Terduduk manis di depan jendela, bukanlah hobby lelaki bersurai hitam pekat itu pada awalnya, namun ketika tidak ada lagi hal yang membuatnya tenang, maka bisa dibilang dia memilih kegiatan ini dari hal lainnya.
Jungkook bukanlah tipe orang yang peduli dengan sekitarnya, namun jika sekitar berbentuk seindah ini, mana mungkin dia tidak peduli. Matanya jauh memandang seorang lekaki —dia yakin berusia sama dengannya— dengan saksama. Berkulit coklat karamel, sama dengan warna rambutnya. Apakah lelaki itu mengecat rambutnya? Jungkook tidak yakin warna itu alami. Namun, warna ini tampak pas di matanya.
Lelaki itu bersantai di rumah pohon kesukaannya. Jungkook bahkan tau kapan rumah itu di buat. Dia tak pernah absen melihat pembangungan itu, serta melihat bagaimana lelaki itu selalu tersenyum senang tak sabar. Imut. Jungkook yakin, lelaki itu memiliki mata yang di luar dari indah di balik dua kaca yang tampak sangat mengganggunya.
Lelaki itu bergerak, membuat perhatian Jungkook ikut teralih, ketika seorang gadis memanggil namanya sedikit keras, "Taehyung, turun! Ayo main dengan kami."
Uh, menyebalkan pikir Jungkook, gadis itu selalu saja menganggu ketenangannya.
Sahutan dari lelaki itu terdengar, Jungkook terpaksa lebih mendekatkan diri dengan jendelanya, dia ingin mendengar suara lelaki itu dengan lebih jelas, "Diam Lia, aku sedang belajar, aku ada ujian besok."
Gadis itu tampak cemberut, "Dasar kutu buku! Abaikan saja ujian itu, tidak belajar pun, nilaimu sudah bagus."
"Lia, nilaiku bagus karena aku belajar, dan soal bermain, bisa di lakukan setiap hari, sedangkan ujian tidak ada setiap hari. Sudahlah jangan ganggu aku." Ujar lelaki itu, matanya kembali fokus ke buku-buku di hadapannya, membuat Jungkook tersenyum, dia suka saat lelaki itu bersikap sinis.
"Jungkook!" Teriak ibunya membuka pintu. Cukup sangat mengejutkan, Jungkook dengan panik cepat-cepat menutup jendela.
"Dari tadi Ibu panggil, kenapa tidak menyahut, hah?!" Marah ibunya.
Jungkook tertawa kikuk, "Maaf Bu, aku tidak dengar."
"Tidak dengar bagaimana, Ibu sudah berteriak beribu-ribu kali. Apa yang sedang kau lakukan, sampai tidak bisa mendengar suara Ibu?" Ujar ibunya, membuat Jungkook mengelus tengkuknya, "Tidak ada."
"Ada apa Ibu memanggil?"
Ibu menghela napas pelan, "Ayo turun, kau belum berbicara dengan tetanggamu sama sekali, sudah lebih dari satu bulan semenjak pindahan tapi kau bahkan belum juga menyapa mereka."
Jungkook baru saja akan protes, sebelum kemudian ibunya kembali berujar, "Jungkook! Orang-orang sekitar mengira kau anak yang bermasalah, sama sekali tidak pernah menyapa, banyak dari mereka bertanya kepada Ibu, mereka bilang kau sombong. Para tetangga sering bertanya juga pada Ibu. Ibu sampai malu. Ibu tidak tahu ternyata kau sama sekali belum bicara dengan mereka. Jadi, Ibu mohon sekali. Ayo turun!"
Jungkook memutar bola matanya malas, bukan karena dia sombong atau sebagainya, tetapi Jungkook benci orang baru, dia sangat tidak suka untuk beradaptasi, dia benci harus memulai lagi. Terkadang lebih baik untuknya untuk tetap sendiri.
"Ayo!" Perintah ibunya lagi.
Dengan terpaksa Jungkook beranjak dari kasurnya, turun ke lantai bawah bersama ibunya, untuk menyapa para tetangga.
——
Beberapa bulan kemudian setelah ujian kenaikan kelas.
Sama sekali tidak pernah Jungkook bayangkan bisa sedekat ini dengan anak bersurai coklat itu. Dia kira selama ini yang bisa dia lakukan hanyalah memandangi lelaki itu, nyatanya mereka bisa duduk di bangku yang sama, memandang papan tulis bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wanna Be Yours [KookV]
FanfictionJeon Jungkook, seorang pria pengidap skizofrenia yang jatuh cinta pada bayang-bayang lelaki itu, lelaki yang selalu melekat di hatinya. Dan Kim Taehyung, seorang psikiater yang akan menyembuhkannya. "Setiap aku membuka mataku, kulihat senyummu ter...