Dvi ; Dwi <2>

50 12 57
                                    

"Hei, kamu bener temennya Zia? Tolong panggilin ya." Yang dimintai tolong kemudian mengangguk sembari kembali ke tempat duduknya.

"Zi, di cariin Kak Garga tuh, kamu sebenarnya ada apa sih sama dia?"

"Nggak ada apa apa la, aku juga heran kenapa dia rajin banget bikin jadwal. Padahal kan aku nggak se-bego itu." Lala mengedikkan bahu tidak peduli.

"Gimana? Bisa di ulangi? Aduh telingaku semi semi tuli nih"

"Budek namanya. Oke ralat, aslinya nggak sebego itu."

Lala menggeleng.

"Udahlah, disamperin dulu aja, dari pada anak kelas ribut." Sedari tadi memang banyak temannya yang sudah bising membicarakan Garga. Terutama Incess. Baru saja dia sengaja menyenggol meja Zia ketika lewat di depannya.

"Yang butuh siapa? Dia yang kesini dong."

"Zia." Nadanya penuh penekanan. Lala ini memang sahabat Zia yang paling perhatian. Yang paling? Iya. Kan sahabat Zia memang hanya Lala.

Yang diancam akhirnya berdiri malas malasan.

***
"Kenapa? Laporannya belum aku buat. Kemarin capek banget, sampai rumah langsung tidur."

Apa lagi kalau bukan menagih janji? Batin Zia yang berbicara.

"Enggak. Bukan itu, deadline-nya masih seminggu lagi kok. Besok kamu ada quiz kimia kan? Nanti mau belajar?"

Rajin banget sih.

"Nanti? Jam berapa? Tapi aku nggak mau ya kalau belajarnya di rumah. Apa lagi di perpus. Bosen Ga."

Nggakpapa deh nanti kan abang ada rapat lagi.

"Di taman deket rumah ya? Perlu di jemput atau masih bisa jalan?"

"Semoga nggak kena stroke mendadak Ga, jadi masih bisa jalan."

Garga terkekeh. Selalu lucu mendengar kalimat spontan Zia.

"Jam empat ya, nggak usah bawa buku. Aku nggak mau yang kamu bawa malah komik nggak jelas. Yaudah aku balik."

"Dih pamit, nggak perlu kali, aku lebih suka kamu balik dari pada kelamaan disini. Pengep."

Sekali lagi Garga terkekeh. Zia tidak peduli sudah berbalik kembali ke mejanya.

***

"Ada yang lebih cantik dari incess nih. Habis gatel sama kakak cool. Liat aja, sebentar lagi kan dia malu sendiri. Iya nggak gaiss?" Nada sumbang yang sudah biasa mengotori telinga Zia. Di lengkapi koor tawa sebagai sampah yang buru buru di buangnya.

Apa sih nggak penting banget.

Zia menjatuhkan bokongnya pada bangku di sebelah Lala duduk. Mempersiapkan posisi nyaman, kemudian menopangkan kepalanya di meja. Bersiap tidur, lagi.

"Kamu nggak bosen Zi? Incess tuh udah kebangetan Zi. Coba aja kamu nggak ngelarang aku buat jaga emosi. Udah habis tuh anak. Tinggal tulang. Nggak ada cantiknya sama sekali. Songong berkat duit bokap."

"Biarin aja kenapa sih La? Nggak pengaruh apa apa juga kan, buat aku. Ngantuk nih nggak jadi tidur."

Lala berdecak gemas. "Kamu tuh udah tidur dari semalem Za-eeeeeng, trus nggak pengaruh gimana? Jelas kan, anak kelas jadi nggak suka sama kamu gara gara dia. Guru juga nggak suka sama kamu, gara gara dia. Kamu kehilangan sinarmu Zi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNTITTLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang