BINAR

103 4 1
                                    


Hallo, Awesome Readers

Btw, ini cerpen yang aku buat waktu kelas tiga SMP. Dan nama tokohnya sama dengan nama tokoh di cerita Before Too Late. Tapi mereka bukan orang yang sama. Sudah lama cerpen ini terkubur dalam folder-folder beranak. Dan mungkin topik yang aku angkat dalam cerita ini cukup sensitif, so, mohon kebijakan pembaca. Dan jika ada hal yang ingin kamu cari tahu lebih lanjut dalam cerita ini, pastikan mengambil informasi yang jelas, benar, dan dapat dipercaya. Intinya, hati-hati. 

Semoga cerpenku ini dapat memberi manfaat dan membuka pikiran kita. Tentu saja ada kekurangan. Aku akan senang kalau kamu memberi feedback untuk cerita ini, dan kalau ada yang salah dengan senang hati aku akan menerima kritikan kamu. Selamat membaca~ :D


--------------------------------------


Keheningan merambat disuatu malam, hingga para jangkrik memecah keheningan di sekitar semak-semak. Angin malam yang mendesau dan daun-daun bergemerisik menciptakan melodi yang terasa mencekam dan dingin. Seolah-olah akan membekukan semua benda yang diterpanya. Membekukan setiap rasa.

Namun, tidak untuk pria itu.

Kedua mata tajamnya terus terjaga. Tidak membiarkan satupun hal disekitarnya terlepas dari perhatiannya. Fungsi panca indranya seakan-akan meningkat. Dan firasatnya berkata akan ada hal buruk yang terjadi tengah malam itu. Dinginnya malam pun ia rasakan sama seperti dinginnya ruang kelabu pada masa lalunya.

Merasa ada hal yang mengganjal dalam rongga dada pria itu, kedua kakinya melangkah keluar dari kamar pribadinya, berjalan di tengah lorong koridor berlantaikan kayu dengan pencahayaan yang remang dan di samping kiri-kanan terdapat pintu-pintu kamar para anak-anak didik pondok. Tidak ada suara apapun yang terdengar. Menandakan para santri telah tertidur pulas.

Pria yang perasaannya gelisah itu terus melangkah. Pelan namun pasti. Dalam batinnya ia terus berzikir upaya mendapati ketenangan dan menghilangkan segala pikiran buruk di benaknya. Juga memohon pada Yang Maha Kuasa agar hal yang di hadapinya kali ini tidak membahayakan nyawa siapapun yang tinggal di pondok tercintanya.

Ia terus berjalan hingga ia berada di dekat pos yang berposisi tak jauh dari gerbang utama pondok.

Di celah gerbang yang sempit, ia melihat sebuah cahaya melintas.

Cahaya yang menyorot tepat ke gerbang itu.

Bukannya kedua mata elang itu membelalak, melainkan tatapan yang makin tajam dan tertantang. Seulas senyum muncul. Bergegas pria bertubuh tegap itu keluar gerbang melihat apa yang selama ini ingin dilihatnya. Melihat apa yang selama ini telah ia tunggu dan ia rindu.

"Kau! Imran dan pondok mu ini telah tersangka sebagai perkumpulan teroris!"

Seorang pria berseragam polisi berkumis tebal dengan mata cekung berteriak lantang sambil menodongkan senapan hendak menembak. Sejumlah orang berseragam lainnya yang berdiri di belakang juga melakukan hal yang sama.

Sekelompok polisi.

Kalian tahu apa reaksi pria yang dipanggil Imran itu?

Berkata dengan suara yang penuh akan semangat bergelora dan kesungguhan dalam senyuman dan tatapan lembut, bagai seorang pencinta yang rindu dan akan segera bertemu sang kekasih.

"Kau tahu, Letnan Danar. Aku telah menunggu ini sejak lama"

***

20 tahun yang lalu...

BINARWhere stories live. Discover now