Gejolak Rasa

6 2 2
                                    

Perjalanan manusia belum habis sampai hari dimana kita dihisab akan apa yang dilakukan di dunia ini. Begitu juga dengan ujian hidup, akan terus datang silih berganti, sebagai proses penguatan iman dalam diri.

Bukankah Alloh sudah berfirman "Apa kamu pikir jika kamu sudah beriman kamu tidak akan diuji?"

Maka yakinlah ujian itu datang bukan karena Dia benci, tapi hanya karena ingin menguji. Buktikan kalau kita lebih mencintaiNya daripada dunia ini.

Bukankah setiap ujian yang datang sudah disesuaikan dengan kemampuan kita?
Karena Ia pun berfirman "Aku tidak akan menguji Hambaku melebihi batas kemampuannya."

Jadi yakinlah kita mampu melewatinya dengan tetap mendekap iman di dada.

Jika kita merasa lemah dan ingin menyerah, mintalah padaNya untuk dikuatkan, dimampukan dalam menghadapi ujian yang datang dariNya.

Sedikit kata-kata indah yang menguatkan ku untuk menjalani hidup ini. Semua sudah diatur olehNya. Itu benar. Tugas kita hanya taqwa. Agar semua berakhir indah dengan iman tetap terjaga.

"Ya Alloh bantulah kami untuk menghadapi ujian ini. Mampukan kami agar bisa melewati semua ini dengan ikhlas hati."

                      ***

"Mas maaf, bolehkah adek pergi ke rumah Bu Arumi sekarang?" Kuberanikan diri meminta ijin pada suamiku, setelah mendapatkan chat wa dari kepala sekolahku.

"Memangnya ada apa dek? tak cukupkah di sekolah saja membahas pekerjaan? kenapa selalu seperti ini. Kalaupun aku tak mengijinkan, kamu juga akan tetap pergi kan?" jawabnya sambil berlalu meninggalkanku.

Selalu seperti ini, entah sampai kapan keadaan ini akan berakhir. Suamiku tidak salah, beliau hanya menginginkan waktuku untuk bersamanya setelah jam kerjaku selesai.

Tapi aku bisa apa saat kepala sekolah selalu meminta bantuanku untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak selesai dikerjakan di sekolah? sedangkan kerjaan itu harus dikumpulkan karena sudah diminta oleh dinas terkait.

"Mas, jangan seperti ini, adek mohon maafkan adek." Ku ketuk pintu kamar yang telah dikunci dari dalam oleh suamiku. Tidak ada jawaban dari dalam.

"Mas,...."

"Pergilah dek, tak usah kamu pedulikan aku. Kerjamu lebih penting daripada hanya bersama lelaki ini. Pergilah!"

Baru mau menjawab kalimat yang dilontarkan suamiku, tetapi ponselku sudah berdering nyaring memekakkan telinga. Aku lebih memilih menjawab teleponku terlebih dahulu.

"Assalamualaikum, Bu?."

"...."

"Iya, baik Bu. Saya akan segera ke sana. Assalamualaikum."

Segera kuambil kunci motorku dan beranjak untuk pergi ke rumah kepala sekolahku. Saat aku akan membuka pintu, aku memutar kembali langkahku untuk berpamitan pada suamiku.

"Mas adek pergi, doakan tidak lama ya. Adek mencintaimu." Aku pergi dengan mata yang memanas. Ingin rasanya memeluknya dan menumpahkan segala rasa padanya.

Kulajukan motorku dengan pelan, aku tidak mau terjadi sesuatu yang buruk terhadapku. Meski pikiran dan hatiku sedang kacau aku tetap harus tenang.

***

"Kenapa mbak?kok dari tadi saya lihat gelisah sekali?" tanya Bu Arumi.

"Ah, nggak apa-apa kok Bu, saya hanya ingin segera menyelesaikan pekerjaan ini dan segera pulang." jawabku jujur.

"Ibu lihat dari kemarin mbak Nisa seperti sedang banyak pikiran. Fokus pada pekerjaan agak berkurang. Anak-anak didik juga sudah mulai mengeluhkan lho."

Gejolak RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang