Sekilas suasana tadi pagi.
Pagi itu, bapak memberikan kami—aku dan adikku—sebuah kalung emas. Sebagai hadiah katanya. Kami berterima kasih kepada bapak, dan jujur saja kami senang bapak memberikan hadiah tersebut.
Terbesit beberapa pertanyaan dikepalaku.
Dan akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya.Aku duduk di dekat bapak yang tengah menikmati sarapannya.
"Pak, Kasyaira berangkat dulu, ya. Nanti, bapak pulangnya jangan terlalu sore. Ada yang mau ditanyain soalnya. Hehehe""Oh iya, nak. Doakan saja semoga nanti becak bapak laris. Biar bisa pulang lebih cepat."
"Iya pak. Assalamu'alaikum." Aku menciuk tangan bapak dan ibu.
"Wa'alaikumsalam"
****
"Jadi, kenapa bapak melakukan semua ini?" Tanyaku.
"Kasyaira, dengarkan baik-baik. Bapak rela melakukan ini karena bapak merasa tidak enak hati dengan mereka. Kamu tau sendiri, kan? Mereka senang sekali membantu keluarga ini. Bapak yakin, ini adalah jalan terbaik untuk kita semua." Jelas Bapak.
"Kenapa bapak bisa menyimpulkan kalau itu adalah jalan terbaik?" Tanyaku lagi.
Bapak mendekat kearah telingaku lalu berbisik, "Karena jantung bapak akan ditukar dengan uang untuk kehidupan sehari-hari kalian, Kasyaira."
"Lalu kalung itu?" Kasyaira bertanya lagi.
"Kalung itu, adalah pemberian nenekmu dulu. Itu sudah diberikan kalung oleh nenekmu sejak masih bayi."
Setelah bapak mengucapkan hal itu,.beliau tersenyum. Sedangkan aku tak habis pikir dengan perkataan bapak.
"Sudahlah, Nak. Kalau memang itu kemauan bapakmu itu ya ndak bisa dibantah. Orangnya ngeyel." Tiba-tiba ibu datang menghampiri kami yang sedang duduk.
"Buk, tadi beliau bilang ke bapak. Katanya, anaknya lusa harus segera dioperasi. Mau tidak mau, besok bisa jadi hari terakhir bapak, Bu" ujar Bapak menjelaskan.
Ibu menghela napas.
"Katanya, urusan biaya operasinya beliau yang tanggung. Dan, biaya sehari-hari ibu dan anak-anak, katanya dijamin sampai Kasyaira bisa cari kerja." Bapak melanjutkan ucapannya.
"Ya sudah pak. Kalau begitu, dua hari kedepan bapak nggak usah pulang terlalu malam. Waktu-waktu terakhir,Pak." Ibu berpesan.
"Iya bu"
****
Pagi ini matahari bersinar begitu terik. Kasyaira dengan sepatu lusuhnya melangkahkan kaki menuju sekolahnya dengan lemas. Ia memikirkan kejadian esok hari.
Saat tiba di sekolah, Devi menyapanya.
"Kasyaira!"
Kasyaira menoleh, lantas tersenyum.
"Bareng yuk masuknya?" Devi menghampiri Kasyaira yang hendak memasuki gerbang sekolah.
Kasyaira mengangguk. Dan mereka pun masuk.
Setibanya di depan kelas, Devi memegang tangan Kasyaira. Menyuruhnya berdiri di depan pintu.
"Kamu kenapa?"
Kasyaira balas menatap Devi yang sedang memiringkan kepalanya.
"Kenapa apanya? Nggak apa-apa kok." Jawab Kasyaira.
"Kalau ada masalah, cerita. Berbagi biar nggak terlalu berat dikepala. Barangkali aku bisa beri solusi" Devi mengelus pundak Kasyaira. Kasyaira tersenyum simpul.
"Iya, makasih Dev. Nanti kalau aku udah siap, aku mau cerita."
Devi mengangguk antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayatan Hati Abadi
Teen FictionIa tak pernah menyadari bahwa kehadirannya sangat berharga. Bahkan apa yang dikatakan oleh beliau pun, terkadang ia acuhkan. Kali ini ia akan menunjukkan, betapa berharganya kehadiran seorang ibu dalam kehidupan ini. 🥀 Cover by: Pinterest. Edited...