PROLOG

54 9 6
                                    

Selamat membaca! 😀

Prolog,

Nama gue Sevia Anindita. Gue salah satu murid di SMAN Pancasila. Gue masih duduk di bangku kelas 11, lebih tepatnya di kelas 11 IPS 01.

Pagi ini masih seperti kemarin. Tepat saat gue mulai bergegas menuju sekolah, langit kembali menggelap, sesaat setelah air hujan mereda beberapa menit yang lalu.

Setelah membuka lebar payung biru gue, gue pun langsung berlari menerobos hujan. Sebenarnya hujan pagi ini tidak terlalu deras, tapi gue memutuskan berlari agar tidak sampai terlambat datang ke sekolah.

Gue bukan anak orang kaya dan setiap hari gue harus jalan kaki selama kira-kira setengah jam untuk sampai di sekolah.

Sekitar jam 06.45 gue pun akhirnya sampai di parkir sekolah. Gue langsung berlari menuju koridor. Setelah melipat payung, gue pun merapikan seragam gue yang sedikit berantakan.

"Ck," gue pun berdecak pelan.

Gue lihat sepatu gue begitu kotor. Gue pun mengambil beberapa helai tissue di dalam tas kemudian mengelapnya.

Gue berjongkok membersihkan beberapa bercak di sepatu gue sambil sesekali menyingkirkan poni gue yang sedikit berantakan.

Belum selesai sepenuhnya, tiba-tiba bel terdengar begitu nyaring. Dan koridor pun mendadak ramai.

Gue pun langsung berdiri dan bergegas menuju kelas.

Sambil memegang erat kedua tali tas punggung gue, sesekali gue memperhatikan anak-anak lain yang tengah ngobrol sambil berceloteh sepanjang koridor.

Sedangkan gue, gue merasa nggak ada di tengah-tengah mereka. Terabaikan.

Entah di langkah ke berapa, tiba-tiba saja kaki gue berhenti bergerak. Kedua manik mata gue menangkap seorang cowok berjaket abu-abu yang tengah berjalan menuju kelas 11 IPA 02.

Dengan cepat, gue pun berjalan ke arah jendela kelas itu.

Gue perhatikan dia dengan sedetail mungkin, walau sedari tadi dia tidak mengetahuinya.

Gue lihat dia berjalan menuju bangkunya. Sambil melepas jaket dan menaruh tasnya, ia pun duduk sambil menyisir rambutnya yang sedikit basah dengan jari-jari tangannya.

Gue pun tersenyum kecil.

Perlahan, gue menggerak-gerakkan jari-jari tangan gue di jendela kelas yang sedikit berembun itu. Gue mengelus nya pelan, membayangkan seolah yang tengah gue sentuh adalah wajah cowok itu.

Entah karena apa, dan entah sejak kapan, detak jantung gue selalu tak beraturan saat melihat cowok itu.

"Dimas," gumam gue pelan.

***

Cuma coba-coba aja ya,
Kalo salah dan ada yang nggak ngenakin langsung typo aja..

Alurnya masih belum kegambar jelas
Jadi mohon sabar..

To be continue 😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIMAS [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang