1

78 3 0
                                    

Pagi hari, Di kota Jakarta.

Memasuki musim hujan, kota Jakarta rupanya masih cukup bersahabat untuk para warga yang ingin memulai aktivitasnya. Meski langit terlihat mendung, tapi itu tidak menghentikan padatnya rutinitas para penduduk. Terbukti jalanan mulai macet, suara klakson dari kendaraan yang satu ke kendaraan yang lain seolah saling bersautan. Ya, walaupun terdengar bising, tapi beginilah rutinitas di kota ini.

Sementara itu, dipinggiran kota Jakarta, disalah satu kamar disebuah rumah, seorang perempuan masih nampak mengantuk, penglihatannya masih samar, ia menjelajah kamar bernuansa putih biru. Warna kesukaannya.

Karina Larasati, itulah namanya. Perempuan cantik dan tangguh yang selalu berharap bisa menghadapi segala kesulitan hidupnya sendiri. Ya, walaupun ia tau ada beberapa orang yang peduli dengannya, tapi selama ia bisa melakukannya sendiri, ia pasti akan lakukan. Simplenya, ia tidak ingin membebani orang lain.

"Selamat pagi, Dunia!"

Senyumnya terukir, tangannya mulai mengkucek-kucek matanya, lalu melirik kearah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 7. Itu membuatnya sadar bahwa ia harus segera mandi dan pergi.

Karina berjalan kearah kamar mandi, disamparkanlah handuk di gantungan. Sekarang, ia sudah berdiri di depan kaca. Ia menatap bayang dirinya disana, lalu tersenyum.

"Aku berharap, hari ini bisa menjadi hari yang baik untuk ku" Karina berkata. Walaupun tidak baik bicara seorang diri, paling tidak dengan begini ia seolah mendapat semangat. Karena baginya, kalau bukan diri sendiri yang menyemangati, siapa lagi?. Mengetahui satu-satunya keluarga yang ia punya kini sudah pergi kurang lebih sekitar satu tahun yang lalu.

Setelah selasai mandi, sekarang tubuh Karina mulai terasa segar, matanya pun sudah tidak mengantuk lagi. Ia sudah mengenakan T-shirt berwarna putih dan celana jeans panjang miliknya. Setelah selesai berkemas, ia pun keluar dari kamar mandi juga.

Ia tersenyum mencoba menyapa foto yang sengaja ia pajang di dinding kamarnya, seorang wanita paruh baya dengan senyum lebar khas miliknya, terlihat cantik sebelum akhirnya penyakit  yang di deritanya menggerogoti tubuhnya yang perlahan mulai mengurus. Tapi bagi Karina, sang mamah hanya akan tetap terlihat cantik di matanya.

"Selamat pagi, Mah! Tidur ku semalam nyenyak banget sampai kesiangan gini. Hehehe..." Karina bicara seolah menceritakan.

"Aku berangkat kerja dulu ya, mah! Tenang, aku bisa jaga diri kok" Katanya lalu mencoba mengelus foto tersebut, lalu menciumnya.

Sampai akhirnya suara ketukan pintu membuyarkan pikirannya, ia langsung bergegas melangkah ke ruang tamu dan membuka pintu. Tapi, tidak ada siapa-siapa.

Karina celingukan mencari siapa orang yang baru saja datang tapi nahas sepertinya orang itu sudah benar-benar pergi. Tetapi, saat ia akan melangkah masuk kembali, mendadak matanya melihat sesuatu yang tergeletak rapi di bawah tepat di depan pintu masuk rumah. Setangkai bunga matahari kesukaannya.

Karina mengeryitkan dahi, mencoba berpikir, lalu tersenyum seolah sudah tau siapa yang sudah mengrimkan ini. Ia tidak perlu berpikir dengan susah payah dari siapa bunga ini, matanya kembali menjelajah keluar rumah, barangkali orang yang menyimpan bunga sedang mengumpat atau belum pergi terlalu jauh. Tapi sepertinya, ia sudah terlambat. Kini ia mencoba membuka petunjuk lain yang sudah si pengirim tempelkan di tangkai bunga tersebut. Ya, ada sepucuk surat disana.

Dengan cepat Karina langsung membukanya.

Dear Karina Larasati.
Pesan ku masih sama,
Kamu harus tetap menjadi bunga matahari untuk semua orang.
Tetap tersenyum,
Karena senyum kamu adalah alasan kenapa pria ini mau tersenyum juga.

Best AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang