Sunset (01)

20 2 0
                                    

"Sayang, kemana hari ini kita akan pergi?" Dia bertanya ketika aku sedang fokus melihat jalanan di depan.

"Kau penasaran, cintaku?" Aku menjawab tanpa menoleh ke arahnya. Tidak mau mengambil resiko menabrak sesuatu jika aku hilang fokus. Oh iya, dia salah satu kekasihku-yang kesekian.

"Tentu saja! Sudah lama kau tidak mengajakku kencan." Merajuk sepertinya. Bersedekap di depan dada dan melihat ke luar jendela samping kirinya.

"Ey, jangan merajuk. Maafkan aku, sugarplum. Akhir-akhir ini aku banyak urusan yang tidak bisa dilewatkan." berkencan dengan kekasihku yang lain. Tentu saja yang terakhir hanya dalam hati.

"Baiklah, kali ini aku maafkan. Aku juga minta maaf ya, sayang. Nanti aku tidak bisa lama. Aku juga ada urusan penting." Dia membuat wajah yang sungguh menggemaskan. Didukung dengan penampilannya saat ini-hot pant putih, kemeja putih kebesaran, dan rambut hitam yang tergerai indah sepinggang.

"Benarkah? Sayang sekali. Padahal aku ingin menunjukkan sesuatu padamu dan kurasa butuh waktu yang cukup lama. Apa urusan itu tidak bisa dibatalkan?" Aku mencoba bernegosiasi dan dijawab dengan gelengan cepat.

"Ya sudah, tidak masalah. Aku percepat saja nanti."

"Uhh sayang, kau memang kekasih yang pengertian. Jadi tambah cinta." Dia memberi flying kiss kepadaku. Membuatku meletakkan tangan kiri di depan dada, seolah-olah terkesan.

Kami sudah sampai di tempat tujuan. Sebuah danau berwarna hijau cantik. Dikelilingi oleh pohon-pohon besar dan bunga-bunga liar yang sedang bermekaran warna-warni. Dan juga tidak ada satupun orang di sini. Seperti memang tidak pernah ada orang di sini.

"Tempat yang cantik. Tapi menyeramkan juga." Komentarnya begitu kami keluar dari mobil.

"Kau ingat saat pertama kali kita bertemu?" Aku bertanya setelah kami duduk di atas rumput pinggir danau. Tanganku tergerak untuk merapikan rambutnya yang tertiup angin sore.

"Ya, tentu saja. Waktu itu aku baru saja diputuskan oleh kekasihku tanpa alasan yang jelas. Sama-sama sore seperti saat ini. Aku langsung membencinya. Aku rasanya ingin mati saat itu juga. Karena kupikir tidak ada yang mencintaiku lagi. Tapi kau justru datang. Mencegahku untuk melakukan hal konyol tanpa berpikir dalam." Aku mendengarkannya bercerita mengulang masa lalu sambil menatapnya datar.

"Sungguh bodoh lelaki itu. Gadis baik dan secantik dirimu tidak pantas disakiti. Tapi dia dengan mudah melakukannya."

"Kau selalu bisa membuatku kembali jatuh cinta padamu. Waktu itu aku jatuh cinta padamu karena ku rasa kau itu orang yang pengertian dan penuh kasih sayang seperti yang aku harapkan." Ia melanjutkan ceritanya sambil tersenyum cantik ke arahku.

"Ya. Dan sekarang kau masih hidup, duduk berdua denganku. Beruntungnya aku." Dia tertawa dipelukanku mendengar jawaban dariku.

"Saat itu aku juga berpikir, mungkin jika aku mati di waktu senja, akan membuat diriku tenang di alam sana nanti. Tapi tidak jadi, senja ini aku masih duduk denganmu di sini." Aku hanya mengeratkan pelukan dan mengusap pelan punggungnya tanpa menjawab.

"Katanya ada yang ingin kau tunjukkan padaku, apa itu?" Dia bertanya setelah sekian detik kami hanya berdiam.

"Ah iya hampir lupa. Sebentar, aku ambil di mobil. Kau jangan kemana-mana."

"Iya iya. Cepat. Aku ada urusan setelah ini jika kau juga lupa."

Aku berlari kecil ke arah mobil. Bergegas membuka bagasi belakang mobil, mengambil sebuah kotak kado berukuran sedang berwarna maroon berpita merah muda. Lalu kembali ke danau setelah memastikan kembali apa isinya.

Under the MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang