Part 1

18 2 0
                                    

Jarum jam di pergelangan tanganku terus bergerak, namun yang kutunggu masih belum menampakkan diri. Sudah hampir dua jam aku menunggu di café bernuansa rustic ini, bahkan sudah dua kali pelayan datang membawa minuman untukku. Kutatap pintu masuk sedari tadi, tapi dia belum muncul. Iya, dia. Kekasihku, atau harus kusebut dengan tunanganku? Atau mungkin calon suami?

Ah, sungguh menggelikan diriku ini. Membayangkan bahwa status kami akan menjadi sah dua bulan lagi membuat pipiku menghangat. Rasanya tak sabar segera ke hari di mana aku memakai kebaya putih dan bersanding dengan dia, Abimanyu. Pria yang sudah kupacari lima tahun lamanya, dan akhirnya, di tahun kelima ini akan menjadi awal untuk hubungan kami yang sesungguhnya, pernikahan.

Namun sayang, mas Abi belum juga datang. Tangan kananku masih terus mencoba mendial nomor mas Abi. Tapi kini nomornya malah tak aktif. Tak biasanya memang mas Abi lupa kalau sudah janjian denganku. Sebagai seorang pengacara, dia pasti sangat sibuk menangani banyak kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Aku pun cukup mengerti jadwalnya. Ralat. Aku bahkan sudah hafal semua kegiatannya. Bagaimana tidak? Aku yang menemani dirinya saat merintis karirnya. Dan kini, ditahun ketiga dia membuka firma sendiri, sudah banyak orang berbondong-bondong datang untuk menggunakan jasanya.

Mengingat-ingat masa-masa perjuangan itu membuatku semakin bahagia. Di awal berpacaran, dia bahkan masih membawa motor bututnya untuk mengajakku berkeliling kota dingin ini. Dan kini, aku sangat bangga pada mas Abi yang sudah mampu membeli rumah untuk dirinya sendiri. Katanya, itu rumah untuk kami tinggal bersama setelah menikah. Aku yang kebetulan memiliki passion di bidang merancang bangunan, ikut andil dalam mewujudkan rumah impian kami.

[Ketemu di sana jam 1 ya]

Isi pesannya tadi pagi. Tapi kini, sudah jam 3 dia belum datang. Kusesap kembali macha latte yang masih hangat. Mungkin benar, mas Abi sedang sibuk. Tak mungkin menunggu lebih lama lagi. Aku sangat bosan bila harus menunggunya hingga dia tiba. Mas Abi bukan orang yang suka menyia-nyiakan waktu. Jika sudah hampir dua jam dia tak muncul, pastilah ada hal penting yang tak bisa ia tinggal. Detik berikutnya, kuputuskan untuk meyusul mas Abi ke kantor.

Aku tak mau hari ini terbuang sia-sia. Setidaknya kami memang harus bicara langsung untuk memutuskan jasa fotografer mana yang akan kami gunakan untuk mengabadikan hari sakral kami. Atau mungkin jika boleh, aku ingin mas Abi meluangkan waktunya untuk melakukan prewedding. Aku yang semula lesu karena telah meninggunya lama, jadi semangat kembali.

🍁🍁🍁

Aku sangat lega melihat mobil mas Abi di area parkir. Itu menandakan, mas Abi memang di kantor. Kubayangkan alisnya menyatu membaca kasus-kasus yang harus dipeajari. Setelah membayar ongkos taksi kepada si bapak supir, aku bergegas keluar. Namun baru saja aku turun dari taksi, aku melihat mas Abi muncul dari sebuah mobil silver. Tak lama seorang wanita berambut panjang juga turun dari sisi penumpang.

Kejadian berikutnya membuatku terpaku di tempat. Aku membulatkan mataku ke arah dua manusia di sebrang sana.

Mas Abi mencium kening wanita itu?

Cukup lama mereka saling tatap dan akhirnya si wanita masuk kembali ke dalam mobil. Detik berikutnya si wanita yang sudah ada di belakang kemudi melajukan mobil silver-nya meninggalkan kantor mas Abi. Dari tempatku berdiri ini, dengan jelas aku merekam senyum merekah yang ada di bibir mas Abi. Senyum yang sama saat sedang bersamaku. Ia yang belum menyadari keberadaanku melenggang masuk ke dalam kantor dengan terus menampakkan wajah bahagianya.

Siapa wanita itu?

Jika boleh, aku ingin segera berlari menyusul mas Abi dan menumpahkan segala pertanyaan yang ada di otakku saat ini. Namun aku bukan orang yang gegabah. Tak mungkin rasanya jika mas Abi bertindak genit pada perempuan lain, karena itu bukan karakternya. Apa mungkin perempuan itu kerabatnya?Namun siapa? Hampir seluruh keluarga besar mas Abi, aku hafal.

Menjadi kekasih mas Abi, orang yang sangat percaya akan fakta dan bukti membuatku juga memiliki pola pikir yang hampir sama. Namun, jujur prasangka burukku juga masih dominan. Bagaimana tidak? Melihat mas Abi memperlakukan perempuan itu dengan sangat manis, membuat rasa percayaku pada mas Abi terusik.

Mungkinkah mas Abi?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Tanpa SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang