Pagi itu panas begitu juga badanku. Aku meletakkan tangan dan kepalaku di atas meja. Teman sebangkuku, Ayu merogoh laci meja mengambil baju olahraganya. "Zel ayo ganti." Ajaknya. Aku tak mengangkat kepalaku, "Deluan saja, aku nggak ikut olahraga.".
"Nanti di Alpha." Ia terus memaksaku sambil menarik lengan bajuku. "Masa bodo sama Alpha." Ujarku malas. "Yaudah aku deluan." Ayupun berlalu pergi.
Aku melanjutkan tidurku. Seseorang menarik rambutku dari belakang, dengan sigap aku bangun dan menoleh.
"Apaan sih!" ketusku. Si jail Dava hanya tertawa.
"Mbolosan!" ejeknya. "Biarin!" aku melanjutkan tidurku.
Ia mengambil kardus biru dari dalam tasnya dan meletakkannya di bawah kakiku. "Btw makasih." Ucapnya lirih.
Aku terbangun dan tertawa, "Ku kira lu lupa, haha."
Dia hanya membalas dengan senyum tipis.
Tiba-tiba telapak tangannya diletakkan diatas dahiku, "Kamu panas. Ayo ke UKS." Katanya dengan wajah datar.
Blush.
Dia membiarkanku menatap mata coklatnya, sial dia tampan sekali!
"Wajahmu merah, kayaknya parah." Ujarnya lagi.
Aku tetap diam.
"Kamu kayaknya beneran sakit."
Aku tersadar, dengan cepat ku turunkan tangannya dari dahiku dan agak memberi jarak. "Apaan sih. Udah sana keluar!" usirku. Dia berlalu pergi begitu saja.
Ku tenggelamkan lagi wajahku yang merah dibuatnya. Sejak kapan aku merasa ada hal lain dalam dirinya? Dava benar-benar membuat waktuku berhenti sesaat.
Sejak hari itu, Dava semakin sering menjahiliku. Aku semakin sering bertatap muka dengannya. Semakin sering berdebat dengannya. Rasanya menyebalkan, tapi aku suka.