Anak laki-laki itu berlari. Menembus kerumunan taman ria, menjauh dari para pengejarnya. Dengan asal, dia menyerahkan kartu bebas wahana ke petugas. Kemudian, meloncat ke wahana dengan tangkas. Berhasil lepas dari tiga orang dewasa yang mengejarnya dari tadi.
Dia menarik napas lega. Namun detik kemudian, dia menyesal. Dari berbagai jenis wahana, kenapa dia harus meloncat ke permainan yang mengingatkan pada akrofobianya? Gondola yang dinaikinya mulai bergerak, sontak membuat wajahnya pucat.
"Kamu takut ketinggian?"
Anak laki-laki itu menoleh, mendapati seorang gadis kecil duduk di sampingnya. Terkejut, hingga tanpa sadar menyeberang ke tempat duduk di sisi yang lain. "Sejak kapan?"
Gadis kecil itu mengernyitkan alisnya. "Saya?" katanya sambil mengarahkan telunjuknya ke wajahnya sendiri. "Saya lebih dulu di gondola ini sebelum kamu meloncat karena, hmm, dikejar?"
Ia mengangkat bahu sebentar. Tidak berniat membahas. "Kamu sendirian?"
"Ya. Saya selalu merayakan ulang tahun di bianglala," simpelnya, diikuti senyuman.
"Hari ini juga ulang tahunku!" sambut anak laki-laki. Mendadak, dia lupa dengan akrofobia yang dideritanya. Senyuman gadis kecil itu sukses menghipnosisnya, membuatnya merasa aman.
Mata gadis itu melebar. Menampilkan sepasang iris yang hitam pekat. "Benarkah?" Dia lalu mengambil selembar kertas origami dari ranselnya. Melipatnya menjadi kincir angin. Kemudian, gadis itu melepas pipet dari botol minumannya dan merekatkan kincir angin dengan jarum pentul di sana. Terakhir, ia menyodorkan kincir tersebut ke teman segondolanya. "Terima kasih, kamu sudah lahir di dunia ini."
Anak lelaki itu tertegun. Selama sembilan tahun, belum pernah ada yang mengucapkan selamat dengan cara gadis kecil di hadapannya. "Teri-,"
"Ah! Itu mirip rasi Orion!" Gadis itu mendadak menggeser duduknya ke dekat jendela. Jemarinya melekat di kaca, seolah ingin menjangkau lampu-lampu kota yang telah menjelma jadi lautan bintang. Senyumnya semakin lebar, sambil menoleh ke anak lelaki yang tidak mengedipkan mata ke arahnya. "Maaf! Kamu pasti tidak nyaman dengan ketinggian."
Tanpa sadar, anak lelaki menggeleng. Tenggelam dalam pekat mata yang mengingatkannya pada langit malam bertabur rasi bintang. Tenggelam hingga bianglala selesai berputar. Tenggelam bahkan ketika gadis itu menghilang dari pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Next to Me!
Novela JuvenilKau tahu? Seberapa kerasnya mencari dogma, Hanya tersisa lembaran hipotesa, Merangkai bingung di jebakan rasa, Perlahan, kau 'kan membuka mata, Dan melihatku begitu nyata, Kau tahu? Dalam sesaat konstelasi masa, Hadirmu menyimpan seribu makna, Bahka...