Unconscious

9 1 0
                                    


Ketika semua orang berpikir betapa bahagianya menjadi aku, ketika mereka semua menginginkan hidupku, bagiku mereka semua bodoh, semuanya sama saja, tak pernah berpikir untuk memperhatikan dengan seksama. Hanya melihat sekilas, mendengar yang tak jelas, kemudian mereka membayangkan dengan keras, mengkaitkan hingga waktu terkuras, kemudian menganggap semuanya nyata, tanpa tahu ada cinta sendirian, tanpa tahu ada kasih tak sampai, tanpa tahu ada kasih tak berbalas.

Tak ada artinya hidup tanpa bahagia, walau aku tahu sebenarnya masalah akan selalu siaga. Kupikir bila ingin selalu bahagia, lebih baik mati saja. Karena aku tahu, hidup itu berputar. Bagai bumi yang berotasi, terkadang ia gelap, terkadang juga terang.

Aku punya satu keyakinan tersendiri tentang hidup. Untukku hidup itu monoton dan aku merasakannya, ia akan selalu sama. Entah itu dulu, sekarang, nanti, besok, atau lusa pasti akan sama. Orang Tua ku akan terus beradu argumen tak berujung, aku ? akan terus berpura-pura bahagia, selalu mengalah untuk semuanya, menerima apa adanya, semuanya untuk dia.

Dia, dia adalah faktor utama mengapa aku insomnia, alasan pertamaku untuk pura-pura bahagia, penyebab aku terus menjadi kuat, kenapa aku berkorban.

---..---

"Selamat pagi, Alice !" Sesosok perempuan muncul di hadapanku, dengan senyum sumringah yang terukir diwajahnya. Manis sekali. "Alice, kau kenapa ? akhir-akhir ini wajahmu pucat sekali." Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaannya, sungguh, ia tulus sekali, senyum yang tadi berganti menjadi kekhawatiran. Dia katniss, satu-satunya orang yang berteman denganku dengan penuh ketulusan. "Alice ! aku berbicara denganmu !" Aku terus diam, tersenyum tak menggubris. Bukannya sombong, aku hanya ingin menyimpan semuanya sendiri, tak ingin membuka hati untuk sedikit bantuan dalam teka–teki. "Alice, apa kau baik-baik saja ?" Katniss semakin khawatir padaku, karena terdesak aku memilih menjawabnya dalam sekali bicara. "Dengar katniss, aku baik-baik saja, wajah pucatku ini karena aku kurang tidur. Seharusnya kau tak perlu mengkhawatirkan aku, aku tak apa, Katniss." Gadis itu menghela nafas, mungkin ia kecewa mendengar jawabanku, dan kalian pasti berpikir aku sungguh tega memperlakukannya seperti itu. Tenang saja,Katniss punya kesabaran yang panjang.

Kelas kami masih sepi, belum begitu banyak murid yang datang. Helaan nafas pertamaku berhembus begitu saja. Semua orang menatap kami dengan heran, tidak, bukan kami, tapi aku. Dan Ya Tuhan ! bukan aku, tapi sepatuku. "Hai Alice ! dimana kau dapatkan sepatu itu ? itu indah sekali !" Seorang gadis histeris melihat sepatuku, kemudian berlanjut dengan sesi pengumpulan gadis-gadis gila fashion bak wartawan menanyakanku ini dan itu. Dari jauh Katniss terkekeh melihatku yang kewalahan menghadapi tantangan aneh dari Tuhan. Sepuluh menit sudah aku ditanyai banyak hal, sampai akhirnya dia berjalan melewati kelasku, oh Tuhan, dia, tetangga sebelah pujaan hati berjalan dengan penuh pesona, meluluhkan hati seluruh gadis-gadis sekolah. Entah gadis yang populer, atau bahkan tak dikenal sama sekali. "Lihatlah ! Adam lewat !" Seorang gadis dikelasku berteriak, sontak semua menoleh, berlari keluar kelas. Teriakan itu pada akhirnya menjadi penyelamatku dari sesi penyelidikan tak berujung. Namun aku adalah gadis yang sama dengan mereka disaat-saat seperti ini. Aku penggemar Adam, penggemar rahasia tepatnya, lebih tepatnya lagi pengemis cinta. Selain dikenal karena harta, orang-orang juga mengenalku sebagai gadis aneh yang tak pernah jatuh cinta, bahkan katniss pun berpikir begitu. Adam,dia cinta pertamaku, cinta pertama yang tersembunyi didalam reputasi dan julukan, tertindih oleh gelimangan harta.

Lima jam terlewati sudah, waktu istirahat tiba. Aku dan Katniss bergegas menuju kantin sekolah, demi melayani singa yang sedari tadi meraung keras.

Hari ini kantin begitu ramai, kami berlari kecil demi mendapat antrian yang 'sedikit' lebih depan dari yang lainnya. Baru sebentar mengantri, pintu kantin terbuka lebar, sontak semua orang terdiam, kantin yang tadinya ramai dan ribut langsung sepi dan hening. Hei ! lihatlah ! itu Adam 'pangeran sekolah' sekaligus 'tetangga sebelah pujaan hati'. Tapi sepertinya ada yang ganjil saat itu, oh tidak ! siapa perempuan yang tersenyum sumringah mengapit lengannya itu ? sontak nampan makan siangku terjatuh, semua tatapan orang-orang beralih padaku, termasuk dia dan gadis tak dikenal itu. Pipiku terasa panas, pelupuk mataku mulai terasa basah. Aku berlari meninggalkan antrian, meninggalkan Katniss sendirian, meninggalkan pandagan aneh orang-orang, meninggalkan dia dengan persepsinya.

Aku menangis tersedu di atap sekolah, menangis sesenggukan sambil merutuki diri sendiri, mengingat kejadian tadi, aku malu sendiri. Dasar bodoh ! untuk apa aku melakukan hal itu ? kenapa aku menjatuhkan nampan makan siang ku ? kenapa aku menangis ? kenapa pipiku memanas ? kenapa wajahku memerah ? kenapa ? kenapa dia menggandeng seorang gadis ? kenapa semua ini terjadi ?

"Alice ! ternyata kau disini." Aku tak menoleh, tak juga menggubris. "Ayolah Alice, aku tak yakin kau baik-baik saja !" Katniss mengehela nafas, ia mendekatiku yang tengah menggigit bibir sembari mengatur nafas. "Ada apa denganmu ?" Aku masih terus terdiam, tak ingin berdebat dengan katniss, aku memilih untuk pergi dari atap, berlari meninggalkannya, lagi. Tiga anak tangga sudah aku lewati, nafasku mulai terengah, tapi aku terus saja berlari, kubiarkan air mataku jatuh tak terbendung. Sedih rasanya mengingat kejadian tadi, pikiranku mulai tak terarah, yang aku lakukan hanya terus berlari sampai akhirnya..

'Bruk !'

Aku menabrak seseorang, kami berdua jatuh, kepalaku terbentur ujung lantai, dahiku memanas, tapi rasanya geli sekali, seperti ada cairan yang menetes dan turun perlahan. Orang yang kutabrak tadi terbangun, mendekat ke arahku.

"Seharusnya tadi kau perhatikan jalanmu !" Dugaanku dia marah, menyadari itu ku angkat kepalaku menghadap kearahnya untuk meminta maaf. "Maafkan aku..." Sontak semuanya terasa lain, menyadari orang yang kutabrak tadi adalah Adam. Melihatku meminta maaf, pupil matanya terlihat membesar, dia seperti terbelalak dan kaget.

"Astaga ! dahi mu !" Aku tak mengerti apa yang dia katakan yang pasti pandanganku samar-samar. Dia mulai lebih mendekatiku dan bersimpuh didekatku. Wajahku mulai memerah, jantungku berdebar tak karuan, tanganku juga mulai terasa dingin. Ya Tuhan ! aku gugup sekali ! dia mendekatiku Tuhan ! dia mendekat !aku terus saja membatin.

Tangannya mulai menyentuh dahi ku, aku mulai senyum tak karuan. Dengan sigap Adam menggendongku, kemudian ia berlari, aku bahkan tidak tahu dia akan membawaku kemana. Rasanya cepat sekali, Pipiku semakin panas, debaran hatiku menjadi-jadi. Tak pernah terbayangkan olehku untuk bisa sedekat ini dengannya, dengan dia yang membuatku selalu insomnia. Pandanganku semakin samar, kurasakan keringat Adam mengalir, seragamnya mulai basah. Dia belum berhenti berlari, dan akhirnya semuanya gelap.

---..---

Seperti biasa pagi ini sekolah masih sepi, dari jauh kulihat katniss berjalan tertunduk, dia seperti akan menangis. Aku mulai mencoba mendekatinya, dan mungkin mencoba berbicara. Lima menit sudah aku terdiam disebelah katniss yang masih saja menangis. "Katniss, ada apa denganmu ? kenapa kau menangis ? apa yang terjadi ?" Katniss terdiam, dia tak menggubris perkataanku. Mungkin, ia marah padaku karena aku meninggalkannya di atap sekolah kemarin.

Kulihat Adam berjalan melewati kelasku lagi. Namun pagi ini ia terlihat tidak baik, wajahnya kusut dan murung, kantung matanya menghitam, namun ia tetap saja pangeran pujaan hati. Ku ingat caranya menggendongku kemarin, hembusan nafasnya yang hangat, caranya mendekatiku, pupil matanya yang membesar, mengingat itu saja aku sudah mulai tersenyum sendiri, ah ! kini aku tak merasakan panasnya pipiku saat malu lagi. Dan pagi ini aku mersa terkucilkan, taka ada yang mendekatiku lagi. Aku bingung, ada apa pada mereka semua ?

Sepulang sekolah aku mengikuti Adam,semua teman kelasku dan beberapa guru pergi bersama. Kupikir, mereka akan mengadakan kejutan ulang tahun untukku. Tapi,ulang tahunku masih 2 bulan lagi.

Lima belas menit perjalanan kutempuh, dan kulihat mereka berhenti disuatu tempat. Hei ! Orangtuaku juga ada di tempat itu. Aku terus mengikuti mereka, dari jauh, kulihat pendeta sedang berdiri menunduk, ada banyak sekali orang disana, bahkan orang tua Adam pun ada. Kulihat ayahnya Adam sedang berbicara dengan ayahku. Aku mulai berpikir, apakah kita akan melangsungkan pernikahanku dengan Adam ? tapi kenapa disini ? aku mulai tersenyum sendiri lagi, membayangkan apakah ini nyata ?

Aku semakin tak sabar melihat kebenarannya, ketika sampai disana, ternyata itu bukan pesta pernikahan. Kulihat diriku sedang tertidur di peti mati disebelah pendeta, dengan jahitan di dahiku. Astaga, aku bahkan tak sadar, aku sudah meninggal.

UNCONSCIOUSWhere stories live. Discover now