Île Saint-Louis, Paris, French
Winter.
.
Oh, astaga.
Ingatkan Luhan untuk lain kali membawa mantel musim dingin ganda.
Tangannya yang terbalut sarung tangan rajutan wol hangat terangkat ke bagian lehernya dan membenahi syalnya yang meluruh turun dengan segera sebelum hawa dingin jahat menyentuh kulitnya. Gadis manis itu terbatuk sedikit dan menyemburkan uap putih tebal ke udara sebelum bergidik dan mempercepat langkahnya secepat apa yang bisa dilakukan kakinya dalam balutan bot berlapis bulu beruang di bagian dalamnya serta hak stiletto setinggi 13 senti. Dia menikmati suara ketukan lirih sekaligus mengancam dari hak runcing sepatunya saat melangkah di jalanan berbatu menuju apartemennya di Marais.
Musim dingin selalu menjadi musim yang dikutuk Luhan hingga ke neraka paling jahanam. Musim ini terlalu dingin hingga terkadang Luhan menemukan ruam-ruam merah di kulitnya karena alergi dan ruam itu sangat gatal. Luhan benci itu. Gatalnya akan memaksa Luhan untuk menggaruknya lalu menyesal karena meninggalkan bekas garukan yang terlalu dalam di kulitnya yang sebening salju.
Ibunya selalu mengatakan padanya bahwa dia sangat beruntung bisa memiliki Snow White sebagai anaknya. Luhan menyeka rambut hitam legamnya dan menoleh ke etalase toko bunga yang masih buka di malam sedingin ini dan mengamati wajahnya yang bulat oval seperti sebuah batu permata dengan rambut hitam legam yang lebih gelap dari sayap gagak membuat kulitnya yang seputih salju semakin mencolok. Bibirnya walaupun Luhan baru saja menyuap risotto dengan nikmat di restoran beberapa blok dari toko cokelat tempatnya magang, warnanya masih seindah saat pagi hari Luhan membubuhkan lipstik di atasnya. Merah, semerah darah. Rona samar di pipinya yang bisa saja karena dingin tapi Luhan tahu, rona itu tidak pernah meninggalkan pipinya sehingga dia terlihat seperti malu sepanjang waktu.
Luhan menyentuh topi hangatnya dan cegukan ringan yang membuatnya malu dan berbisik mengumpat karena frizzante—anggur yang menimbulkan sensasi meletup-letup di lidah—yang diminumnya bersama teman-temannya tadi sambil menikmati risotto. Dia mempercepat langkahnya dan meninggalkan bayangan gadis yang akan mengalahkan kecantikan Dewi Pernikahan di etalase toko bunga. Mungkin itu yang menyebabkan selalu ada setangkai mawar di depan pintunya. Mungkin salah satu dewa khayangan ingin membuat demigod—anak setengah dewa—bersamanya.
Dia melingkari air mancur dan mendesah saat angin dingin berhembus membuat telinganya berdenging. Dia berbatuk dan merapatkan mantelnya. Matanya tertumbuk pada selebaran kotor yang terinjak-injak di dekat kolam air mancur dan mengutuk para turis yang tidak tahu tata krama. Dia membungkuk dan meraihnya; seperti kebiasaannya, dia menunduk membaca kertas kotor itu sebelum meremasnya. Pameran musiman di Louvre de Musee musim semi ini.
Luhan mengendikkan bahunya dan meremasnya. Dia tidak suka seni, tapi dia suka musim semi. Dia tersenyum sambil beranjak ke tempat sampah dan membuangnya. Lalu dia kembali berjalan ke apartemennya. Dia mendesah saat melangkah semakin jauh ke arah Marais.
Musim semi...
Luhan menatap langit yang gelap dan murung.
Itulah saat dimana Dewi Persephone naik ke dunia atas. Luhan memeluk tubuhnya sendiri saat berjalan dan mengingat cerita mitologi itu. Bagaimana gadis itu tertipu oleh muslihat Hades dengan memberikannya taman-taman dengan begitu banyak bunga-bunga dari permata dan tanpa sengaja memakan buah delima yang membuatnya terpaksa tinggal di dunia bawah selamanya dan menjadi istri abadi Hades.

KAMU SEDANG MEMBACA
La Grenade
Fanfic"... kemarin angin mendongengkanku tentang Persephone; Gadis Musim Semi malang yang terjebak selamanya bersama Neraka, tapi aku tidak pernah bermimpi akan bernasib sama dengannya..."