1 - Awal

246 19 7
                                    

Pembuka yang tidak tau harus di buka lewat kebahagiaan atau kesedihan ini sudah di mulai. Cerita yang memang menceritakan awal mula terjadinya Ciwi Millenials ini tak kunjung indah, perpisahan yang membuat mereka tegar dan perpisahan juga yang menguatkan mereka.

Mungkin diam adalah cara terbaik untuk menyampaikan apa yang seharusnya terucap, diam adalah cara untuk menyimpan sakit yang tak pernah ditunjukan. Sang sepi yang selalu datang menjemput disaat malam datang tak pernah bosan untuk singgah di kehidupan nya, Xaquila Anjany Phyralis.

Xaquila atau yang sering di sapa Anjany ini mempunyai watak yang bisa di bilang tak pernah bisa di tebak, dirinya terlalu sinis tetapi jika di kesendirian dia hanyalah sesosok wanita lemah yang mencari dimana rumah ternyaman untuk dirinya singgah, setidaknya ia tidak memeluk dirinya sendiri di kala sepi menghampiri.

"Anjany, lo harus bangkit. Mau sampai kapan lo terus merenung di dalam sepi lalu terluka karna pikiran sendiri? Semesta sepertinya juga lelah dengan lo yang selalu terpukul karna keadaan. Sudah tidak ada yang harus di putar balikan, semua yang lo rasakan sudah seharusnya di buang. Lo berhak bahagia Anjany."

Xaquila hanya memandang langit malam yang di penuhi bintang kala itu dengan tatapan kosong, pikirannya berkecamuk. Dia takut sepi, karna menurutnya sepi di dalam kegelapan sendirian itu menyeramkan.

"Irisha, lo ngga akan mengerti bagaimana gue. Apa yang selalu gue rasain. Terlalu banyak tanda tanya."

Irisha sudah bisa mendengar bahwa perempuan disebelahnya ini sudah mengeluarkan tangisan yang begitu pilu.

"Anjany, gue ngga akan meninggalkan lo. Begitupun dengan yang lain"

Xaquila terkekeh pelan, "Gue terlalu banyak menerima janji berupa pertahanan. Tapi ngga ada satupun janji yang bisa di tepati, semuanya meninggalkan gue disaat gue lemah. Dan janji adalah sesuatu yang gue hindarkan"

Ditengah indahnya malam, Irisha membiarkan Xaquila menangis dibalik sepinya.

••

"Kinanta!"

Kinanta terus berjalan melewati banyak nya manusia pada siang hari itu di koridor, menghindari seseorang yang sedang mengejarnya itu. Tetapi tidak lama kemudian lengannya di tarik oleh seorang laki-laki berpipi berisi yang lalu di hentakan.

"Kenapa?"

"LO MASIH NANYA KENAPA?!"

Kinan membentak, sehingga sekarang mereka menjadi pusat perhatian.

"Kita omongin baik-baik Nan"

Tidak ada yang harus di bicarakan lagi, sudah tak ada waktu dan tak ada ruang untuk sekedar mendapat jawab. Lebih baik di akhiri, begitu pikir Kinan.

"Apa yang harus di omongin? Denger gue baik-baik ya Rasi, kita adalah kalimat yang sudah di paksa menyerah. Sudah tak ada yang harus di bicarakan lagi"

Kinanta pergi bersama sang kecewanya meninggalkan Rasi yang mematung.

Kinanta dan Rasi memang kalimat yang di paksa menyerah, cerita yang bahkan belum di mulai sudah di paksa berhenti dengan tanda titik. Tak ada yang harus di bicarakan lagi, semuanya berhenti dibalik Kinanta yang lelah dan Rasi yang terlalu mementingkan egonya.

Sudah tak ada kata selamat datang, tak ada kata selamat tinggal atau selamat yang lainnya. Sudah tak ada kisah, mereka membiarkan perjalanan tanpa kepastian itu berhenti di titik temu.

Rasi Bintang Selatan, kita sudah selesai bahkan sebelum kita memulai. Kisah yang selama ini Kinanta bayangkan kedepannya akan seperti apa harus terpaksa berhenti dengan membawa beribu-ribu harapan yang menyenangkan. Perpisahan yang ngga pernah di pikirkan sekalipun harus pergi dan meninggalkan luka. Semesta sedang bermain-main dengan ego.

Cara terbaik menyembunyikan luka itu diam kan?

sejuntai kata yang seharusnya di ucapkan harus terpaksa di hentikan karna luka. Kalimat diam yang selama ini sudah memberi tahu bahwa itu adalah kalimat terakhir dari kata menyerah.

















to be continued



Rasi Bintang selatan

Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang