Piknik !

1.9K 179 25
                                    


Selamat merayakan NaruHina Fluffy Day yang ke sebelas!!

Toel @Kimonoz

dan silahkan menikmati persembahan dariku yang satu ini~~~


|Piknik!|
Masashi Kishimoto
Alternative Universe
NaruHina Fluffy Day 11
|NHFD2020|


Tiba-tiba saja seluruh dunia berhenti bergerak saat dia menyapaku dengan suara lembut di taman kota, "Permisi, apa boleh aku meminta sedikit air? Kami kehabisan air minum …."

Suara lembut dengan tatapan mata yang teduh membuatku terpaku. Jangankan mengingat apa yang sedang kulakukan, di mana aku sekarang saja aku tidak tahu.

Gaun musim semi berwarna coral yang indah bergelombang tertiup angin. Rambut gelapnya yang halus mungkin saja sengaja digerai hingga semerbak wangi segar menggoda penciumanku.

Saat itu juga, aku merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kali kepada perempuan manis di Tokyo.

Sayangnya, dia tidak benar-benar bersikap manis seperti waktu itu.



NaruHina Fluffy Day 11—

Coba katakan keajaiban seperti apa yang hanya membutuhkan waktu tiga detik.

Orang-orang bilang, cuma butuh waktu tiga detik untuk jatuh cinta kepada seseorang. Entah kepada orang yang baru pertama kali ditemui, atau bahkan seseorang yang sudah dikenal bertahun-tahun lamanya. Dan dalam tiga detik, keajaiban terjadi. Jatuh cinta namanya.

Menurutku sih bukan begitu. Kau, atau siapapun yang sedang jatuh cinta tidak akan tahu pada detik keberapa sebenarnya merasakan cinta. Mengapa? Karena kita tidak akan punya waktu untuk menghitung detik. Mata, hati dan pikiran kita cuma terpaku untuk satu orang. Yaitu orang yang membuatmu jatuh cinta.

"Sudah diam. Kau sudah seperti penulis lagu romantis yang senior dalam percintaan. Jatuh cinta saja baru sekali." lihat, dia tidak ada manis-manisnya!

Dia percaya kalau aku baru satu kali jatuh cinta? Di usiaku yang genap 26 tahun?

"Lho, jatuh cinta sekali juga sudah membuatmu menjadi penulis cerita romansa handal, 'kan? Itulah keajaiban jatuh cinta, bukan tiga detiknya."

"Aku jago menulis bukan karena jatuh cinta, ya. Bakat menulisku memang sudah ada semenjak aku lahir."

"Wah, kau bayi ajaib?" kataku sembari tertawa penuh ejek dan kembali mengolok, "oh iya, kau kan hobi berfantasi dengan laki-laki yang bahkan tidak tahu kalau kau hidup di dunia ini. Apa ya namanya ... oh, halu?"

"Suka halu juga kau tetap cinta padaku, 'kan?" Dia tertawa mengejek sembari menorehkan kepala penanya ke pipiku.

Ya memang. Meski dia memiliki hobi yang agak gila, itu tidak mempengaruhi perasaan cinta. Mengapa? Karena bagiku, kesukaan seseorang tidak berpengaruh sedikitpun terhadap perasaan cinta. Menjadi bibit atau biang kerok permasalahan, bukan disebabkan oleh kesukaan seseorang. Yang terpenting itu, wajah dan karakteristik seseorang. Aku tidak akan mengelak, kalau wajah itu hal pertama yang membuat jatuh cinta.

"Terus, sudah berapa banyak yang kau dapat? Kalau dihitung-hitung, kau pasti punya banyak uang."

"Oh, maaf. Saya sukarelawan. Tidak perlu digaji. Asalkan mereka senang, saya juga bahagia."

"Oh ya ampun, ternyata masih ada orang baik seperti ini …."

"Maksudmu orang bodoh, 'kan?"

"Kau tahu ternyata."

Orang bodoh itu namanya Hinata, pacarku.

Dia bukan tipe orang yang suka dipuji, apalagi olehku. Sebab dia tahu, kebanyakan pujian yang kukatakan sebenarnya hanya hinaan yang terselimuti.

"Aku mau stroberi …."

"Akhirnya aku sadar kalau aku sedang mengasuh bayi besar, bukan pacaran!"

Aku menertawakan keluhannya. Hinata memang suka berterus terang tidak peduli betapa kasar omongannya. Meski begitu, dia tetap mengambilkan stroberi dan menyuapiku dengan gemas.

"Ngomong-ngomong apa kau tidak kepanasan?"

"Sebenarnya iya, tapi kau tidak mau bangun dari pangkuanku. Jadi ya terpaksa."

"Mau pindah?"

"Bagus. Cepat menyingkir dan bawa semua ini ke pohon sebelah sana." Hinata menunjuk pohon yang lumayan dekat dari posisi saat ini. Di sana jelas tidak panas. Pohonnya berdaun lebat, tetapi banyak orang di bawahnya.

"Tidak mau. Di sini saja."

"Kenapa?!"

"Kau lebih seksi jika terpapar sinar mentari."

Hinata lantas memukul wajahku dengan buku catatannya. Aku meringis di bawah buku tersebut.

"Kau kan benci perempuan hitam …!"

"Iya juga, sih. Tapi di sana banyak orang. Aku jadi tidak leluasa nanti."

"Oh ya ampun, aku gemas sekali jadinya …!"

Hinata berbicara dengan mata melotot, sama sekali tidak menggambarkan kalau dia sedang gemas. Dia lantas mengangkat tangannya untuk mencubit kedua pipiku dengan kuat. Sangat kuat sampai aku tidak tahan lagi.

"Kau serius mau merobek pipiku, ya? Sakit sekali!"

"Kau yang minta, 'kan?"

"Kapan aku begitu?"

Hinata mengangkat kedua alisnya. Hanya dengan begitu, aku sudah mengerti maksudnya. Lihat, aku memang jatuh cinta padanya sampai mengerti banyak hal yang bahkan tidak dia katakan langsung.

Lantas aku mengalah saja, toh memang aku yang membuatnya kesal tadi.

"Nah, sudah mengerti? Sekarang ayo pindah ke sana."

"Tidak mau. Aku kesal padamu. Cium aku dulu!"

Hinata tersenyum manis, tetapi kemudian dia mendengus cukup keras. Gawat, Hinata menjadi geram.

"Dasar gila! Kau mau membuatku marah, ya? Kau serius mau membuat kepalaku terbakar, ya?!"

Dia memukuliku menggunakan buku secara bertubi-tubi. Kepala, lengan hingga wajah, semuanya terkena tamparan buku tebal andalannya.

Alas kain sudah berantakan, kotak bekal dan botol minuman pun sudah bergeser dari tempatnya. Hinata terus memukuliku yang menghindar dengan cara berguling kesana-kemari.

Sakit, tapi aku suka.

Serius, jatuh cinta itu tidak bisa ditentukan kapan. Hari apa, detik keberapa … kau tidak akan sadar. Saat kau jatuh cinta, waktu seolah berhenti. Semua yang ada pada dirimu menjadi tidak terkendalikan. Kau hanya fokus kepada satu titik, yaitu seseorang yang membuatmu jatuh cinta.

Bukan satu minggu atau tiga detik. Tidak ada yang tahu tepatnya. Jatuh cinta itu, datang pada saat itu juga.

|The End|

Terima kasih sudah baca~

Salam sayang, Ryuchwan.

Piknik!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang