Suasana rumah bernuansa abu-abu dan putih ini terasa tidak bersahabat, dua gadis beda umur itu masuk kerumah. Bukan pemandangan hangat yang mereka temui tapi pertengkaran kembali, sesuatu yang sepertinya mereka "nikmati" setiap harinya. Sungguh bukan ini ingin mereka"Baik, saya terima gugatan cerai dari kamu dan Oliv ikut saya" kalimat yang dilontarkan seorang wanita itu membuat gadis yang memandang kearah dua orang itu mematung seketika, Oliv? Akan di bawa mamanya? Cerai? Berpisah? Thea tidak akan sanggup jika harus berpisah seperti ini dengan adiknya
"ngga ma, Oliv akan tetap sama thea disini. Oliv ngga akan ikut mama atau bapak, Oliv ikut thea" gadis itu menentang keinginan ibunya, thea tidak habis fikir mengapa permasalahan semakin muncul di keluarganya. Mama dan bapaknya memandang kehadiran thea dan Oliv. Mamanya menangis, wajah bapaknya merah padam. Thea mengerti ini bukan keinginan mereka berdua, tapi siapa yang bisa disalahkan? Mereka kalah dengan ego masing-masing.
"Oliv akan tetap ikut mama, thea sama bapak" mama thea berjalan kearah oliv dan thea. Memandang wajah thea lamat-lamat kemudian menggandeng tangan oliv untuk diajak ikut pergi bersamanya
"maaa, thea mohon jangan pisahin thea sama oliv. Maaaaa.... " teriak thea, ia sudah mencoba mengejar tapi bapaknya lebih cepat mencegah thea. Thea menatap kepergian dua orang yang ia sayangi. Thea luruh di lantai, kakinya seakan tak kuat menopang badannya
" pak, oliv pak" thea menangis tersedu-sedu akan ada apalagi setelah ini? Akan mengalami kehilangan apa lagi setelah ini? Akan mengalami kehancuran apa lagi setelah ini? Thea tak sanggup. Bapaknya mencoba menenangkan thea dengan memeluk dan mencium puncak kepala anak gadisnya itu.
"maafin bapak, maafin ngga bisa jadi bapak yang baik buat kamu ataupun oliv, maafin bapak" sesalnya. Penyesalan datang di akhir.
"mereka bisa balik lagi ngga pak?" thea memandang kosong pada pintu itu, pintu dimana oliv dan mamanya pergi tanpa meninggalkan pesan apapun
"bapak usahakan" lagi, lagi bapak mencium puncak kepala oliv dan memeluk anaknya begitu erat.
**
"thea, kantin yuk" gadis dengan rambut sebahu itu sudah hampir 30 menit membujuk sahabatnya untuk makan, tapi pandangan kosong dan kebisuan yang ia dapati. Sebenarnya apa yang sahabatnya ini alami? Apa?"gue ke kantin dulu deh, nanti gue bawain air sama roti ya the. Lu jangan kemana mana ya" putri pergi ke kantin meninggalkan thea di kelas seorang diri.
Thea kembali menangis, ini bukan inginnya. Ia masih ingin menikmati segala tingkah lucu adiknya. Ia masih ingin menikmati mata indah dan senyum manis milik adiknya. Tanpa di cegah airmatanya kembali keluar tanpa aba-aba. Ia buru-buru menghapus air matanya sebelum ada yang melihat.
"Lu kenapa nangis?" suara itu, thea masih sangat ingat. Thea memandang laki-laki yang kini sudah berada di depannya entah sejak kapan
"gapapa, kenapa ada disini?" thea mencoba menghapus airmatanya tapi sial, malah semakin deras
"gapapa, pengen aja" laki-laki itu duduk disamping thea dan menepuk-nepuk bahunya. Thea hanya melihat apa yang laki-laki itu lakukan
"kalo lu lupa, gue Alfarellza. Inget L nya dua biar mantep haha" rellza mencoba mencairkan suasana tapi ternyata gagal. Ekspresi gadis disampingnya tidak berubah masih terlihat sendu.
"yah ngga lucu ya? Sorry deh" rellza merasa bingung, cara apalagi yang akan ia lakukan. Dirinya bukan tipe orang yang romantis atau pengertian
"boleh pinjem pundak lu ngga?" thea memandang mata rellza dengan tatapan sendunya. Kali ini, yang ia butuhkan sandaran, ia butuh seseorang yang bisa menopang dirinya saat ini.
"boleh, tapi ngga disini." rellza bangkit dan menggandeng tangan thea. Ia membawa thea pergi keparkiran untuk menuju motornya. Thea sadar, ini jam istirahat dan beberapa menit lagi istirahat akan selesai.
"gue ngga mau bolos hiks..hikss" tangisnya semakin keras
"yah, iya deh iya ngga bolos jangan nangis lagi ntr gue di bilang nangisin anak orang" rellza panik, tentu saja karena murid yang lalu lalang melihat dirinya sambil berbisik bisik. Ia tidak mau di labeli cowo ngga baik karena dituduh menangisi anak orang.
Rellza membawa thea ke taman sekolahan. Ditaman ini sepi apalagi waktu istirahat karena banyak murid yang lebih memilih menghabiskan waktu istirahatnya di kantin atau perpustakaan sekolah. Ia mengajak thea duduk di salah satu bangku dekat pohon rindang, rellza memandang wajah gadis di sampingnya. Wajah yang terakhir ia lihat tak seprihatin ini, wajahnya masih terlihat garang, penuh ekspresi tapi kini? Wajahnya terlihat muram dan sendu.
"mau cerita?" rellza memberanikan diri untuk mengucapkan kata untuk memecah keheningan. Tatapan thea masih kosong
"kalo lu mau nangis, nangis aja gapapa. Jangan di tahan, ngga baik buat kesehatan diri lu" pandangan rellza masih kepada gadis di sampingnya ini.
Tetes demi tetes air mata keluar dari mata indah thea, ia tidak bisa membendung kesedihan yang dirinya rasakan. Kehilangan dan permasalahan yang bertubi-tubi membuat ia lemah. Rellza yang melihat itu membawa thea ke dalam pelukannya. Hanya ucapan dan pelukan yang bisa rellza berikan, ini yang biasa ia lakukan jika adiknya menangis.
"kalian ngapain?! "
**
Author's Note
Balik lagi sama akuuu hehe, gmna hari ini? Bahagia? Udah ngapain aja? Wkwk
Gimana sama Part ini? Ngga jelas ya? Kurang dapet feelnya ya? Maap maap maap yaw.
Kira-kira siapa yang mergokin mereka?
Salam hangat, peluk jauh untuk kalian!!! ❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Jangan lupa VOTE, COMENT, dan SHARE ketemen – temen kalean yaw hihi
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfarellza
Teen FictionKalo disuruh milih buat ada di dunia ini atau ngga, gue bakal tetap milih ada di dunia ini. Karna tuhan kasih gue kesempatan buat bisa liat diri lu dan senyum lu setiap hari, sebut gue terlalu berlebihan tapi kehadiran diri lu bisa buat gue lupa kal...