Part 3

15.8K 981 9
                                    

Dirandra bergegas ke dalam kamar tidurnya, ia mendapati istrinya sudah menunggu di atas ranjang dengan pose yang mengundang. Dirandra mengunci pintu dan berjalan mendekati kaki ranjang dengan pandangan matanya menatap tubuh istrinya yang molek berbalut lingerie biru laut pemberiannya. Dengan ukuran dadanya yang besar membuat belahan indah itu terlihat dengan sempurna.
Yolanda tersenyum menggoda dan mengulurkan tangannya, Dirandra merendahkan tubuhnya mengecup sekilas bibir Yolanda kemudian menegakkan tubuh dan menanggalkan seluruh pakaiannya. Setelahnya ia kembali bergabung dengan sang istri.
Dirandra meraih pinggul Yolanda yang berbaring telentang dan melepaskan g-string berwarna senada dengan lingerie-nya. Ia menatap tubuh mulus tanpa noda milik yolanda dengan penuh pemujaan. Kedua tangannya merentangkan kaki Yolanda kepalanya menunduk menghirup bau khas inti tubuh Yolanda yang selalu ia sukai. Lidahnya terjulur menjilati milik sang istri yang saat ini sudah mulai mendesah dan membusungkan dadanya, sehingga tak membutuhkan waktu lama untuk Yolanda mendapatkan pelepasannya, seketika Dirandra duduk dan memposisikan dirinya di tengah. Menggesekkan miliknya dan dalam satu kali hentakan ia masuk seluruhnya.
Lenguhan dan desahan keduanya saling bersahutan. Sial bagi Dirandra ia malah teringat wajah Kamini dan teringat untuk mendapatkan bayi dari gadis polos itu, tiba-tiba ia merasa enggan untuk melepaskan benih dalam rahim Yolanda sehingga sesaat sebelum ia mendapatkan pelepasannya. Ia mendesah dengan keras, mencabut miliknya dan mengeluarkan cairannya di atas perut Yolanda dengan mata terpejam. Yolanda yang masih terengah menikmati pelepasannya mengerutkan alisnya dan protes, “Kenapa dikeluarin di luar?” Tanyanya curiga.
Dirandra yang tanpa sengaja mengeluarkan di luar seketika membuka matanya dan menatap istrinya.
Astaga, apa yang kulakukan?
Apa yang terjadi hanya spontanitas, Dirandra sama sekali tak bermaksud seperti itu semuanya hanya disebabkan dorongan suasana hatinya saja.
“Maaf Sayang, aku nggak tau kenapa tiba-tiba ingin keluarin di luar."  Ujarnya berusaha menyakinkan sang istri.
Yolanda cemberut tampak kekecewaan di wajahnya.
“Ada apa sih sama kamu Mas? Baru aja cewek itu di rumah ini kamu udah gini.” Dirandra memalingkan wajahnya dan duduk di tepi ranjangnya.
“Semuanya nggak ada hubungannya dengan gadis itu,” jawab Dirandra tegas. Kemudian ia memalingkan wajahnya menatap Yolanda. "Jangan berpikir yang tidak-tidak."
Yolanda mengepalkan kedua telapak tangannya, hatinya terbakar api cemburu terhadap Kamini. Entah mengapa ia tak kunjung memiliki anak dengan Dirandra padahal mereka berdua normal. Hal itu sudah dibuktikan dengan banyaknya tes yang mereka lakukan di rumah sakit. Yolanda teringat seseorang yang bisa membantunya mendapatkan keturunan, Yolanda tersenyum manis. Mengingat pria itu sedikit mengobati kekecewaannya terhadap Dirandra malam ini.
Dirandra sendiri mengira senyum manis istrinya karena ia sudah tidak marah karena ulahnya tadi, ia mencondongkan tubuh dan mengecup pelipis kanan sang istri. Dirandra kemudian bangkit berdiri dan berjalan ke kamar mandi membersihkan dirinya. Ia ingin segera menuntaskan dengan Kamini, supaya gadis itu segera hamil anaknya.
Entah mengapa ada perasaan yang menghangat di dalam hatinya saat membayangkan memiliki anak dari rahim gadis desa itu.
Ia tersenyum sendiri sembari membersihkan dirinya. Kamini yang merasa tubuhnya remuk redam karena sedari tadi tanpa sadar menahan ketegangan yang disebabkan oleh seluruh kejadian sepanjang hari ini memutuskan untuk langsung beristirahat, ia bahkan tak mengingat perkataan para tetangganya dan bahwa saat ini ia memiliki seorang suami sekarang. Perawatan yang tadi telah ia lakukan tak juga bisa mengenyahkan rasa lelah yang masih setia menempel di tubuhnya.
