2 - Selamat Jalan

21 1 0
                                    

Semakin bertambah waktu, semakin banyak pula warga yang berkunjung ke rumah gadis tersebut. Tubuh yang tak sanggup lagi tahan rasa sakit. Terdengar suara mobil yang tidak asing lagi di telinga manusia. Semua mata menyorot iba disertakan perasaan yang sangat sedih seolah merasakan apa yang sekarang dirasain oleh gadis itu. Mobil yang selalu berjalan cepat di jalanan terpakir mulus di depan pintu rumah gadis tersebut. Pintu mobil terbuka lebar dengan perawat-perawat yang membantu membawa masuk pasien yang telah berpulang. Gadis tersebut turun dengan lunglai. Ia juga membopong Mamanya masuk ke dalam rumah. Muka yang tidak bisa ditebak. Ekspresinya datar. Seakan-akan ia sekarang tak berada di situasi itu. Ia mengikuti kemana jenazah sosok pahlawannya itu dibawa. Semua warga berusaha menenangkan keluarga gadis itu. Seluruh warga tampak sibuk mempersiapkan semuanya yang diperlukan. Bukan hanya warga sekitar yang datang ke rumah gadis itu, melainkan teman-teman gadis itu juga datang. Gadis itu langsung pergi ke kamarnya dan menyendiri untuk menenangkan pikirannya. Tangisnya pecah. Ia teringat masa lalunya dan memegang dadanya yang terasa sesak.

                             ***********

Setelah beberapa menit, ia langsung cuci muka dan mengganti pakaiannya dan tak lupa ia membawa mukena. Ia langsung keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang keluarga dimana tepat seluruh orang berkumpul. Semua mata tertuju ke arah gadis itu. Ia duduk di dekat teman-temannya.

"Ra, yang sabar ya. Umur gak ada yang tau" ucap Mytha teman gadis itu. Yap, gadis itu bernama Dara. Lengkapnya Dara Alexandria.

Dara hanya menatap kosong ke depan. Tatapannya tidak bisa dibaca dan dimengerti. Tubuh Dara memang di rumahnya, tetapi seakan arwahnya tidak di rumahnya.

"Ra, turut berduka cita, lo gak sendiri ra, kita di sini selalu bersama lo disamping lo. Kita tau apa yang lo rasain. Jangan sedih lagi ra, yang tabah ya ra" ucap Geby teman Dara.

Sama seperti tadi, Dara tidak menyahut sama sekali.

"Dara, lo jangan meratapi gitu, gak boleh ra, dosa" ucap Tania.

Seluruh teman-temannya memberi masukan dan mencoba untuk menyemangati kembali, agar Dara menjadi lebih membaik dan menjadi Dara yang mereka kenal.

Dara adalah gadis yang terlahir dari keluarga mampu. Ia siswa yang cerdas. Rupanya sangat menawan. Ia sangat terkenal di sekolah bahkan di luar sekolah. Ia juga memiliki postur tubuh yang sangat diinginkan pria. Ia sangat multi-talent.

"Dara, udah wudhu? Dara ikutkan menyalatkannya? Kapan lagi Dara ketemu untuk terakhir kalinya?" ucap saudara-saudara Dara.

"Iya, Dara udah wudhu. Apa bisa masa lalu Dara terulang lagi?" lirih Dara dengan pelan.

Jawaban Dara membuat semua orang merasa iba. Dara anak yang kuat. Dara selalu ceria. Dara anak yang lincah. Tetapi, kali ini semua itu tidak terdapat lagi pada Dara. Dara sekarang bukanlah Dara yang dikenal biasanya. "Dara gak boleh ngomong gitu. Dara harus bisa mengikhlaskan semua yang telah terjadi. Itu sudah takdir. Semua orang pasti akan kembali pulang kepada yang menciptakannya" ujar saudara-saudara Dara. Mereka semua berusaha membangkitkan Dara yang dulu yang biasa mereka kenal.

Dara tidak menyahut sama sekali. Ia langsung bangkit dan mendekati jenazah yang sangat ia sayang. Ia berdiri di depan jenazah tersebut. Ia tak berkutik sama sekali. Hanya tetesan air mata yang jatuh secara perlahan di wajahnya. "Yah, ayah gak sayang Ara ya? Ayah kok ninggalin Ara? Ara sayang ayah, Ara pengen ikut ayah aja" lirih Dara yang membuat semua orang hanyut ke dalam perasaan Dara sekarang. Air mata Dara tak kunjung berhenti.

"Dara gak boleh ngomong gitu. Ayah pergi memang sudah waktunya. Dia harus menepati janjinya Dara" tegur saudara-saudaranya Dara.

Dara mencium lembut pipi dan dahinya sang Ayah. Terasa aroma sejuk ditubuh sang Ayah. Bibirnya membentuk suatu lekukan senyuman indah. Dara memeluk sang Ayah dengan rasa penuh kenyamanan. Perlahan tangannya meraih telapak tangan Ayahnya yang terasa kasar dan terlihat besar. Ini menandakan bahwa Ayahnya adalah seorang pekerja keras dan tidak mudah putus asa. Senyuman indahnya memperlihatkan dia telah bahagia. Perlahan Dara teringat masa lalunya yang selalu hidup bahagia bahkan ia sangat jarang merasakan kesedihan. Dara tidak pernah terpikir nasibnya bakal seperti ini. Dara tidak pernah menyangka kepala keluarganya pergi meninggalkannya dan keluarganya untuk selamanya. Dara sangat lama memeluk sang Ayah. Ia tak ingin Ayahnya ditutupi dengan kain kafan. Ia masih tidak merelakan Ayahnya pergi.

"Dara, apa bisa sekarang kita mulai memakaikan kain kafannya?" tanya wali Dara, yaitu adik kandung Ayahnya tersebut.

Dara sama sekali tidak menghiraukan ucapan tersebut. Ia hanyut dalam pikirannya sekarang.

Semua orang terpaku melihatnya. Semua orang seolah-olah ikut merasakan apa yang dirasakan Dara saat ini. Saat Dara memeluk Ayahnya, seseorang melihat Dara dari kejauhan penuh dengan rasa iba. Ia juga merasa terpukul. Tetapi, hal itu tidak disadari oleh Dara.

"Ara..." lirih Abang Dara sambil merangkul Dara.

"Ara gak mau lepasin bang. Ara kangen sama Ayah" isak Dara yang terdengar sangat memilukan.

"Tapi Ara, Ayah harus segera dipakaikan kain kafan agar segera bisa dishalatkan" ucap Abang Dara.

"Ara gak mau bang. Ara sayang Ayah..." isak Dara

"Kalau Ara sayang sama Ayah, Ara harus bisa ikhlas. Kalau Ara gini Ayah gak tenang disana. Ara mau Ayah gak tenang? Ara mau Ayah tersiksa?" ucap tegas Abangnya Dara.

"Ara gak mau Ayah gak tenang, Ara juga gak mau Ayah tersiksa"

"Kalau gitu, Ayah harus segera dishalatkan ya? Ara ikutkan menyalatkannya?"

"Iya bang..." lirih Dara pelan.

Dara perlahan mundur dari jasad Ayahnya. Tanpa ia sadari seseorang yang sedari tadi memperhatikannya memasuki rumah yang megah itu dan langsung membantu yang lain memakaikan kain kafan Ayahnya Dara. Setelah jasad Ayahnya di pakaikan kain kafan, seluruh warga berkumpul di halaman rumah Dara dan langsung berdo'a. Setelah melakukan semuanya, warga langsung mengangkat keranda yang didalamnya terdapat jasad Ayahnya Dara. Semua warga membawa keranda tersebut ke masjid agar segera di shalatkan. Dara berjalan mengikuti warga-warga dengan dituntun oleh teman-temannya.

                              **********

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 29, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

True LoveWhere stories live. Discover now