II

60 5 2
                                    

Selamat membaca..
Jangan lupa vote dan komen

Awas typo..

****

"Hallo gi.. Lo dimana sekarang?"

'Ntar lagi gue sampe'

"Buru ntar nyokap gue tau elah!"

'Sabaran dikit napa sih.'

"Yaudah cepetan!"

'Gue udah sampe nih di tempat perjanjian awal. Gue tunggu! Lama gue tinggal!'

"Iyaa"

Kara mematikan sambungan telepon. Ia melirik ke arah pintu untuk memastikan tidak ada yang menuju ke arah kamarnya.

Kemudian gadis itu membuka jendela kamarnya. Untung saja kamarnya berada di lantai satu. Jadi dirinya tak perlu repot repot saat ingin kabur.

Menghela nafas, Kara melompati jendela kamarnya kemudian menutupnya kembali.

Niatnya sudah bulat. Kara tak ingin di jodohkan. Ia ingin menentukan pilihannya sendiri. Kara tidak ingin berakhir seperti kakaknya.

"Huuh Alhamdulillah." Kara mengeratkan sweater abu abu yang ia pakai. Kabur hanya membawa diri dan uang serta handphone sungguh membuat dirinya was-was.

Mungkin Abi nya akan sangat marah atas perbuatan memalukan ini. Tapi mau bagaimana lagi? Dia tidak ingin di jodohkan.

"Gue otw nih!"

'yaudah cepetan ntar ketauan.'

"Iyaa.. jangan dimatiin telfon nya. Aku takut."

'iya sayang'

Kara menghubungi Egi, sang pacar yang membantu aksinya kabur kaburan.

Kara menelpon dengan suara berbisik. Takut takut ada yang mendengar suaranya.

Kara menuju gerbang rumahnya. Mengendap endap layaknya maling. Tidak ada yang menjaga gerbang. Mungkin pak Sardo tengah sholat isya.

Kara tersenyum bahagia. Pasalnya seperti Tuhan tidak merestui jika dia harus menikah dengan lelaki pilihan ayahnya. Kara sangat bahagia. Tuhan begitu baik padanya. Pikir Kara.

"Kamu maling?"

"Hah?"

Kara terkejut bukan main saat mendengar suara bariton dari belakang nya. Mengagetkan saja. Batinnya.

"Bukan urusan Lo" ketus Kara pada laki laki di hadapan nya sekarang.

Lelaki itu hanya diam. Tidak merespon. Kara buru buru membuka kunci pagar. Karena takut ia jadi gugup dan tergesa gesa. Rasanya sulit sekali membuka pagar yang tidak seberapa ini. Beginilah rasanya jika tertangkap tengah berbuat kejahatan?

"Iya pah, Isal masuk sekarang. Iya dia ada di depan gerbang." Lelaki itu menutup panggilan telfonnya.

Kara berbalik saat mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan oleh lelaki itu.

Di depan gerbang? Gue dong? Batinnya.

"Ayo masuk!" Ucap lelaki itu datar.

Kara hanya memandangnya sekilas. Kemudian melanjutkan aksinya kembali. Kenapa susah sekali sih gerbangnya di buka? Astaga. Kara berdecak sebal.

Kara sudah bersumpah serapah dalam hati. Setelah bunyi klek dari gembok yang tengah ia buka. Kara buru buru membukanya. Kemudian menatap sekilas ke arah lelaki yang masih saja setia berdiri di tempatnya.

Ku Genggam kau dalam DOATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang