ia yang belum ikhlas

212 38 19
                                        


Langit mengayuh sepedanya dengan kencang, hari sudah malam, gemintang mulai bertahta di bumantara, dan Laut belum juga pulang.

Giginya bergemelatuk kesal, semakin mempercepat mengayuh sepedanya. Selepasnya dia biarkan sepedanya tergeletak begitu saja. Lalu berlari menghampiri kembarannya.

Dwinetranya menatap Laut yang tengah duduk dibibir pantai, tampak berbicara dengan seseorang. Langit mengepalkan tangannya erat, dengan amarah yang memuncak ia menghampiri kembarannya.

"Kamu nggak tahu jam berapa ini, huh?!"ujarnya tajam sembari menatap Laut yang masih terus berbicara.

Laut menoleh ke arahnya, menatapnya sambil tersenyum, "Oh Langit, sorry aku agak telat pulang hari ini, Jani belum mau pulang. Kamu pulang aja du—"

Belum selesai Laut berbicara, Langit melayangkan tinjuan ke rahangnya. Dengan tatapan marah dan kekesalan memuncak, Langit berujar.

"Jani, Jani Jani! Kamu sinting sialan! Jani udah mati. Berhenti berlagak kayak dia masih ada!"

Laut menunduk, membasuh darah disudut bibirnya selepasnya ia mencengkram kerah baju kembarannya.

"Maksudmu apa brengsek?! Dia masih ada! Aku lagi bicara bareng dia! Kamu nggak liat hah?!" ujarnya sambil menunjuk sampingnya.

Langit terkekeh miris, melihat ke arah yang Laut tunjuk. Dan tidak ada siapa-siapa di pantai ini selain mereka berdua. Hanya mereka berdua, tidak ada Jani.

"Aku tahu kamu belum ikhlas sama kepergian dia. Tapi kamu jangan sinting. Jani udah mati. Kamu bahkan liat sendiri jasad dia, kamu liat sendiri pemakaman dia! KAMU LIAT SEMUANYA LAUT!"

Laut melepaskan cengkramannya, menatap sekitarnya. Dan Jani sama sekali nggak ada, konversasi mereka tadi, dan rencana ke festival minggu depan. Semua itu nampak nyata baginya.

"TAPI DIA NGAJAKIN AKU KE TOKO ROTI YANG BARU DI BUKA ITU, DIA NGAJAKIN KAMU JUGA, DIA BAHKAN TERIMA AJAKAN AKU KE FESTIVAL MINGGU DEPAN. KAMU NGGAK PAHAM, JANI MASIH ADA! DIA NGGAK BENAR-BENAR LESAP!"

Langit mencengkram erat bajunya, melihat kembarannya yang sekacau ini. Ia menghela napas panjang, lalu memeluk kembarannya yang terisak pelan.

"Kenapa nggak ada yang percaya sama aku, kalau Jani masih ada. Dia masih ada Langit. Dia nggak benar-benar lesap." ujar Laut lirih.

"Karena emang itu kenyataannya, Laut. Jani udah pergi, dia udah lesap. Semua yang kamu liat itu nggak nyata, itu semua cuman imajinasimu doang. Ikhlasin dia Laut, Jani nggak bakalan senang lihat kamu kayak gini. Aku tahu kamu hancur, aku tahu kamu nggak rela dia pergi, tapi tolong ikhlasin dia. Biarin dia istirahat dengan tenang,"

Dan malam itu,  isak tangis Laut pecah, bayangan Rinjani yang selama ini ia lihat pun menghilang bersamaan dengan hembusan angin.

Karena memang seperti itu kenyatannya, dua bulan lalu, Rinjani ditemukan tewas menenggelamkan dirinya di pantai ini.

Rinjani pergi, sebelum Laut mengatakan kalau ia mencintainya. Terlampau mencintainya.

[s e l e s a i]

lesapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang