Luka

30 4 0
                                    

Arsen P.O.V

Semua maba langsung berbaris rapih pas kakak tingkat keluar dari gedung fakultas. Adlana berdiri di depan gue. Sesekali dia ngelirik gue, gerak-gerik nya ga nyaman. Setelah gue menelaah keadaan, ternyata Rezvan, mantan nya waktu SMA berdiri tepat di hadapan Adlana. Gue gatau harus ngapain, jadi gue hanya diam mendengarkan kata-kata kakak tingkat. Pasti Adlana lagi menyumpah serapahi gue di dalam hati.

Setelah selesai kakak tingkat bertukar kata, kami diperbolehkan menuju kelas. Sebelum itu, kami harus membuat kelompok dimana kelompok tersebut akan menjadi kelas tetap selama 2 semester.

"ARSENN GUE SAMA LO LAGI!" Adlana berteriak tepat di samping telinga gue. Orang-orang disekitar menoleh ke arah kita berdua dengan tatapan bingung.
"Bego. Berisik tau gasih!" Ucap gue lalu menoyor kepalanya pelan. Yang punya kepala cuma melototin gue.
"Gimana tadi hadapan sama mantan?" Yang ditanya cuma diam. Yah, gue tau pasti dia bingung harus ngerasa senang atau marah.

Tanpa diminta, lengan gue merengkuh tubuh mungil Adlana. "Kayak bukan lo aja sedih kayak gini. Udahlah cabut aja yuk?"

Adlana mengangguk. "Traktir gue boba gamau tau."
"Iya iya tuan putri~"

Hari ini hari pertama ospek fakultas dan hari pertama memulai kisah baru bersama sahabat gue, Adlana.

Author P.O.V

Suara canda dan tawa memenuhi suatu ruangan bergaya minimalis dengan buku-buku yang memenuhi seluruh dinding ruangan tersebut. Tulisan 'Ruang BEM FF' terpampang di depan pintu. Ruangan ini adalah ruangan yang paling dihindari oleh seluruh mahasiswa.

"Van, kok lo tadi ga mampir ke fakultas lain?" Seorang lelaki dengan gaya keperemanan bertanya kepada sang ketua BEM, Rezvan Gandhi Adhitama.

"Huh? Gue mampir ke teknik." Jawab Rezvan.
"Masa sih? Btw, maba farmasi tahun ini cakep-cakep euy pasti lo langsung mau nyari cewek, kan?" Sontak Rezvan menepuk kepala temannya, Aksa.

"Kalo lo mau nyari cewek, cari aja sendiri, gue sibuk."
"Kak Rezvan bisa aja~"
"Cot geli sat."

Tok..tok..tok..
Seseorang mengetuk pintu ruang BEM beberapa kali sebelum membukanya.

"Woi Rezvan, ada maba berani cabut nih."
"Kenapa dibawa ke gue sih Kev? Bawa aja ke seksi ketertiban."
Kevin, lelaki itu malah membawa masuk maba yang berniat kabur dari orientasi siswa.

"Nara lagi sibuk dan gue yakin lo mau ngehukum mereka sendiri." Rezvan menoleh ke arah Kevin. Ingin mengetahui siapa yang dimaksud sohibnya sejak SMP itu. Sontak pupilnya melebar setelah melihat siapa yang ada di hadapannya.

Adlana Seline Lesham, seseorang yang memberikannya kenangan indah namun menyakitkan.

"Bang, sumpah kita gamau cabut. Temen gue belom sarapan, gue cuma–"
"Kev lo urus bocah cowok, biar gue ngurus yang satunya." Kevin mengangguk lalu membawa Arsen keluar untuk diberi hukuman. Tentunya bukan hukuman yang serius.

Rezvan terdiam beberapa detik. Matanya hanya memperhatikan sosok Adlana di hadapannya.

"Ngapain diem aja? Duduk sini."

Adlana mengangguk. Ia pun duduk berhadapan dengan Rezvan. Keheningan di antara mereka membuat Adlana merasa seperti ada benjolan di tenggorokannya. Rasanya ia ingin menangis saat itu juga.

Rezvan memberikan Adlana sebungkus roti. "Gue denger lo belom sarapan? Makan ini dulu biar ga sakit."

'Lo yang bikin gue sakit, bego.' Setidaknya itu yang ingin diucapkan Adlana. Ia mengambil sebungkus roti yang diberikan Rezvan lalu memakannya perlahan. "Makasih."

"Jadi, lo mau kasih hukuman apa ke gue?" Tanya Adlana sinis. Rezvan kembali menatap gadis tersebut.

"Mau banget dikasih hukuman, Lin?" Seketika Adlana merasakan dentuman hebat terhadap dinding kokoh yang ia bangun susah payah beberapa tahun ini. Ia merasa dinding untuk menghalangi kembalinya rasa yang telah hilang itu sedikit retak. 'Linlin' adalah nama panggilan yang diberikan oleh Rezvan.

"G...gak! Apaan sih lo! Kalo gaada hukuman, yaudah gue mau ke kelas sama Arsen!" Adlana berdiri dari duduknya lalu melangkahkan tungkainya keluar ruang BEM.

"Kenapa tuh? Cewek lo Van? Berantem?" Aksa yang sedari tadi berdiri memandangi dua makhluk tersebut merasa terkejut karena Rezvan tidak pernah perhatian seperti itu dengan perempuan.

"Mantan."

Adlana berjalan keluar dari ruang BEM dan melihat Arsen tengah bercanda dengan Kevin.

"Sen, ayo ke kelas." Arsen tau kalau sahabatnya itu akan menangis kalau lebih lama berdiam diri disini. Tapi sudah lama ia tidak melihat Adlana yang terlihat sungguh menyedihkan seperti itu. Jadi dia hanya diam.

"Arsen Julian ish!!" Gadis itu mencubit lengan Arsen, membuat sang pemilik lengan kesakitan.
"Adooh sakit bu!! Iya iya ayo. Bang Kevin, gue balik dulu ya." Kevin mengangguk.

Adlana merangkul lengan Arsen seperti anak koala. "Kenapa sama Rezvan? Udah jangan cemberut mulu, makin jelek tau gak?" Mendengar ejekkan Arsen, Adlana menoyor kepalanya untuk kesekian kalinya.

"Lo bacot tau gasih, Sen?" Arsen bergidik ngeri. Tidak akan lagi ia mengganggu Adlana yang sedang buruk suasana hatinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AmigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang