KANCING BAJU

53 24 4
                                    



Sejak di beli beberapa bulan lalu di sebuah gerai pakaian di Denpasar, aku bahkan tidak pernah mengira jika pakaian berjenis kemeja itu, terutama kacing bajunya bisa sekali-kali berbicara kepadaku. Mereka sering menceritakan prihal petualangan mereka selama dari pabrik tempat mereka di buat sampai tiba kemudian di gerai pakaian khusus dewasa di sebuah Mall di Denpasar.

Aku selalu saja merasa perlu untuk mendengar cerita mereka, seperti telah di hipnotisnya, sehingga aku terkadang sering senyum-senyum sendiri atau cemberut sendiri di kamar padahal aku tidaklah sendiri, ada mereka yang selalu bisa aku ajak bicara meskipun terkadang cerita-cerita mereka tak dapat aku pahami seutuhnya, dan terkadang dari cerita mereka melahirkan perbedaan pendapat yang berujung pertengkaran sesama kancing baju.

Seperti malam itu mereka bertengkar dan memecah keheningan malam.

Pada hari itu aku sedang tak ingin bicara ataupun mendengar cerita apa pun,  aku baru saja pulang dari bekerja, dan jam di kamarku hampir menunjukan larut malam. 

Tetapi, malam itu, dari dalam lemari bajuku. Samar-samar terdengar dari balik pintunya.

Ku dengarkan baik-baik, aku perhatikan baik-baik.

Bertengkar? Barangkali seperti itu!

Sesama kancing baju rupanya!

Pelan-pelan aku duduk di depan lemari pakaianku, pelan-pelan agar mereka tak terganggu oleh kedatanganku, pelan-pelan aku dengarkan pertengkaran itu. pelan-pelan aku dengarkan suara-suara mereka, aku mendadak ingin tau apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Yang bawah, nomer dua dari yang paling atas nyeletuk ke sesama kancing baju yang ada di bawahnya. Katanya; "itu, yang paling atas hanya jadi aksesoris. Beberapa kali kita di pakai dia tak pernah di kaitkan ke lobangnya, begitu saja, menggantung saja seperti hanya aksesoris saja." 

Kancing baju yang paling atas mendengar saja, ia tak menjawabnya meskipun ia sangat ingin membela dirinya. 

Yang nomer tiga dari urutan kancing baju paling atas juga sependapat dengan kancing baju urutan nomer dua, katanya; "Dia itu tidak berguna, mana ada gunanya kecuali si tuannya ingin terlihat gagah, itupun kalau di padukan dengan dasi tuan kita, kalau tidak pakai dasi mana pernah dia dimasukan ke lubangnya. Hanya aksesoris saja. menggantung saja." 

Kancing baju yang paling atas mendengar saja, ia tak ucap kata apapun, diam saja.

Hingga sampai dimana ia tak tahan lagi mendengar setiap apapun yang di ucapkan koleganya sesama kancing baju itu. sesungguhnya ia tak pernah ingin melawan kepada siapapun yang membicarakan dirinya. Ia lebih suka menjadi pribadi yang pendiam, sebab jika ia melakukan hal yang sama maka ia tak ada bedanya seperti koleganya yang lain. tapi malam itu amarahnya tak dapat di pendamnya lagi, hingga ia pun akhirnya berbicara kepada siapapun yang mau mendengar pembelaannya, termasuk mungikn aku.

"Mana mungkin!" Kata kancing baju yang paling atas, ia benar-benar tak sanggup lagi mendengar emosinya.

"Kita ini dipasang oleh tukang jarit yang sama." katanya jengkel ke kawan-kawanya yang telah bersama semenjak dirakit dan di jarit oleh penjaritnya.

"Jika kalian merendahkanku seperti ini, maka kalian sama saja sedang merendahkan orang yang sudah menjarit kita, memasangkan kita di baju kemeja ini. yang sudah membuat kita menjadi berguna, menjadi punya tuan, yang mengenakan kita, seperti yang kalian bangga-banggakan itu." Ia tak bisa lagi menahan rasa kekecewaannya itu.

Padahal mereka sudah bersama-sama sejak mereka di ikat oleh benang yang sama, di hari yang sama, hingga di beli oleh tuannya ketika masih di bungkus pelastik yang sama di sebuah toko baju kesayangan tuannya itu.

"Padahal, jika saja pada waktu kemeja ini di beli dan salah satu saja dari kita itu tidak ada atau lepas, maka tak  mungkin akan di beli oleh si tuan kita. Apa masih kalian berguna? Bisa-bisa kalian akan dikembalikan ke asal kalian atau di buang begitu saja di tempat sampah. Padahal kemeja itu di beli oleh si tuan kalian karena kalian masih lengkap, mau berguna, mau tidak, mau jadi aksesoris mau tidak. Tuan kalian tak pernah perduli, yang penting kalian utuh."

Tiba-tiba setelah kancing baju yang paling atas itu meluapkan kata-kata serupa kemarahan, serupa kekecewaan itu suasana malam mendadak hening. kabut berguguran di kaca jendela kamarku, detik sang malam meleleh di dinding arlojiku. Malam menjadi hening, dan sepi hingga pagi.

****




Selamat membaca sekumpulan cerpen dari Author

semoga menghibur...

maaf jika kurang layak

Author hanya ingin menulis yang ingin ditulis

jangan lupa mampir untuk memberi VOTE dan COMMEN nya

MAKASIIII


SEPASANG GERIMISWhere stories live. Discover now