Ada apa ya Di dengan diri ini? Kenapa aku sekacau ini? Kenapa hati ini jadi keras? Padahal cita-cita ku jadi anak yang berbakti, persis sama dengan anak-anak lainnya. Tapi kenapa ya di? Akhir-akhir ini rasanya semakin berat. Aku egois sekali. Aku benci semua hal yang mengganggu, bahkan jika itu muncul dari bidadari ku.
Di, kasih aku saran. Kasih aku wejangan. Ingin rasanya di tampar sekuat tenaga, agar aku sadar di. Banyak sekali luka yang telah ku toreh di hatinya. Hati yang selama ini tercurah untuk membesarkan ku. Di, tau tidak. Mungkin hidupnya sudah di sia-siakan dengan melahirkan ku. Mungkin hidupnya tidak bahagia karena ada aku. Bagaimana ya di? Cara agar aku jadi alasan ke bahagiaannya lagi? Bagaimana ya di? Cara agar lengkung sabit tertoreh pada bibir keriputnya? Bagaimana ya di?
Hahh, aku. Hanya anak yang tak tahu diri. Tak tahu di untung. Egois. Keras kepala. Mau enak sendiri. Di, selama ini ku kira bahagianya itu aku. Selama ini, ku kira, bahagianya itu prestasi ku di. Padahal bukan. Yang ia mau, aku yang sama di. Sama seperti anak lain. Mencintai ibu nya. Tapi kenapa aku tidak bisa seperti orang lain ya? Di, hati ku hancur. Hidup ku pilu. Rasanya kosong melompong. Hampa...
Aku berharap, bisa jadi bunga diantara padang yang tandus. Tapi aku jauh sekali dari air. Sulit untuk tumbuh. Sulit bahkan untuk bernapas. Kata orang aku tangguh. Salah. Salah di, mereka salah. Aku tiada berarti tanpanya di. Tapi ia tak pernah memihak ku. Tidak pernah ada untuk ku. Meski ia ada di hadapan ku di. Yang ia dengar hanya sayup-sayup tawa tetangga. Di, gimana ya caranya? Cara agar ibu mau mendengar derita ku. Di, boleh tolong sampaikan? Sampaikan padanya aku rindu ibu ku. Aku rindu wanita yang hangat itu. Aku rindu pejuang tangguh yang ku panggil ibu. Yang peluknya mampu membuat ku sesenggukan, menumpahkan semua cerita ku. Di, aku rindu. Rindu ibu ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diri Ku
RandomAku ingin berbicara, tapi tak bisa. Berbisik, sepertinya takkan di dengar jua. Ku putuskan untuk menulis saja, agar di baca.