SaTu

9 2 1
                                    

Dunia luar itu mengerikan. Tak sepadan dengan kasur empuk berselimut bed cover hello kitty di kamarnya. Led tv 72 inchi yang membuatnya serasa nonton bioskop tiap hari, dan menu makanan enak yang selalu di sajikan oleh mama.

"Beneran mau masuk sekolah umum?" Suara mama menggema dari dapur. "Mama kira udah betah banget homescholing" tambah mama sambil naruh piring berisikan cah kangkung kesukaanku.

"Iya. Adek bosen homescholling" jawabku santai. Sebenarnya ia malas menjawab, fokus melihat makanan yang tersaji.

"Tapi kan sayang kamu tau penyakit kamu..... "

"Mah , adek kuat kok lagian udah berapa bulan udah gak muncul lagi" memotong perkataan mama. Senyum sendu muncul di permukaan bibir mama . Lagi? Tatapan itu membuat hati ini sedih.

"Mama ngikut kemauan kamu, dengan syarat kamu rutin cek kesehatan. Gimana?

"Setuju" ucapku sambil mengambil nasi dan lauk .

.........

Keringat dingin mengalir dari dahinya. Sementara di atas sana. Matahari semakin bersinar memanaskan suasana. Ia panik, seharusnya dihari pertama masuk sekolah ia tidak melalui jalan ini. Rasanya ingin kembali ke rumah, duduk di sofa dan menonton film kesukaannya.

"Ayo, lari! Cepat, lari!"

Suara - suara semakin ramai berdengung ditelinganya. Sungguh ia ingin pergi dari sini, ia ingin berbalik arah dan berlari menuju jalan yang aman. Tetapi, rasa takut mulai merajainya.

Kerumunan berseragam putih abu - abu itu berlari ke arah nya. Tangan mereka mengacungkan benda - benda tajam. Mereka saling melukai, memukul, berteriak dan mencaci. Tawuran itu sangat tidak terkendali.

"Hei, itu anak Kartika" sebuah teriakan mengarah kepadanya. Tiba tiba, ia membenci memakai seragam putih abu - abu. Ia tak tahu bagaimana anak - anak itu bisa mengenalinya sebagai siswi SMA Kartika. Mereka berlari kearahnya dengan senjata tajam yang diacungkan.

"Goblok! Ngapain lo disini? Lari ayok!" Menarik tangannya sambil berlari menghindari kejaran lawan. Ia hanya pasrah ikut berlari dari pada jantungan dan terpaku melihat mereka berlari ke arahnya.

Mereka masuk ke pintu belakang sebuah warung yang tertutup rapat. Herannya, sosok penyelamatnya bisa masuk ke warung itu. Suara sirine mobil polisi memenuhi lokasi terjadinya tawuran.

Anak - anak berseragam SMA yang entahlah dari mana yang tadinya mengejar mereka sudah tidak terdengar lagi derap langkahnya.

Keringat bercucuran, tulang - tulangnya serasa ingin lepas dari tempatnya. Dan jantungnya masih berdetak sangat kencang. Please jangan kambuh... ucapnya dalam hati.

Merilekskan dirinya, ia memandang sosok penyelamatnya. Seorang cowok bertubuh tinggi , berkulit sawo matang tapi adem kok diliat, dan berambut cepak. Hanya bisa memandang tanpa mengetahui sosok dihadapannya.

Seniornya kah? Tanya dihatinya. Memandang seragam dengan logo samping kanan yang sama dengan seragam yang Ia pakai.

"Ngapain lo ikut tawuran kalau belom nguasain lapangan? Untung ga mati"

Ia tak menyerap omelan yang keluar dari seniornya hmm mungkin. Ia hanya bisa bersyukur karena penolongnya adalah anak SMA Kartika.

.......

Ketika ia masih umur 7 tahun ia ingin merasakan sekolah umum seperti yang lainnya. Akan tetapi mama dan papanya lebih memilih menyekolahkan di rumah nya saja.

Makin kesini Ia juga merasakan bosan dengan keadaan belajar yang seperti ini. Ia ingin punya teman yang banyak dan belajar bareng. Tapi apalah daya tubuhnya tidak seperti anak yang lain.

Dan akhirnya ia ingin menghilangkan kebosanan ini dengan masuk SMA. Ya,  ia ingin jadi anak SMA. Membayangkan dimana menjadi anak SMA itu se asyik film romantis yang sering ia tonton di rumah.

Sialnya hari pertama sebagai murid SMA malah masuk dilingkaran tawuran bukan lingkaran anak anak yang berbaris di lapangan mengikuti mos.

"Eh lo anak baru ya?" Ucapnya. Aku hanya mengangguk menyetujui ucapannya. " kok bisa kesasar kesini" tanya nya lagi . Mendengus kesal menatapnya "lagi hari sial aja" jawabku sekenanya.

"Oh, oiya kenalin gue Erlangga putra biasa dipanggil sayang hehehe" tiba - tiba menjabat tanganku.

Sumpah Ia kira sosok didepannya orangnya cool gitu taunya receh, garing, mana cengengesan lagi dengan muka sok salting.

"Arunika R" singkatku sambil melepas jabatan tangannya.

"R apaan tuh"

"Kepo, eh..?" Keget. Dia menatap muka ku dengan serius. Apa mukaku dekil banget ya?

"Ah gue tau, R itu Ratuku"
Sumpah ga jelas banget malah tambah ngakak. Gila kali, mengabaikan recehannya aku memandangnya.

"Makasih" ucapku.

"Sama sama. Lain kali jangan lewat jalan ini walaupun ini salah satu jalan tercepat sampai depan sekolah. Rawan kek tadi" katanya panjang dengan nasihat di dalamnya. Aku pun berdiri melangkah ke sisi pintu warung yang tadi kita berdua lewati.

"Lebih baik lo ga usah ikut mos percuma, telat!" Tambahnya.

"Ya" menoleh hanya untuk menatapnya yang sedang duduk bersandar di box kayu.

Benar - benar sial, racauku dalam hati. Kuputuskan untuk hari ini pulang ke rumah saja tanpa mengikuti mos sekolah.



















#hai haii
Kali ini aku up bagian bab satunya. Semoga kalian suka ceritanya. Dan jangan lupa vote jangan cuman reading doang. Okeh






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang