hari rabu lagi. Hari dimana aku akan bertemu dengan Adi lagi. Jantungku berdegup kencang. Aku duduk di atas kasurku menceritakan keluh kesahku pada sebuah boneka beruang di kamarku. Lalu hari rabu itu pun datang. Seperi biasa aku dan Adi membersihkan ruang kelas bersama. Kali ini aku mencoba memberanikan diri untuk berbicara dengan Adi.
"Di, kenapa sih kamu mau bersihin kelas?", tanyaku "Padahal hari ini kan bukan jadwalmu"
"Aku kasihan sama kamu yang selalu piket sendiri, Nit" jawabnya.
Mendengar jawaban Adi jantungku berdegup kencang. Aku mencoba menguatkan diri menahan perasaanku yang tidak karuan. Ingin kuucapkan sebuah kata terima kasih kepadanya. Namun, ia sudah mengambil tasnya lalu berpamitan meninggalkanku. Ia berjalan perlahan meninggalkan ruang kelas. Tampak seorang wanita cantik sudah menantinya. Aku mengenal wanita itu, ia adalah Tania. Siswi yang cukup populer di sekolah ini. Mereka berjalan bersama menuju gerbang depan. Tampak serasi sekali. Memang sebaiknya kupendam saja perasaanku ini.
Aku mengayuh pulang sepedaku menuju rumah. Aku termenung di dalam kamarku hingga akhirnya petang datang menghampiriku. Ponselku berbunyi mengatakan bahwa ada pesan yang harus kubaca. Sebuah pesan dari Raka yang sudah menantiku di kafe tempat kami biasa nongkrong. Aku segera mempersiapkan diri lalu kukayuh sepedaku menuju tempat tujuan. Aku segera masuk ke dalam kafe dan kulihat sesosok pria sedang duduk memandangi ponselnya. Aku memesan makanan lalu menghampiri Raka.
"Sorry, telat"
"Santuy, itu kamu salin dulu saja catatanku", jawabnya "tak main dulu nih lagi seru perangnya"
"Oke deh"
Aku pun segera mengeluarkan buku catatanku lalu mengambil buku – buku Raka di atas meja. Kubuka perlahan sambil mencocokkannya dengan catatanku. Raka adalah temanku sejak TK. Dulu kami sering mengerjakan pekerjaan rumah dalam perjalanan pulang kami dari sekolah. Entah kenapa kebiasaan tersebut terus kami lakukan hingga kami SMA. Yah, meskipun sekarang mengerjakannya tidak ketika pulang sekolah karena jadwal kami yang berbeda. Tak lama kemudian Raka sudah menaruh ponselnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Piket
Teen FictionSeorang siswi SMA bernama Anita jatuh hati kepada pria populer di sekolah yang bernama Adi. Perasaannya semakin tumbuh saat Adi selalu membantunya menjalankan tugas piketnya setiap pekan. Hatinya kini bimbang. Haruskah ia mengungkapkan perasaannya a...