Ia mengganti gaun selutut yang ia pakai berkat pemberian ibu mertuanya. Tadi setelah perawatan, mereka makan malam bersama. Semua orang tampak santai dan tak terjadi apa-apa, tetapi berbeda dengannya yang merasa bernafas saja memerlukan usaha yang keras terlebih Dirandra dan adik lelakinya yang bernama Dirga tak henti mencuri pandang ke arahnya. Yolanda pun memperhatikan seluruh gerak geriknya.
Kamini baru saja selesai mandi dan melilitkan handuk di tubuhnya karena ia tak terbiasa dengan menggunakan bathrobe, walaupun semuanya sudah lengkap tersedia di sana. Ia bergegas mengenakan daster batik baju ternyamannya untuk mengakhiri hari. Ia merasakan perutnya kembali keroncongan mungkin karena ketegangan yang ia rasakan sudah berangsur berkurang.
Ia keluar menuju dapur dan tidak mendapati bahan makanan apapun di sana. Kamini terpikir untuk kembali ke rumah utama mengambil makanan untuk malam ini tetapi hatinya bimbang, ia enggan untuk bertemu dengan Yolanda dan si pria dingin. Kamini bergidik, merinding bulu romanya membayangkan jika bertemu kembali dengan Dirandra. Keningnya berkerut, rasa-rasanya ia pernah bertemu dengan Dirandra tapi entah dimana ia lupa. Namun mungkin juga pernah bertemu, ia saja sering bertemu dengan Yolanda yang sering membeli makanan yang ia bikin.
'Bodoh, jelas saja bakalan ketemu lagi. Gimana bisa punya anak?'
Kamini cemberut, ia tidak ikhlas akan pemikiran dirinya sendiri itu. Sejujurnya ia masih tidak siap tetapi semuanya sekali lagi demi sang ayah. Sebagai seorang anak ia tentu saja tidak ingin dianggap durhaka dan tidak tahu balas budi. Ia menghembuskan napas dari mulutnya, seolah-olah hal itu bisa membantu mengurai perasaan tak menentu yang berkecamuk di dalam hatinya.
'Huff, yang terpenting perut nggak keroncongan deh. Kalau ketemu nanti anggap aja lagi sial. Eh ... bukannya emang dah sial? Duh nasib-nasib.'
Baru saja ia akan membuka pintu depan ponselnya berdering, ia berbalik dan kembali ke dalam kamar untuk menerima panggilan tersebut.
“Halo Bi ada apa?”
“Eh ..., Ami tolong bilang makasih sama Tuan ganteng uangnya sudah Bibi terima, besok pagi Bibi bawa Abah ke rumah sakit di Bandung ya Nak.”
“Oh iya Bi nanti Ami sampaikan.” Perasaan Kamini semakin tidak karuan. Semua ini salah, ini tidak sah. Ia sama sekali tidak tahu akan dinikahkan, bahkan ia tak mengenali siapa suaminya.
“Nak jaga diri baik-baik ya. Makasih semuanya semoga kamu bahagia,” imbuh Mina lagi.
Bahagia? Entahlah akankah ia bisa meraih bahagia jika nantinya ia akan terpisahkan dengan sang buah hati. Kamini tanpa sadar mengusap perutnya yang datar. Belum juga pecah perawan tapi rasanya ia tak rela melepas buah hatinya.
Kruk ... kruk.
Suara perutnya yang nyaring menyadarkan kembali ia dari lamunannya. Kamini bergegas kembali ke rumah utama lewat pintu samping yang langsung terhubung dengan dapur.
***
Kamini sedang berjinjit berkonsentrasi mengambil toples kaca di kabinet atas. Ia terperanjat saat ada sebuah pangan kekar terulur menggapai toplesnya sebelum ia dapat meraihnya.
“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya suara itu tegas. Sudah pasti Kamini terperanjat karena suara itu, suara salah satu orang yang tak ingin ia temui secepat ini ia belum siap tepatnya. Si pria sedingin es, siapa lagi kalau bukan Dirandra.
“Emmm ... saya mau ambil toples untuk wadah biskuit.” Suara Kamini bergetar gugup. Posisi mereka sangat amat dekat bahkan bagian depan Dirandra sudah menempel dengan pantat sintal Kamini. Memang Kamini kurus dan mungil tetapi pantatnya yang berisi memiliki nilai lebih. Buktinya di desa banyak pemuda yang sebenarnya menyukainya, tetapi karena rasa minder akibat wajahnya yang berjerawat dan berkacamata membuatnya tak percaya diri.

KAMINI ( Wanita Penuh Kasih Sayang )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang