♣ 14

27.4K 1.3K 88
                                    

Selamat Membaca!

Maura memperhatikan jalanan yang sedang mereka lewati. Sepertinya ada yang salah.

"Pak, ini bukan jalan menuju apartemen saya."ucap Maura memberitahu.

Adam menatap Maura."Kita akan tinggal bersama dari sekarang."ucap Adam santai membuat Maura melotot. Tinggal bersama? Yang benar saja. Maura tidak mau.

"Ya tidak bisa, pak. Saya tidak mau. Lagipula saya punya rumah. Bapak juga bukan siapa-siapa saya, jadi bapak tidak berhak memutuskan di mana saya tinggal."ucap Maura penuh kemarahan.

Adam hanya diam lalu memberikan ponselnya dan meminta Maura membaca pesan percakapan antara dirinya dan Arvind.

"Saya memang tidak bisa. Tapi daddymu bisa. Dia sudah meminta saya untuk menjagamu di sini."ucap Adam lalu mengambil ponselnya kembali kemudian meminta sopir untuk melaju lebih cepat.

Ketika mobil berhenti di halaman rumah, Adam kembali dibuat kesal karena Maura tak ingin keluar dari mobil.

"Keluar!"titah Adam tegas namun Maura masih bersedekap dada, ia menolak untuk keluar dari mobil.

Adam menghela napas lalu meminta sopirnya mengeluarkan barang-barang mereka.

Adam menaikkan lengan kemejanya hingga sebatas siku kemudian mulai melakukan peregangan pada jari-jarinya.

"Keluar dengan baik-baik atau saya akan membawamu secara paksa."ucap Adam dengan nada lembut tapi mengandung kemarahan di dalamnya.

Maura tetap kekeh di posisinya.

"Saya ingin kembali ke apartemen saya."ucap Maura tegas.

Adam mengangguk lalu mulai mendekat. "Baiklah, jika ini yang kamu mau."

"Bapak mau apa? Jangan mendekat. Saya tidak mau tinggal di sini."teriak Maura saat pak Adam dengan paksa menarik lengannya kemudian dengan tak berperasaan memanggul tubuhnya seperti sekarung beras.

Bukk

Adam memukul bokong Maura yang terus saja memberontak di gendongannya.

"Diam atau kamu akan membangunkan semua orang."ucap Adam membuat Maura langsung membekap mulutnya. Ia tidak ingin malu jika seandainya ada yang melihatnya dipanggul seperti ini.

Bukk

Adam lagi-lagi memukul bokong Maura, membuat Maura kembali berteriak keras. "Saya sudah diam pak, jangan pukul bokong saya lagi."

Adam menurunkan Maura dengan tak berperasaan hingga bokong Maura mencium lantai rumah pak Adam.

"Aww shh sakitt pak Ihh"keluh Maura sambil mengelus bokongnya yang terasa sakit.

Oekk.. Oeekk..

Maura menoleh ke arah sebuah suara tangisan yang terdengar.

Deg..

"Selamat datang!"ucap Nella, ibunya pak Adam.

Maura melotot, jadi sedari tadi ia sudah menjadi bahan tontonan keluarga pak Adam. Ini salah pak Adam yang menggendongnya dengan wajah menghadap belakang, jadinya ia tak bisa melihat dengan jelas. Kalau saja Maura tak mendengar tangisan bayi, maka ia tidak akan tahu jika ada banyak orang di sana.

"Hehe.." Maura tersenyum canggung lalu menunduk sopan.

"Saya permisi."ucap Maura lalu ingin berjalan menuju pintu utama.

"Mau ke mana?"tanya Adam tajam, dia langsung menarik lengan Maura menuju ke arah keluarganya.

"Ini ayahku, Darwin."ucap Adam sembari menunjuk pria dengan rambut yang dipenuhi uban namun nampak masih sangat bertenaga.

Jodohku Duda TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang