"Biru, tolong lepaskan. Sakit sekali," rayu Lily dengan suara gemetar. Pergelangan tangannya terjepit kuat oleh Biru, memunculkan warna merah di kulitnya.
Namun, Biru sama sekali tidak menanggapi. Dia hanya membawa Lara ke mobilnya, lalu membanting pintu dengan keras, membuat Lily terkejut dan takut.
Biru mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi, menerobos keramaian pusat kota menuju apartemennya.
“Biru, maafkan Lily. Tadi Lily cuma diajarin basket sama Cio,” ucap Lily dengan penuh permohonan.
Biru tidak menjawab, malah mempercepat laju mobilnya.
Sesampainya di apartemen, Biru langsung menurunkan Lily dan membawanya ke lantai 24, tempat kamarnya berada.
Sepanjang perjalanan menuju kamar, Lily terus meminta maaf atas kesalahannya, tapi Biru tetap diam.
Begitu tiba di kamar, Biru mendorong Lily dengan kasar hingga Lily merintih kesakitan.
Lily menatap Biru dengan penuh permohonan, sementara Biru menatapnya dengan penuh kemarahan.
“Jangan menangis, nakal. Kamu harus terima hukumanmu,” bisik Biru sambil memegang dagu Lily dan mengelus lembut wajahnya.
Beberapa detik kemudian, Biru mengambil tali dan mulai mengikat tangan Lily ke tiang besi di samping kasur, lalu mengikat kedua kakinya. Dia juga membungkam mulut Lily dengan kain.
Setelah selesai, Biru mematikan lampu dan menyalakan televisi yang sudah diatur menayangkan film thriller berdarah.
“Jangan tutup mata! Kalau ketahuan, awas saja!” ancam Biru, dan Lily hanya bisa mengangguk ketakutan.
Selama film berlangsung, Lily hanya bisa menonton dengan rasa takut yang mendalam, hampir tak tertahan.
Satu jam berlalu, film berakhir. Biru mematikan televisi dan menyalakan lampu. Dia menuju rak yang sangat dikenalinya dan mengambil beberapa benda kesayangannya.
Ketika tiba di hadapan Lily, Biru tersenyum lebar. “Kamu mau di mana, sayang?”
Lily menggeleng keras, dalam hati berdoa, ‘Kumohon, jangan.’
Biru tertawa kecil melihat ketakutan Lily. “Anak nakal harus dihukum. Nikmati saja,” katanya sambil mulai menggoreskan silet pada kulit Lily, meninggalkan goresan di kaki, tangan, dan membuat ukiran namanya di paha Lily.
Lily merintih kesakitan, air mata menetes tak berhenti karena rasa perih yang menjalar di seluruh tubuhnya.
‘Tuhan, tolong Lily,’ doanya dalam hati.
Akhirnya, Biru menorehkan sayatan terakhir, membentuk inisial 'B' di dada Lily. Dia tersenyum puas melihat hasil karyanya.
Setelah itu, Biru mengambil kotak P3K dan dengan hati-hati mengobati setiap luka di tubuh Lily. Setelah selesai, dia menaruh kotak P3K dan melepaskan ikatan kain dari mulut Lily.
“Biru jahat!” seru Lily sambil menangis.
Biru hanya tertawa kecil. “Makanya, jangan nakal,” jawabnya.
Lily menunduk, menghindari tatapan Biru.
“Lihat aku, Vana,” pinta Biru. Namun, Lily tetap menolak menatapnya.
Biru menghela napas, memegang wajah Lily dengan lembut, dan memaksanya untuk melihat ke matanya.
Dengan senyuman lembut, Biru berkata, “Aku sayang kamu, Vana. Kamu satu-satunya yang aku punya di dunia ini. Aku takut kamu meninggalkanku. Maafkan aku, ya?”
Kata-kata tulus Biru membuat Lily luluh. Meskipun Biru menyakitinya, tapi Biru jugalah yang menjadi obat untuk dirinya.
“Lily tidak akan meninggalkan Biru. Lily janji,” ucap Lily sambil menatap dalam mata Biru.
“Janji?”
Lily mengangguk. “Janji.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Catura
Teen FictionBiru bukan hanya milik Kaira. Tapi Kaira hanya milik Biru. "Lo deket sama dia, gue kurung lo 3 hari 3 malam!"