Pulau Seribu Senyum

172 36 189
                                    

[ s h o r t s t o r y ]

Melepas rutinitas dari hiruk pikuk kota ternyata memabukkan. Mengambil cuti dengan tagar ekspedisi berhasil membuat segelintir anak muda Jakarta menyambangi Labuan Bajo, tanah di mana sektor perikanan menjadi dasar ekonomi, tanah di mana masyarakatnya dikenal sebagai suku laut, dan juga tanah di mana dua hati memutuskan untuk berlabuh di satu dermaga yang sama.

 Mengambil cuti dengan tagar ekspedisi berhasil membuat segelintir anak muda Jakarta menyambangi Labuan Bajo, tanah di mana sektor perikanan menjadi dasar ekonomi, tanah di mana masyarakatnya dikenal sebagai suku laut, dan juga tanah di mana dua h...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tertanda, Indonesia Timur.






































"Ra, ini mimpi lo kan?"

"Iya, mimpi yang gue kira gak akan pernah jadi nyata,"

"Tapi sekarang nyata,"

Gadis itu mengangguk, "Thanks, Ar. Kalo gak ada lo, mungkin gue gak akan kayak sekarang,"

Manik kecokelatan milik Hara menerawang, tak tahu bahwa sosok adam disampingnya kini tengah memandangnya lekat. Angin tak henti membelai, mentari kian sayu dengan hari yang kian sore. Di atas perbukitan pulau Padar, dua sosok itu bermonolog, berbincang dengan hati dan pikirannya masing-masing, menyatukan prasangka dan logika dalam persepsi satu pihak, yang berakhir dengan menyimpan perasaannya rapat-rapat.

"Woi, kalian berdua lagi ngapain, sih? Serius amat,"

Ojan sialan, ganggu aja. Ardin menggerutu.

"Eh, Jan. Kapan kapalnya balik?" tanya Hara. Sudah setengah jam ia dan kawan-kawannya menunggu di pulau ini. Katanya ada kesalahan teknis pada kapal, jadi penjemputan diundur.

"Kata Pak Jo, sih, bentar lagi. Mungkin lima belas menitan,"

"Gitu, ya. Gue juga masih betah, sih,"

"Sama, Ra. Nggak mau pulang," Kalimat terakhir lelaki dengan nama asli Fauzan itu terdengar sedikit manja. Sukses membuat Hara menahan tawa.

Ardin membalas sewot, "Apaan sih, geli gue dengernya,"

"Ciri-ciri manusia sirik,"

"Bodo."

"Ah, lo mau nembak cewek aja cupu banget, Ar."

"Kurang ajar, sini lo!"

Mereka berdua lalu kejar-kejaran, diatas bukit dengan latar belakang mentari yang tenggelam. Hanya kurang backsound lagu India saja.

Fajar di Tanah ManggaraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang