Namaku Alea, sekarang aku bukan bocah lagi. Umurku sudah 25 tahun dan setelah tujuh tahun lamanya aku masih menyukainya. Padahal kita sudah tidak pernah bertemu sejak hari itu.
Sehun
Hmm berapa umurnya sekarang? 30 tahun? Ah, kurasa lebih.
Sebenarnya, aku masih menyukainya. Walaupun kita sudah tak pernah bertemu semenjak kasus penolakan-yang memalukan bagiku- tujuh tahun lalu. Dan entah karena alasan apa, hari ini, aku kembali dipertemukan dengannya.
Melihat wajahnya, lagi lagi membuatku teringat kasus penolakan tujuh tahun lalu. Aku meringis dalam hati, sungguh memalukan. Tapi daripada malu, rasa sakit hati masih tetap mendominasi. Aku masih sakit hati tentu saja. Padahal sudah tujuh tahun berlalu, tetapi rasanya seperti baru kemarin ia menolakku.
Tapi, bukankah terlalu kekanakkan jika aku menghindarinya setelah tujuh tahun tidak bertemu? Aku sekarang sudah dewasa, ingat? Menghindar adalah kelakuan anak remaja saat cintanya ditolak. Dan itu yang kulakukan saat ia menolakku tujuh tahun lalu. Sialan.
"Hai." Sapanya padaku.
Namun aku hanya membalas dengan senyuman. Canggung adalah hal yang tidak bisa dihindari saat ini. Dan senyumanku tadi hanya menambah suasana canggung yang sudah tercipta.
Bukannya aku ingin mempertahankan kondisi canggung saat ini. Tapi aku benar benar tak tahu harus bagaimana membalas sapaannya selain senyuman disaat hatiku tak henti hentinya bersorak gembira mendapat sapaan darinya.
"Apa kabar?" Tanyanya padaku.
"Aku baik, bagaimana denganmu?" Bagus, aku akhirnya bisa mengeluarkan suara setelah tadi berlaku seperti orang bisu.
"Aku... Tidak baik." Katanya sambil menuduk.
"Huh?" Apa katanya? Tidak baik? Kenapa?
"Aku merindukanmu." Katanya lagi lagi masih dengan posisi menunduk. Ia tak berani menatap mataku, kurasa.
Sial, aku harus menjawab bagaimana?
Apakah aku harus menolaknya seperti yang ia lakukan padaku tujuh tahun lalu? Atau aku jujur saja kalau sebenarnya aku juga merindukannya? Baiklah kurasa tidak ada salahnya untuk jujur. Toh, dia juga merindukankukan?
Baiklah, kali ini aku ingin menuruti hatiku untuk mengatakan dengan lantang bahwa aku juga merindukannya selama ini. Aku sudah akan mengatakannya, tetapi tiba tiba ada seorang laki-laki asing menghampiri aku dan Sehun.
Oh bukan asing, kurasa ia mengenal Sehun.
"Hai, aku teman sehun. Chanyeol. Kau bisa memanggilku sayang, kalau kau mau." Ucap pria yang jangkung yang mengaku namanya Chanyeol.
"Yeol! Jangan bercanda."
Ucap Sehun pada sayang, oh maksudku pada Chanyeol."Aku memang tidak bercanda. Aku betulan tidak keberatan dipanggil sayang olehnya."
Double sialan! Belum selesai kecanggunganku dengan Sehun, ditambah lagi kedatangan temannya yang bukannya mencairkan suasana, tetapi justru menambah kadar kecanggungan yang ada.
Kalau tadi aku bahagia bisa bertemu dengan sehun, sekarang aku menarik kata kataku. Bukan karena aku tak ingin bertemu dengannya. Tapi kurasa saat ini kita bertemu diwaktu yang tidak tepat. Aku butuh persiapan.
"Kenapa kalian mengobrol di tengah jalan begini? Sebaiknya kita masuk ke kafe itu, sepertinya suasananya menyenangkan." Kata si Chanyeol Chanyeol itu.
Hffftttt, syukurlah. Dia bertanggung jawab untuk mencairkan suasanya yang dia buat canggung -yang sebenarnya bukan salahnya juga- ini.
•Te Amo•