-
-
Ketika aku berduka..
Kau s'lalu ada
Memeluk luka ku..Disaat ku butuh teman
Yang mengerti ku
Bahagiakan ku..
-
Seorang gadis cantik berambut sebahu yang tergerai, tengah duduk santai menikmati hembusan angin sore bersama sahabat kecilnya. Gadis itu sangat senang menikmati senja dan hujan. Baginya, hujan itu akan mengingatkan nya tentang kenangan indah yang dulu pernah ada, dan senja, mampu membuatnya lupa dengan masalah yang pernah terjadi.
Gadis itu bernama Mentari. Senyum yang selalu ada di wajahnya, dan canda tawa yang selalu ada ketika ia bersama Pelangi.
Pelangi, sahabat yang selalu menemaninya kemana pun ia pergi, ia selalu ada disisinya. Mentari sangat sayang pada Pelangi, dan begitupun dengan Pelangi. Namun, kenyataan bahwa Pelangi jatuh sakit membuat Mentari tak sanggup mendengarnya. Pelangi mengalami penyakit kanker otak yang sudah hinggap sejak satu tahun yang lalu, namun keceriaanya sekarang, tak membuktikan ia mengalami penyakit itu.
"Tari.." panggil Pelangi.
"Iya," sahut Mentari lalu menoleh ke arah Pelangi.
"Sakit, ya?" tanya Mentari khawatir, sambil menatap lekat wajah Pelangi yang sedikit pucat. Pelangi duduk di sampingnya.
"Enggak, kok. Aku nggak apa-apa," ujar Pelangi sambil tersenyum.
Mentari tahu, bahwa itu hanyalah Fake Smile nya, yang ia coba untuk menutupi rasa sakitnya sekarang.
"Tari.. Aku pengen deh, kita ngerasain hidup bareng terus. Aku pengen lihat kamu bahagia terus di samping aku, dan aku pengen, aku jadi satu-satunya orang yang terpenting di hidup kamu setelah keluargamu." ujar Pelangi dengan tatapan mata yang sendu.
"Pelangi.. Kamu bicara apa sih? Kamu itu udah aku anggap sebagai saudara aku sendiri. Dan sampai kapanpun, kita akan tetap bersama. Forever.." ujar Mentari meyakinkan Pelangi.
"Tapi, sepertinya itu gak akan terjadi." ujar Pelangi sambil menunduk.
"Kenapa?" tanya Mentari.
"Dokter bilang, hidupku takkan lama lagi. Dokter bilang, semakin lama penyakit yang ada di tubuhku ini, semakin menyebar. Aku takut... Aku takut, kalau nyatanya aku meninggalkan dunia ini. Aku takut aku gak bisa melihat kamu lagi dan, aku takut membuat kamu sedih. Aku takut..." ujar Pelangi sambil menangis. Mentari pun merengkuh tubuh kecil Pelangi yang terlihat semakin kurus.
"Jangan mudah percaya sama kata-kata dokter. Dokter hanyalah seseorang yang membantumu untuk menyembuhkan penyakitmu, bukan seseorang yang tahu kapan kamu akan mati. Mati itu adalah takdir. Tak semua takdir dapat kita ubah, dan hanya Tuhan yang mengetahui takdir kita." jelas Mentari berusaha menenangkan Pelangi.
"Kamu, orang yang selalu memotivasi aku. Terima kasih.." Pelangi menangis, lalu memeluk erat Mentari. Mentari pun balas memeluknya.
Satu jam telah berlalu. Terasa sangat cepat, dan Mentari tak ingin Pelangi pergi dari hidupnya. Walau hanya sebentar, Mentari terlalu takut untuk kehilangannya.
Tetapi hari ini, ia harus rela Pelangi pergi untuk beberapa waktu. Mungkin? Ia harus melepas Pelangi pergi untuk menjalani pengobatannya di sana.
"Sudah lah. Pelangi kamu harus pergi sekarang, Ayah mu pasti sudah menunggu. Ayo? Aku akan mengantarmu," ujar Mentari, seraya menghapus air matanya.
"Tidak.. Aku akan pergi, tapi kamu harus tetap disini. Tunggu aku sampai aku kembali, oke? Jangan terlalu memikirkan dan mengkhawatirkan ku, dan jangan sampai kamu sakit. Jaga dirimu baik-baik. Oke?" pesan Pelangi.