PROLOG

48 8 4
                                    

Hai, namaku Caramel. Aku lebih senang dipanggil Caramel, tapi hampir semua orang yang mengenalku memanggilku Ara, meskipun saat awal kenalan aku sudah beri tahu mereka bahwa aku lebih senang dipanggil Caramel. Mereka beralasan bahwa itu terlalu panjang untuk diucapkan, lalu mereka bertanya "Amel aja ya kalo ga Ara?" Hmm.. udah dibilangin Caramel juga, pada budek apa gimana sih. "Ok, call me Ara". Apakah kalian berpikir hal yang sama? Oh tidak, padahal itu terdengar sangat manis. Oh ya, aku punya Mama seorang penyanyi terkenal dan Papa seorang pemain sepak bola yang sudah taka sing lagi. Apa kalian pikir itu benar? Ya, memang benar, nama mereka yang membuatku berkata seperti itu. Mamaku bernama Rita Sarita dan Papaku bernama Bambang Bramantyo. Belum connect? Oh, ayolah pasti kalian tau apa maksudku. Aku merasa menjadi anak paaaling beruntung di dunia ini karena memiliki mereka berdua. Saat itu, aku merasa kasihan pada anak-anak lain karena tidak seberuntung aku, anak yang selalu disayang, dimanja, diberi perhatian yang begitu banyak, dan masih banyak lagi hal baik yang aku dapatkan.

Namun, rasanya seketika semua itu hilang. Sampai aku merasa bahwa sekaranglah aku anak yang kurang beruntung dibanding anak-anak yang lainnya. Duniaku serasa berputar 180 derajat. Tak ada lagi anak yang selalu disayang, dimanja, diberi perhatian yang begitu banyak, dan hal baik lainnya. Hal itu dimulai saat Mamaku menghembuskan nafas terakhirnya. Aku menangis sekencang-kencangnya, ucapan dan belaian orang-orang di sekelilingku aku abaikan tanpa aku sadari. Namun beruntung sekali aku punya Ayah Angga, Bunda Mita, dan anak mereka, the one and only, Kaka. Mereka adalah tetanggaku yang telah menganggapku seperti keluarga mereka sendiri. Dan, pada akhirnya ada sesuatu yang mulai tumbuh tanpa aku sadari yang mungkin akan menyakiti diriku sendiri dan itu salah.

Mimpi, impian, dan harapan selalu menjadi teman baikku. Namun, kadang kenyataan tak seindah khayalan. Karena dunia telah menunjukkan bahwa memang hidup ini terlalu kejam, tak adil, dan keberpihakan. Sejak kecil aku punya sejuta mimpi yang indah akan masa yang akan datang, tak sabar rasanya ingin menjadi orang dewasa kala itu. Semua itu memang tak salah, tapi juga tidak bisa dibenarkan, semakin usiaku bertambah aku merasa beban yang aku pikul serta masalah yang aku hadapi semakin terasa berat dan sulit.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

CaramelWhere stories live. Discover now