CINCIN PERNIKAHAN 1

34 3 0
                                    

1998, Sumbawa NTB

Mahardika, seorang pria berusia 26 tahun dan istrinya Salwa yang dua tahun lebih muda darinya baru saja pindah ke Sumbawa demi memenuhi pemindahtugasan Mahardika ke daerah tersebut. Mahardika seorang kepala BP3K (Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan)  dimana ia bekerja meneliti sekaligus juga memberi penyuluhan bagi para petani, nelayan di daerahnya. Sementara Salwa yang awalnya seorang guru SD terpaksa ia berhenti dari pekerjaannya karena tidak mau berpisah dengan sang suami. Begitu sayangnya pasangan muda ini, sampai-sampai lebih memilih tinggal bersama dibanding mempertahankan kariernya masing-masing.

Pukul 7 malam Salwa dan Mahardika tiba di rumah sederhana yang baru saja mereka beli sebulan sebelumnya. Rumah yang amat sederhana dengan hanya ada dua kamar kecil, satu dapur, toilet yang berada di luar rumah serta sisanya ruang tamu dan ruang keluarga dalam satu ruangan sekaligus. Toilet hanya ditutupi oleh kayu berbentuk segiempat berukuran satu meter kurang, dengan didalamnya diadakan sebuah sumur kecil.

Salwa ; “Mas jangan sampai Fadlan tau tempat kita tinggal ya. Tolong mas jangan berhubungan lagi dengan orang macam dia”.

Sebelumnya Mahardika terlibat pertengkaran dengan Fadlan, sesama pegawai BP3K. Fadlan masih bersikeras menjadikan Salwa sebagai isterinya. Sebab Fadlan merupakan mantan pacar Salwa sebelum Mahardika. Sayangnya Fadlan sering melakukan kekerasan fisik hingga hubungannya dengan Salwa hanya bertahan enam bulan saja. Meskipun begitu, nenek Fadlan sudah sangat menyayangi Salwa. Ia sudah dianggap sebagai anak kandungnya sendiri.

Suatu ketika nenek Fadlan jatuh sakit, sedangkan Fadlan sudah tak lagi mempunyai orangtua. Hingga nenek Isah-lah yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri yang merupakan keluarga satu-satunya. Nek Isah meminta Salwa kembali bersama Fadlan seperti dahulu. Sehingga meskipun tau Mahardika dan Salwa sudah menikah, Fadlan bersikeras mendapatkan Salwa kembali bagaimanapun caranya. Akhirnya Mahardika dan Fadlan berkelahi di kantor.

Akibat perkelahian itu, Mahardika dipindahtugaskan dan kenaikan jabatan yang sudah diumumkan sebelumnya diresmikan lebih cepat dari yang seharusnya. Mahardika mendapat kenaikan jabatan dan dipindahtugaskan ke Sumbawa NTB. Rekan kerjanya di Mataram menjadi saksi siapa yang terlebih dulu mencari perkara. Hingga Mahardika juga diuntungkan dalam hal ini. Karena memang Mahardika hanya mencoba melindungi Salwa dari amukan gila Fadlan saat itu. Hal tersebut juga disaksikan langsung oleh rekan kerja mereka. Sementara Fadlan bahkan tidak diskors atau diberi hukuman. Ia bisa kembali bekerja seperti biasa.

Mahardika : “Iya Sal. Jangan khawatir. Fadlan tak mungkin sampai senekat itu mengikuti kita”. Jawab Mahardika.

Salwa : “Mas Dika juga pokoknya harus hati-hati. Mas gatau bagaimana nekadnya Fadlan”.

Malam itu, Salwa dan Mahardikapun tertidur lelap di rumah baru mereka.

CINCIN PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang